Pengikut Keraton Agung Sejagat Ditarik Iuran hingga Puluhan Juta Rupiah
Kepolisian Daerah Jawa Tengah menetapkan Toto Santoso (42) dan Fanni Aminadia (41) sebagai tersangka dugaan penipuan lewat Keraton Agung Sejagat di Purworejo. Pengikutnya diminta membayar hingga puluhan juta rupiah.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Kepolisian Daerah Jawa Tengah menetapkan Toto Santoso (42) dan Fanni Aminadia (41) sebagai tersangka dalam kasus dugaan penipuan lewat Keraton Agung Sejagat atau KAS di Kabupaten Purworejo. Ratusan pengikutnya diketahui dimintai iuran Rp 3 juta-Rp 30 juta.
Kepala Polda Jateng Inspektur Jenderal Rycko Amelza Dahniel, dalam pengungkapan kasus itu di Mapolda Jateng, Kota Semarang, Rabu (15/1/2020), mengatakan, Toto mengaku menerima wangsit dari leluhur untuk melanjutkan Kerajaan Mataram. Ia lalu berusaha membuat masyarakat percaya.
Toto dan Fanni lalu melengkapi diri dengan properti seperti seragam pakaian dan sejumlah kartu identitas demi meyakinkan masyarakat. “Pengikut diwajibkan membayar iuran hingga puluhan juta rupiah. Para pengikut dijanjikan terbebas dan malapetaka. Sebaliknya, jika tak mengakui, mendapat bencana,” kata Rycko.
Rycko menjelaskan, kegiatan yang dilakukan KAS, di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Purworejo, sudah tiga kali dilakukan. Pertama yakni deklarasi kerajaan pada 29 Desember 2019, lalu kirab budaya pada 10 Januari 2020, lalu dua hari kemudian dilaksanakan sidang keraton.
Guna mengungkap kasus itu, lanjut Rycko, pihaknya membentuk tim. “Ini untuk menilai dari berbagai aspek. Selain yuridis yang merupakan bidang kami, juga filosofis, historis, sosiologis, dan psikologis. Saya sudah menelepon Rektor Universitas Diponegoro, yang kemudian menugasi tiga guru besarnya untuk menilai ini,” katanya.
Menurut Rycko, pihaknya sudah menemukan sejumlah bukti permulaan yang cukup, sehingga status penyelidikan telah ditingkatkan menjadi penyidikan pada Selasa (14/1). Saat itu juga, Toto dan Fanni, sebagai raja dan permaisuri kerajaan, ditetapkan sebagai tersangka. Adapun Toto ber-KTP Jakarta, sedangkan Fanni ber-KTP Yogyakarta.
Ia menambahkan, Polda Jateng akan terus mendalami kasus ini. “Dengan adanya pengungkapan ini, kami harap masalah ini menjadi jelas di masyarakat. Ini bukan fenomena budaya, tetapi kriminal. Dengan demikian, kami harapkan, korban tidak bertambah lagi,” kata Rycko.
Dengan modus penyebaran berita bohong yang dapat membuat keonaran di masyarakat atau tindak pidana penipuan, para tersangka terancam dijerat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 378 KUHP. Ancaman hukuman yakni penjara maksimal 10 tahun dan atau 4 tahun.
Sejumlah barang bukti yang diamankan polisi dalam kasus itu antara lain, sejumlah bendera dan seragam kerajaan, pataka, tombak, buku tabungan, printer, foto-foto, laptop, dan airsoft gun. Barang-barang tersebut digunakan oleh para tersangka dalam praktik pendirian kerajaan KAS.
Saat ini, Toto dan Fanni ditahan sementara di Mapolda Jateng. “Dalam 1x24 jam kami akan tentukan apakah akan ditahan atau tidak. Namun, dari bukti yang kami temukan, adanya motif untuk menarik dana dari masyarakat. Mereka menawarkan harapan, sebuah ideologi, sehingga orang tertarik, dengan membayar iuran,” kata Rycko.
Kepala Bidang Humas Polda Jateng, Komisaris Besar Iskandar Fitriana Sutisna, menambahkan, KAS memiliki struktur yang dijabat sejenis menteri, gubernur, dan lurah. Jabatan-jabatan tersebut yang ditawarkan kepada para pengikut KAS. Untuk mendapat posisi itu, mereka harus membayar.
Iskandar menambahkan, pihaknya terus mendalami terkait potensi membuat negara baru atau membuat sesuatu yang dapat memecah belah bangsa. “Namun, untuk sementara, yang bersangkutan masih mengakui negara Indonesia,” kata dia.
Adapun pengikut KAS diketahui telah mencapai sekitar 450 orang, dengan berbagai latar belakang. Dari informasi yang diterimanya, lanjut Iskandar, tersangka pernah hendak mendirikan kerajaan di Yogyakarta. Namun, ditolak masyarakat sehingga kemudian bergeser ke Purworejo.