Cinta Terlarang Berbalut Dendam Itu Berujung Maut
Cinta terlarang di tengah rumah tangga hakim Pengadilan Negeri Medan, Jamaluddin (55), berujung maut. Jamaluddin tewas di tangan istrinya, tersangka Zuraida Hanum (41), yang lama memendam emosi karena merasa dikhianati.
Cinta terlarang di tengah rumah tangga hakim Pengadilan Negeri Medan, Jamaluddin (55), berujung maut. Jamaluddin meninggal di tangan istrinya, tersangka Zuraida Hanum (41), yang lama memendam emosi karena merasa dikhianati.
Delapan tahun hidup bersama, Zuraida menyimpan dendam. Dia mengatakan, suaminya selingkuh sejak awal pernikahan. Kekesalan itu memuncak saat bertemu dan dekat dengan Jefri Pratama (42), tersangka lainnya. Dia nekat menyusun rencana pembunuhan bersama Jefri dan Reza Fahlevi (29). Eksekusinya terbilang sangat rapi meski pada akhirnya kejahatan, sekali lagi, tidak pernah benar-benar sempurna.
Jejak komunikasi Zuraida dengan Jefri membuka misteri pembunuhan setelah 40 hari penyelidikan Polda Sumatera Utara. Jefri tidak lain adalah selingkuhan Zuraida. Mereka berencana menikah setelah membunuh Jamaluddin. Sementara Jefri dan Reza adalah kakak beradik, satu ayah beda ibu.
Penyelidikan kasus pembunuhan itu dimulai saat penemuan jenazah Jamaluddin di dalam mobilnya di perkebunan sawit yang curam di Desa Suka Dame, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang, Jumat (29/11/2019). Mobil Toyota Land Cruiser Prado bernomor polisi BK 77 HD rusak di bagian depan seperti kecelakaan karena menabrak pohon sawit.
Akan tetapi, kecurigaan muncul karena jenazah Jamaluddin telentang di lantai baris kedua mobil dengan posisi menghadap ke depan. Ia mengenakan pakaian olahraga bertuliskan PN-Medan. Dua hari kemudian, polisi menyimpulkan Jamaluddin mati dibunuh.
”Kami menduga Jamaluddin dibunuh orang dekat,” kata Kepala Polda Sumut ketika itu, Inspektur Jenderal (sekarang Komisaris Jenderal) Agus Andrianto, Minggu (1/12/2019).
Baca juga: Istri Hakim Jamaluddin Otak Pembunuhan Berencana
Polda Sumut bersama Kepolisian Resor Kota Besar Medan pun mulai mendalami kasus tersebut. Lebih dari 50 orang diperiksa. Mulai dari keluarga, rekan kerja, tetangga, hingga saksi mata yang menemukan jenazah di lapangan.
Akan tetapi, penyelidikan tidak serta-merta menemukan titik terang. Hasil otopsi menunjukkan, tidak ada tanda kekerasan. Dari pemeriksaan juga tidak ditemukan racun di lambung korban. Jamaluddin diduga mati lemas, tetapi polisi belum bisa menyimpulkan dengan cara seperti apa Jamaluddin dibunuh.
Di tengah proses penyelidikan, Kapolda Sumut berganti dari Agus menjadi Inspektur Jenderal Martuani Sormin. Kepala Polrestabes Medan juga berganti dari Komisaris Besar—sekarang Brigadir Jenderal (Pol)—Dadang Hartanto menjadi Komisaris Besar Jhonny Edison Isir.
Sejak awal menjabat, Martuani mengatakan, pengungkapan kasus pembunuhan hakim menjadi salah satu perhatiannya. Menurut dia, penyelidikan dilakukan dengan sangat hati-hati dengan mengedepankan asas praduga tidak bersalah.
Titik terang
Martuani mengatakan, sejak awal pemeriksaan, para penyidik sudah mencurigai Zuraida. Penyidik tidak terkecoh meski saat pemakaman suaminya, ia berulang kali menangis histeris dan pingsan.
Kepada penyidik, Zuraida menyebut suaminya berangkat dari rumah pada Jumat pukul 05.00 untuk menjemput seorang teman di Bandara Kualanamu, sebelum ditemukan meninggal pada Jumat siang. Penyidik pun sempat terkecoh karena seorang hakim mengaku masih melihat Jamaluddin datang ke kantor sekitar pukul 07.00. Namun, pemeriksaan kamera pengawas (CCTV) menunjukkan Jamaluddin tidak ke kantor pada hari dia ditemukan meninggal.
Polisi pun merasa janggal karena Jamaluddin memakai baju olahraga. Setiap Jumat, hakim di PN Medan memang biasanya memakai baju olahraga. Namun, jadwal olahraga ditiadakan pada Jumat itu karena ada sosialisasi e-litigasi.
