Sanksi Pemberhentian untuk Wahyu Setiawan, Presiden Diberi Waktu Tujuh Hari
Wahyu Setiawan, komisioner KPU yang ditangkap KPK, dijatuhi sanksi pemberhentian tetap oleh DKPP. Presiden Joko Widodo diberi waktu tujuh hari untuk melaksanakan putusan DKPP tersebut.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
KOMPAS/SHARON PATRICIA
Pelaksana Tugas Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad (tengah) dan dua anggota DKPP, yakni Ida Budhiati (kiri) dan Teguh Prasetyo (kanan), membacakan putusan DKPP untuk perkara nomor 1-PKE-DKPP/I/2020 dengan teradu Wahyu Setiawan di Kantor DKPP, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan. Wahyu terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
”Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sejak putusan ini dibacakan,” kata Pelaksana Tugas Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad saat sidang pembacaan putusan DKPP untuk perkara nomor 1-PKE-DKPP/I/2020 dengan teradu Wahyu Setiawan di Kantor DKPP, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Selain Muhammad, putusan dibacakan bergantian oleh dua anggota DKPP lainnya, yaitu Ida Budhiati dan Teguh Prasetyo.
Hadir pula pihak pengadu, yakni Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan serta dua anggota Bawaslu, yaitu Ratna Dewi Pettalolo dan Rahmat Bagja. Selain itu, pihak terkait juga hadir, yakni Ketua KPU Arief Budiman serta dua anggota KPU, yakni Viryan Aziz dan Hasyim Asyari.
Sementara Wahyu tidak hadir karena setelah ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pekan lalu, dia ditahan di Rumah Tahanan Guntur, Kompleks Pomdam Jaya, Jakarta Selatan. Wahyu ditahan setelah ditetapkan menjadi tersangka penerima suap sebesar Rp 600 juta dalam kasus permohonan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari PDI-P, Riezky Aprilia, dengan Harun Masiku.
Sanksi pemberhentian tetap dijatuhkan setelah DKPP menimbang keterangan dan jawaban para pihak, pihak terkait, bukti dokumen, serta
fakta yang terungkap dalam persidangan.
DKPP berpendapat, sikap dan tindakan Wahyu yang berkomunikasi dan bertemu secara intens dengan utusan dari PDI-P yang mengurus permohonan PAW anggota DPR dari PDI-P merupakan bentuk keberpihakan dan sikap partisan yang melanggar Pasal 6 Ayat (2) Huruf b prinsip mandiri juncto Pasal 8 Huruf a, Huruf b, dan Huruf d Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
”Sikap dan tindakan Wahyu yang berpihak dan bersifat partisan
kepada partai politik tertentu merupakan bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi,” kata anggota DKPP, Ida Budhiati.
Selain itu, Wahyu terbukti melanggar Pasal 8 Huruf a, Huruf b, Huruf c, Huruf d, Huruf g, Huruf h, Huruf i, Huruf j, Huruf l dan Pasal 15 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku.
Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengenakan rompi tahanan saat keluar dari Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/1/2020) dini hari, untuk kemudian ditahan. Wahyu ditahan setelah ditetapkan menjadi tersangka penerima suap dalam kasus permohonan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari PDI-P, Riezky Aprilia, dengan Harun Masiku.
Putusan itu salah satunya didasarkan pada kesaksian Wahyu saat diperiksa oleh DKPP, Rabu (15/1/2020). Wahyu membenarkan telah berkomunikasi baik dengan sarana telekomunikasi maupun bertemu langsung dengan Agustiani Tio Fridelina dan Saeful sebagai utusan PDI-P dan Doni, pengacara yang aktif mengurus proses PAW. Pertemuan dilakukan di kantor KPU dan juga di luar kantor KPU.
Tak hanya itu, dalam setiap komunikasi yang dilakukan, Wahyu terkesan menjanjikan dapat memenuhi permintaan PDI-P dengan menggunakan diksi, ”Siap, saya usahakan” dan ”Siap, saya mainkan”.
Dari rangkaian pertemuan dan komunikasi itu pun, DKPP berpendapat ada itikad buruk dari Wahyu menyalahgunakan wewenang untuk mendapatkan keuntungan pribadi atas nama jabatan. Ini karena rangkaian pertemuan dan komunikasi untuk memuluskan proses PAW yang tak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tersangka komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengenakan rompi tahanan dan diborgol saat menjalani pemeriksaan perdana di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/1/2020).
Selain itu, Pasal 8 Huruf l Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku sudah menegaskan, komisioner KPU harus menghindari pertemuan yang dapat menimbulkan kesan publik adanya pemihakan terhadap peserta pemilu tertentu.
Ketentuan tersebut lebih lanjut diterjemahkan dalam Pasal 75 Ayat (1) Huruf g Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum yang menegaskan larangan melakukan pertemuan dengan peserta pemilu, tim kampanye, di luar kantor KPU atau di luar kegiatan kedinasan.
Wahyu bisa saja melakukan pertemuan dengan peserta pemilu di luar kantor, tetapi pertemuan itu dilaporkan kepada Ketua KPU dan anggota lainnya. Namun, dalam kasus Wahyu, ketua dan anggota lainnya tidak mengingatkan bahwa tindakan Wahyu telah melanggar. Ketua dan anggota KPU terkesan melakukan pembiaran tanpa berusaha mencegah pertemuan Wahyu tersebut.
Oleh karena itu, dalam putusannya, DKPP sekaligus mengingatkan ketua dan anggota KPU lainnya untuk mengefektifkan sistem pengendalian internal.
Selain menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap, DKPP memerintahkan Bawaslu untuk mengawasi pelaksanaan putusan tersebut.
Hal lain, Presiden diminta untuk melaksanakan putusan DKPP tersebut paling lambat tujuh hari sejak putusan dibacakan.
Pasal 37 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan, pemberhentian anggota KPU dilakukan oleh Presiden. Sebagai penggantinya adalah calon anggota KPU urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh DPR. Dalam hal ini, posisi tersebut diduduki oleh I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi yang pada pemilihan anggota KPU tahun 2017 mendapatkan 21 suara. Saat ini, Wiarsa menjabat anggota Bawaslu Bali.
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Ida Budhiati, di Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Seusai sidang, Ida Budhiati mengatakan, DKPP akan langsung mengirimkan surat putusan kepada Presiden Joko Widodo.
Berkaca pada kejadian Wahyu Setiawan, Ida mengingatkan, perlu ada sistem pengendalian internal sebagai sarana kontrol bagi setiap anggota antara satu dan yang lain. Misalnya, cara penyelenggara pemilu menerima tamu, khususnya peserta pemilu, untuk tetap menunjukkan kemandirian para anggota KPU.
”Kalau menerima tamu tidak bisa sendiri, tetapi memberitahukan pada kolega lain, setidaknya mengajak sekretariat untuk duduk ikut mendengarkan apa yang sedang dibicarakan. Cara ini bisa menghindari penyelenggara pemilu atas tuduhan yang negatif atau kecurigaan keberpihakan sekurang-kurangnya pada penyelenggara pemilu,” kata Ida.