Kaki Panas, Mata Berkunang-kunang demi Poin Terakhir
Ganda putri bulu tangkis Greysia Polii/Apriyani Rahayu menerapkan pola permainan baru menjadi lebih ofensif dibandingkan 2019. Karakter permainan cepat dan bertenaga itu mengantar mereka ke final Indonesia Masters.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
Tak ada cara yang lebih dramatis untuk memenangi gim dibandingkan mendapat poin setelah terjadinya 120 pukulan! Itu dialami ganda putri Indonesia, Greysia Polii/Apriyani Rahayu, dalam semifinal turnamen bulu tangkis Daihatsu Indonesia Masters di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta.
Reli itu terjadi ketika Greysia/Apriyani unggul, 20-19, pada gim pertama saat melawan Kim So-yeong/Kong Hee-yong (Korea Selatan), Sabtu (18/1/2020). Memenangi satu angka berikutnya, gim pertama akan menjadi milik ganda putri peringkat kedua dunia itu. Jika gagal, persaingan berlanjut hingga salah satu di antara mereka unggul dua poin, hingga maksimal mencapai angka 30.
Pokoknya, bola ke mana pun, kami kejar!
Sejak awal, pertandingan di antara kedua pasangan itu sebenarnya berlangsung dalam tempo cepat, cukup cepat untuk ganda putri yang biasanya berjalan lambat karena sering terjadi adu lob atau karena sulit mendapat poin dari smes.
Berbeda dengan ganda putri Jepang, yang biasanya mengandalkan permainan panjang karena memiliki daya tahan yang kuat, Kim/Kong punya cara main berbeda. Ganda putri yang naik daun pada 2019 ini memiliki cara bermain cepat dengan pukulan yang sangat kencang.
Dengan pola permainan sama yang diterapkan Greysia/Apriyani saat ini, terjadilah adu permainan cepat. Salah satu poin, misalnya, bisa didapat hanya dengan 3-4 kali smes.
Momen dramatis terjadi ketika Greysia/Apriyani tinggal membutuhkan satu angka lagi untuk merebut gim pertama. Alih-alih 3-4 pukulan, perebutan poin ini terjadi hingga 120 pukulan selama 1 menit 42 detik!
Adu smes, adu bertahan, saling mengembalikan pukulan dalam posisi sulit, hingga akhirnya kok dari forehand drive Apriyani jatuh di lapangan kosong, tak terjangkau Kim/Kong. Suara bising dari penonton yang memenuhi Istora lebih bising dari biasanya.
”Mata sampai kunang-kunang, kaki panas. Tetapi, kami berpikir, lawan juga sama-sama capai. Jadi kami harus berusaha mendapatkan poin terakhir,” tutur Greysia.
Dalam kondisi seperti itu, pemain berusia 32 tahun tersebut juga merasakan kekhawatiran takut membuat kesalahan. Namun, rasa khawatir itu tersingkirkan dengan keinginan mendapat poin yang lebih dominan. ”Pokoknya, bola ke mana pun, kami kejar!” kata Apriyani.
Semangat yang menggebu, setelah selalu kalah dalam pertemuan di Jepang dan Indonesia Terbuka 2019, serta keberhasilan mempertahankan pola main seperti gim pertama membuat Greysia/Apriyani menang, 21-19, 21-15.
Dalam laga perebutan gelar juara, Minggu (19/1/2020), mereka akan berhadapan dengan Maiken Fruergaard/Sara Thygesen. Pasangan Denmark berperingkat ke-30 dunia tersebut membuat kejutan dengan menyingkirkan dua unggulan asal Jepang, salah satunya Ayaka Takahashi/Misaki Matsutomo (4), pada semifinal dengan skor 22-20, 22-20.
Final ini menjadi yang pertama bagi Greysia/Apriyani setelah terakhir kali menjuarai India Terbuka, Maret 2019. Setelah itu, mereka tak bisa mempertahankan konsistensi. Setelah mencapai semifinal Kejuaraan Dunia, misalnya, pasangan yang sama-sama berasal dari Klub Jaya Raya Jakarta itu tak mampu melewati babak kedua dalam empat turnamen terakhir 2019.
Jika bisa mendapat angka melalui lima pukulan, kenapa harus 10 pukulan.
Meski hampir setahun lamanya tak meraih gelar, mereka tak terfokus pada hasil. Seperti dikatakan pelatih ganda putri pelatnas bulu tangkis Eng Hian, Greysia/Apriyani dituntut untuk mematangkan performa dibandingkan 2019. ”Soal hasil, saya yakin, itu akan sejalan dengan performa yang kami tampilkan,” ujar Greysia.
Eng Hian meminta mereka bermain lebih efektif, apalagi dengan Greysia yang telah berusia 32 tahun. ”Jika bisa mendapat angka melalui lima pukulan, kenapa harus 10 pukulan. Tetapi, khusus kejadian pada gim pertama tadi, memang tak terhindarkan,” kata Eng Hian mengartikan permainan efektif yang diinginkannya.
Cara tersebut bisa dicapai dengan penyesuaian diri Greysia pada karakter permainan Apriyani. Apriyani, pemain berusia 20 tahun yang berpasangan dengan seniornya itu sejak Mei 2017, memiliki tipe permainan ofensif. Dia tak membiarkan terjadinya reli panjang melalui adu lob yang biasanya terjadi pada ganda putri. Setelah beradu pukulan atas 3-4 kali, Apriyani akan menurunkan kok.
Hal ini berbeda dengan Nitya Krishinda Maheswari, pasangan Greysia sebelumnya. ”Nitya lebih cenderung defensif untuk melakukan serangan balik. Awalnya, Apri yang diminta menyesuaikan diri dengan Greysia, tetapi ternyata hasilnya tidak maksimal. Sekarang harus dibalik,” tutur Eng Hian.
Dengan perubahan pola itu, Greysia/Apriyani pun memiliki pola permainan lebih ofensif, lebih cepat dari yang mereka terapkan pada 2019.