Kerugian Akibat Kejahatan Lingkungan di Jambi Hingga Belasan Triliun Rupiah
Empat kejahatan lingkungan terbesar di Jambi sepanjang tahun lalu melenyapkan potensi pendapatan negara lebih dari Rp 17 triliun. Besaran nilai yang hilang itu lebih dari tiga kali lipat APBD Provinsi Jambi Tahun 2019.
Oleh
irma tambunan
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS—Empat kejahatan lingkungan terbesar di Jambi sepanjang tahun lalu melenyapkan potensi pendapatan negara lebih dari Rp 17 triliun. Besaran nilai yang hilang itu lebih dari tiga kali lipat APBD Provinsi Jambi Tahun 2019, yang hanya Rp 4,9 triliun.
Kondisi ini selayaknya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah daerah di Jambi untuk lebih serius mengelola dan menjaga kelestarian sumber daya alamnya. “Jika tidak, akan semakin besar nilai potensi pendapatan (negara) yang hilang setiap tahunnya,” ujar Rudi Syaf, Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, di Jambi, Jumat (17/1/2020).
Pihaknya mencatat, empat kejahatan lingkungan terbesar di Jambi berupa pengeboran minyak ilegal, tambang emas ilegal, pembakaran hutan dan lahan, serta pembalakan liar. Selain hilangnya potensi pendapatan negara, nilai kerugian akibat kerusakan lingkungan dan ancaman kesehatan warga bahkan bisa jauh lebih besar.
Hilangnya potensi sumber daya terbesar terjadi pada tragedi kebakaran hutan dan lahan yang melanda Jambi sepanjang kemarau 2019. “Hasil citra satelit menunjukkan luas kebakaran mencapai 151.137 hektar,” ujarnya. Besaran itu lebih luas ketimbang data yang dirilis Kementerian Lingkungan dan Kehutanan, yakni 56.593 hektar.
Luas kebakaran pada 2019 itu hanya terpaut sedikit dibandingkan dibandingkan pada 2015, mencapai 191.107 hektar. Namun, dampak kabut asap lebih dahsyat dibanding 2015 karena banyaknya areal gambut yang terbakar.
Tahun 2019 lalu, kebakaran mencapai 64 persen di areal gambut, sedangkan pada 2015 hanya 47 persen. Kondisi itu menimbulkan kerentanan lingkungan yang lebih parah. Pihaknya memprediksi ancaman banjir pada musim hujan nanti juga akan lebih parah terjadi di hamparan gambut Jambi.
Tambang minyak
Kasus maraknya tambang minyak ilegal di Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin Kabupaten Batanghari juga menuai sorotan. Praktik liar itu menghilangkan potensi pendapatan negara dari hasil minyak, tercemarnya lingkungan, dan dampak kesehatan warga. Pihaknya juga mendapati 2.666 kasus infeksi saluran pernapasan atas dan 559 kasus infeksi kulit di sekitar lokasi tambang.
Aktivitas tambang emas liar juga tak kalah mengerikan. Sepanjang tahun lalu, pihaknya mendata 33.832 hektar areal dikeruk untuk emas ilegal. Lokasinya tersebar di 6 kabupaten. Praktik liar lainnya berupa pembalakan liar. Aktivitas itu marak pada 2019 di perbatasan hutan negara di Jambi dan Sumatera Selatan.
Kejahatan ekosistem tersebut berdampak pada rusaknya lingkungan dan memperparah bencana ekologis, konflik satwa, maupun konflik lahan. Karena itu, sangat perlu melibatkan masyarakat lokal agar hutan tetap lestari.
Selain itu, implementasi dan pengawasan secara menyeluruh terkait dengan pelaksanaan kebijakan pemulihan ekosistem harus ditingkatkan. Namun, yang terpenting, kata dia, adalah transparansi penanganan kasus hukum terkait dengan kejahatan ekosistem.
Kejahatan ekosistem tersebut berdampak pada rusaknya lingkungan dan memperparah bencana ekologis, konflik satwa, maupun konflik lahan. Karena itu, sangat perlu melibatkan masyarakat lokal agar hutan tetap lestari. (Rudi Syaf)
Pascaoperasi
Terkait maraknya tambang minyak ilegal, Tim Satuan tugas (Satgas) gabungan di Jambi telah menggelar sejumlah langkah. Sejak 26 November hingga 9 Desember 2019, telah ditutup 1.635 sumur dari total hampir 3.000 sumur minyak ilegal di Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Sarolangun.
Penutupan itu dengan cara manual, yakni memasukkan batu, kayu, besi, paku dan material lain melibatkan 170 personil gabungan di antaranya polisi, TNI, Dinas Lingkungan Hidup (LH), Dinas Perhubungan, Kehutanan, dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kepala Dinas ESDM Provinsi Jambi, Harry Andria mengatakan, sudah ada Surat Keputusan Gubernur Jambi terkait tambang minyak ilegal, mulai sosialisasi sampai penertiban. Namun, di lokasi tahura, petambang liar diketahui tetap beroperasi kucing-kucingan.
Kepala Dinas LH Kabupaten Batanghari Parlaungan, mengatakan pascaoperasi, sejumlah petambang diketahui beroperasi malam hari pada saat pengamanan minim. Aktivitas itu dapat kembali masif jika tak segera diberantas dan dicarikan solusi ekonomi baru bagi para petambang.