Badan Nasional Penanggulangan Bencana meninjau area terdampak banjir dan longsor di Kabupaten Bogor. Peninjauan untuk mencari solusi permanen penanggulangan bencana.
Oleh
Aguido Adri
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Nasional Penanggulangan Bencana meninjau area terdampak banjir dan longsor di Kabupaten Bogor. Peninjauan untuk mencari solusi permanen seperti pengembalian kawasan konservasi di hulu, pelarangan penambangan liar, dan peningkatan mata pencarian penduduk.
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Bencana Agus Wibowo, Sabtu (18/1/2020), mengatakan, tujuan peninjauan untuk mengetahui penyebab utama bencana banjir dan longsor. Peninjauan dilakukan bersama Kepolisian RI, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Pemkab Bogor.
Dari peninjauan, penyebab banjir dan longsor adalah kerusakan ekosistem akibat penebangan pohon sehingga gundul dan mudah longsor, apalagi banyak daerah dengan kelerengan curam.
”Penyebab lain adalah penambangan ilegal, dari udara terlihat ratusan tenda biru milik para penambang ilegal. Penambang menggunakan merkuri yang juga menyebabkan pencemaran logam berat yang berbahaya bagi manusia,” kata Agus.
Agus menuturkan, banjir dan longsor sudah sering terjadi di wilayah yang melanda Bogor bagian barat dan awal tahun 2020 ini merupakan bencana terbesar yang pernah terjadi.
Jika tidak ada perbaikan ekosistem, kata Agus, akan terus menjadi ancaman bencana banjir dan longsor yang permanen. ”Ancamannya permanen, maka solusinya harus permanen juga. Untuk menindaklanjuti, akan dibentuk satgas bersama yang difasilitasi BNPB dan melibatkan semua stakeholder terkait,” katanya.
Sebagai upaya menjaga lingkungan dari kerusakan hutan, Kepolisian Resor Bogor, Jawa Barat, mengusut pengelolaan puluhan lokasi tambang emas ilegal di Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung. Langkah awal pengusutan itu dilakukan dengan menutup bekas lokasi tambang. Langkah ini sekaligus untuk mencegah terulangnya penambangan di sana agar tidak semakin merusak lingkungan setempat.
Kondisi puluhan lubang penambangan emas tanpa izin di Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, sangat memprihatinkan. Kegiatan penutupan lubang lokasi tambang merupakan kerja sama pihak pemerintah setempat dengan salah satu perusahaan negara yang diduga mengelola kegiatan usaha pertambangan emas di sana.
”Terkait dampak secara langsung akibat penambangan ilegal ini, yang menjadi salah satu faktor terjadinya bencana longsor di wilayah Sukajaya dan Jasinga, ini masih dalam tahap kajian dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Bogor dan pihak Direktorat Jenderal ESDM (Kementerian ESDM). Hal ini karena aliran sungai dan batas geografis antara wilayah Kecamatan Nanggung dan wilayah kecamatan yang terdampak bencana longsor berjauhan,” ujar Kepala Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Besar Muhamad Joni.
Namun, berdasarkan hasil pantauan dan analisis, Joni menduga, lubang-lubang galian emas liar (gurandil) mengakibatkan longsor di sekitar lubang gurandil itu sendiri. Selain itu, tambang ilegal bisa mengancam dan merusak lingkungan. ”Harus ditutup karena jika dibiarkan, lingkungan semakin rusak. Ancaman longsor bisa terjadi lagi,” kata Joni.
Ia melanjutkan, dalam satu lubang, pemodal mempekerjakan warga dengan jumlah puluhan orang. Warga yang dipekerjakan, selain diberi upah Rp 100.000 per hari, juga difasilitasi dengan beberapa alat, seperti gengset dan alat pahat.
Joni mengatakan, aktivitas penambangan emas ilegal melanggar Pasal 158 juncto Pasal 37 dan atau Pasal 161 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sebelum penutupan lubang galian tambang, Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor menangkap dua pelaku berinisial MAR (24) dan ATA (33), warga Desa Banyu Resmi, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, saat beroperasi di gurandil. Pengolahan tambang emas juga ditenukan di Kampung Cililin Sabrang, Desa Banyuresmi, dan di Gunung Puntang, lubang Cingalang dan lubang Cisapon, Desa Banyuresmi, Kecamatan Cigudeg.
Sementara itu, General Manager Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) PT ANTAM Tbk Purwanto mengatakan, mereka mendukung kegiatan Kepolisian Resort Bogor dan Komando Rayon Militer (Koramil) Nanggung melakukan operasi penutupan lubang penambang emas tanpa izin (PETI) di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) perusahaan.
Aktivitas PETI, kata Purwanto, merupakan kegiatan yang memiliki dampak negatif, baik bagi para pelaku itu sendiri maupun bagi lingkungan. Pelaku PETI kerap menjadi korban runtuhan lubangnya sendiri. Sementara bagi lingkungan berbahaya, karena lubang yang dibuat tidak berdasarkan kaidah sistem penambangan yang baik serta mengolah bijih emas tanpa melakukan pengolahan limbah.
”Di wilayah IUP PT ANTAM UBPE, ada tiga pendekatan yang kami lakukan dalam menangani PETI, yakni pendekatan hukum, keamanan, dan sosial. Penutupan lubang PETI merupakan representasi dari pendekatan keamanan. Di sepanjang tahun 2019, kami telah melakukan penutupan 644 lubang PETI di wilayah IUP perusahaan,” kata Purwanto.
Ia melanjutkan, pendekatan keamanan dengan penutupan lubang dilakukan PT ANTAM UBPE untuk penanganan PETI yang ada di dalam wilayah IUP perusahaan. Penegakan hukum diserahkan kepada Kepolisian Sektor Nanggung jika ditemukan Pelaku PETI.
Sementara dalam pendekatan sosial, PT ANTAM UBPE berupaya untuk mendukung alih profesi PETI. Setelah Pemerintah Kabupaten Bogor melakukan penertiban pengolahan emas ilegal di Kampung Ciguha, Kecamatan Nanggung pada 2015, ANTAM UBPE terus berupaya memperkuat daya dukung masyarakat akibat dampak negatif PETI.
Meski demikian, kata Purwanto, masih terjadi kegiatan PETI di sekitar wilayah operasi perusahaan. Sebagai upaya tindak lanjut, PT ANTAM UBPE terus berkoordinasi baik dengan Pemerintah Kabupaten Bogor maupun dengan aparat keamanan baik Polri dan TNI. PT ANTAM juga telah melaporkan kegiatan penanganan PETI di IUP perusahaan kepada Ditjen Minerba, Kementerian ESDM.