Setelah berhasil menutup tambang ilegal batu sinabar terbesar di Indonesia, Polda Maluku membekuk jaringan bisnis sinabar, mulai dari pemodal, penambang, penadah, hingga oknum aparat keamanan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS - Setelah berhasil menutup tambang ilegal batu sinabar terbesar di Indonesia, Polda Maluku membekuk jaringan bisnis sinabar, mulai dari penambang, penadah, hingga oknum aparat keamanan. Kini, pemodal besar dari bisnis ini tengah diburu.
Bisnis batu sinabar ini begitu menggiurkan karena keuntungannya yang besar. Hal itu juga yang menguatkan dugaan ada pemodal besar yang terus berupaya dengan segala cara, termasuk menyuap aparat, agar tambang di Gunung Tembaga, Pulau Seram, Maluku itu kembali beroperasi. Sinabar adalah bahan berbahaya pembuat merkuri yang digunakan untuk mengolah emas.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan ada nama-nama pemodal ikut disebut. Penyidik sudah menandai beberapa nama. Setelah bukti-bukti rampung, para pemodal besar itu akan segera dijadikan tersangka," kata Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat kepada Kompas di Ambon, Kamis (16/1/2020).
Jaringan yang baru saja diungkap dalam operasi yang digelar sejak pekan lalu itu melibatkan enam orang. Mereka adalah Pendi Wairissa dan istrinya Fatmawaty Kaliky sebagai penadah, Fentje M Pattipelohy (pengemudi pengangkut sinabar), Mandiri (perantara pemilik modal), serta Ahmad Kaliky dan Moksin Palisio (penambang). Mereka telah ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam operasi penangkapan itu, polisi menyita barang bukti berupa 164 kilogram sinabar, mobil angkut, uang tunai dari tersangka Mandiri sebesar Rp 16,7 juta, dan telepon genggam. Sinabar itu menurut rencana akan dijual dengan harga hingga Rp 250.000 per kg.
"Tersangka Mandiri itu melancarkan urusan pemodal besar. Itu yang terus kami kejar," ujar Roem.
Menurutnya, pemodal besar tambang sinabar tersebar di Kota Ambon, Pulau Sulawesi, hingga Pulau Jawa. Lewat kaki tangan di daerah, mereka memberikan modal kepada petambang yang kebanyakan warga di sekitar lokasi tambang.
Modal untuk satu petambang mencapai Rp 50 juta. Hasil tambang lalu dijual dalam bentuk sinabar atau merkuri. Uang hasil penjualan dibagi berdasarkan kesepakatan bersama.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, lokasi tambang batu sinabar yang mulai beroperasi pada 2012 itu merupakan yang terbesar di Indonesia. Jumlah petambangnya lebih dari 5.000 orang.
Di lokasi seluas sekitar 25 hektar itu, terdapat sekitar 500 lubang galian. Satu lubang dapat menghasilkan sekitar 600 kg sinabar setiap bulan. Kandungan merkuri di batu sinabar itu sekitar 80 persen dari bobot batu.
Pada awal penambangan, harga batu sinabar yang dijual Rp 150.000 per kg dan terus meningkat. Harga jual batu sinabar di pasar gelap di akhir 2019 sekitar Rp 250.000 per kg.
Merkuri yang diolah secara ilegal itu kemudian dipasok ke lokasi tambang emas liar di Tanah Air. Sejumlah pengusaha asing bahkan pernah datang ke sana. Diduga ada mineral ikut yang memiliki nilai tinggi (Kompas, 11/1/2020).
Pemodal besar tambang sinabar tersebar di Kota Ambon, Pulau Sulawesi, hingga Pulau Jawa. Lewat kaki tangan di daerah, mereka memberikan modal kepada petambang yang kebanyakan warga di sekitar lokasi tambang. (M Roem Ohoirat)
Langgengnya bisnis tersebut tidak lepas dari dugaan keterlibatan oknum aparat keamanan di sekitar lokasi tambang yang berada di antara Desa Iha dan Desa Luhu, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat.
Pekan lalu, Brigadir Kepala Zaenal Natsir, anggota Polsek Huamual, ditangkap dengan barang bukti 21 kilogram sinabar. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Zaenal sering mengambil untung dari petambang. Ia juga kerap membocorkan rencana penggerebekan aktivitas penambangan.
Roem menambahkan, Kepala Polda Maluku Inspektur Jenderal Royke Lumowa menginstruksikan agar pintu ke luar dari daerah tambang dan sekitarnya dijaga ketat. Diduga, pengiriman sinabar maupun merkuri bakal terus terjadi.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, merkuri dan sinabar diangkut menggunakan perahu motor lalu dijemput dengan kapal khusus di tengah laut. Sebagian lagi diselundupkan melalui pelabuhan resmi.
Sepanjang 2019 lalu, Polsek Kawasan Pelabuhan Yos Sudarso Ambon menggagalkan pengiriman ilegal sebanyak 212 kilogram cairan merkuri dan 89 kilogram sinabar. Diduga masih banyak mekuri dan sinabar yang lolos dari pelabuhan tersebut.
"Intelijen terus diperkuat. Kami juga berharap laporan masyarakat," kata Kapolsek Kawasan Pelabuhan Yos Sudarso Ajun Komisaris Florensius Teddy.
Aktivitas penambangan sinabar secara liar terbesar di Indonesia dan pernah melibatkan warga negara asing itu kini ditutup Polda Maluku. Namun, peneliti logam berat dari Universitas Pattimura Abraham Mawiry berharap, bekas lokasi tambang sinabar dan pengolahan merkuri itu ditata kembali. Hal tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Berada tak jauh dari bibir pantai, limbah pengolahan itu terbawa erosi ke laut. Dikhawatirkan, perairan setempat telah tercemar merkuri. "Merkuri itu bisa direduksi akar mangrove. Itu pentingnya penanaman mangrove untuk rencana jangka panjang. Selain itu, langkah cepat yang bisa dilakukan adalah mengeruk sedimennya," ujarnya. Sejauh ini belum ada penelitian mengenai potensi pencemaran merkuri di kawasan itu.