Titik terang kasus itu terungkap setelah Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri memeriksa secara mendalam sinyal alat komunikasi di rumah Jamaluddin dan sekitarnya saat kejadian pembunuhan. ”Para pelaku menggunakan alat komunikasi yang tidak biasa, tetapi dengan bantuan direktorat siber, penyidik membongkar komunikasi mereka,” kata Martuani.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut Komisaris Besar Andi Rian mengatakan, pelaku membeli dua telepon seluler bekas dan dua kartu sim yang sudah terdaftar. Dua telepon itu pun langsung dibuang setelah pembunuhan. Setelah mendapat informasi tentang komunikasi mereka, polisi pun langsung menetapkan Zuraida, Jefri, dan Reza sebagai tersangka, Rabu (8/1/2020).
Sejak awal pemeriksaan, para penyidik sudah mencurigai Zuraida. Penyidik tidak terkecoh meski saat pemakaman suaminya, ia berulang kali menangis histeris dan pingsan. (Martuani Sormin)
Rekonstruksi
Proses rekonstruksi perencanaan pembunuhan, Senin (13/1/2020), pun mengungkap motif pembunuhan yang dilakukan Zuraida. Dalam rekonstruksi di sebuah kafe di Jalan Ringroad, Zuraida memerankan ketika bertemu dengan Jefri pada awal November.
Kepada Jefri, Zuraida yang merupakan istri kedua korban menceritakan penderitaannya sejak menikah dengan Jamaluddin pada 2011. ”Saya lagi hamil pun dia bawa perempuan ke rumah. Saya sudah mengadu ke keluarga, kakak kandungnya, dan adiknya, tetapi mereka tidak berdaya,” katanya.
Zuraida pun mengatakan, ia tidak berani menceraikan suaminya karena Jamaluddin menyebut jangan coba-coba meminta cerai karena malu sebagai hakim kalau bercerai sampai dua kali. ”Sementara dia terus menyakiti saya dengan perempuan-perempuannya,” ujarnya.
Jefri mengatakan, ia menyarankan agar Zuraida menggugat cerai suaminya. ”Namun, Zuraida mengaku tidak bisa bercerai karena takut ibunya bisa meninggal jika tahu ia bercerai,” ucapnya.
Reka ulang lainnya adalah pertemuan ketiga pelaku untuk pertama kali di sebuah kafe di Jalan Ngumban Surbakti, Senin (25/11/2019). Mereka merencanakan detail pembunuhan di tempat itu.
”Dik, Kak Hanum (Zuraida) ada masalah sama suaminya. Dia mau agar suaminya dibunuh,” kata penyidik kepolisian membacakan dialog antara Jefri dan Reza.
Penyidik mengatakan, Zuraida menyampaikan rencana pernikahannya dengan Jefri dan menjanjikan uang Rp 100 juta kepada Reza. Zuraida juga berjanji membiayai ibadah umrah Jefri, Reza, ibu dari Reza, dan Zuraida sendiri.
Zuraida juga menyampaikan detail rencana pembunuhan. Ia akan menjemput Jefri dan Reza pada Kamis (28/11/2019) setelah maghrib. Keduanya pun akan masuk ke rumah Jamaluddin dan menunggu di lantai tiga.
Mereka diminta turun ke kamar Jamaluddin setelah dihubungi menggunakan ponsel yang sudah disiapkan. Zuraida menyebut tidak mengunci pintu kamar dan menyiapkan kain seprai di atas tempat tidur.
”Nanti satu orang membekap pakai kain, satu orang lagi pegang tangan dan badan, dan nanti aku menahan kakinya. Kita buat seakan-akan mati karena sakit jantung,” kata penyidik membacakan pembicaraan Zuraida.
Baca juga: Ibu, Anak, dan Dua Orang Bayaran Terlibat Pembunuhan
Karena sakit jantung
Saat pembunuhan itu, anak perempuan Jamaluddin dan Zuraida yang baru berusia tujuh tahun berada di tempat tidur tersebut. ”Ia sempat terbangun, tetapi Zuraida berusaha menidurkannya lagi,” kata Andi.
Jefri dan Reza pun kembali ke lantai tiga. Rencana mereka untuk membuat Jamaluddin seakan mati karena sakit jantung dibatalkan. Pada pukul 05.00, mereka memakaikan baju olahraga Jamaluddin dan mengangkatnya ke dalam mobil. Jefri dan Reza membuangnya ke Kutalimbaru.
Psikolog Irna Minauli, Direktur Minauli Consulting, mengatakan, kasus seorang istri yang melampiaskan dendamnya dengan membunuh suami merupakan kasus langka. ”Pembunuhan ini membutuhkan nyali besar dan dukungan dari orang dekatnya,” katanya.
Menurut Irna, sebagai istri kedua, Zuraida cenderung memiliki perasaan tidak aman dalam kehidupan perkawinannya. Selain dihantui kehadiran istri sebelumnya, istri kedua dan seterusnya juga dibayang-bayangi kekhawatiran bahwa suaminya akan mencari perempuan lain.
”Perasaan tidak aman ini sering membuat istri kedua lebih pencemburu dan posesif,” ujarnya.
Kini, hanya diam dan air mata yang tersisa dari Zuraida. Dua tersangka lainnya pun lebih kerap berwajah murung dengan lidah kelu. Kesal, cinta, dan dendam itu sekarang terasa pilu dan sangat menghancurkan hati nurani manusia.