Pemerintah berencana mengubah skema subsidi elpiji dari harga barang menjadi langsung ke masyarakat yang berhak mulai pertengahan tahun ini. Harapannya, penyaluran subsidi negara bisa lebih tepat sasaran.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyiapkan langkah menertibkan subsidi elpiji 3 kilogram mulai pertengahan tahun ini. Subsidi tidak lagi diberikan pada harga barang, tetapi langsung kepada masyarakat yang berhak menerima subsidi. Dengan demikian, harga jual elpiji 3 kilogram akan disesuaikan dengan harga pasar.
Upaya tersebut dilatarbelakangi penjualan elpiji 3 kilogram bersubsidi yang bebas di pasaran. Akibatnya, elpiji yang seharusnya untuk masyarakat miskin, dibeli oleh masyarakat yang mampu secara ekonomi. Selain itu, praktik pengoplosan elpiji bersubsidi dengan elpiji nonsubsidi akibat selisih harga yang berbeda juga kerap ditemukan di lapangan.
”Target kami pada semester II-2020 sudah mulai diterapkan. Subsidi elpiji 3 kilogram tak lagi pada barang, tetapi kepada masyarakat langsung yang berhak menerima subsidi,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto, Selasa (14/1/2020), di Jakarta.
Dengan model tersebut, elpiji 3 kilogram tak lagi dijual dengan harga subsidi, tetapi dengan harga pasar. Harga subsidi elpiji 3 kilogram saat ini adalah Rp 16.000 per tabung sampai Rp 20.000 per tabung. Dengan asumsi harga elpiji nonsubsidi Rp 12.500 per kilogram, maka harga jual elpiji 3 kilogram diperkirakan sekitar Rp 40.000 per tabung.
Djoko menambahkan, pihaknya akan bekerja sama dengan instansi lain, yaitu Kementerian Sosial, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Keuangan untuk skema pemberian subsidi langsung. Salah satu caranya adalah dengan penggunaan kode khusus lewat telepon pintar. Data penerima subsidi akan tercantum saat membeli elpiji 3 kilogram.
”Apabila datanya sesuai, mereka diperbolehkan membeli elpiji bersubsidi. Selain itu, tentu akan diberi batasan berapa banyak tabung per bulan yang diperbolehkan dibeli dengan harga subsidi. Semua masih perlu dikaji,” ucap Djoko.
Dengan penertiban itu, potensi penghematan subsidi diperkirakan mencapai 30 persen dari total subsidi elpiji setahun.
Pemerintah akan menggunakan data masyarakat penerima subsidi dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Sejauh ini ada tiga kategori masyarakat miskin dengan jumlah yang berbeda-beda. Menurut Djoko, kisarannya ada di angka 15 juta jiwa sampai 25 juta jiwa. Belum ada keputusan mengenai berapa jumlah masyarakat yang berhak menerima subsidi elpiji.
Hemat anggaran
Berdasarkan perhitungan pemerintah, potensi penghematan subsidi diperkirakan 30 persen dari total nilai subsidi elpiji dalam setahun. Penghematan itu akan terjadi jika pengendalian subsidi elpiji mulai diterapkan sejak Januari 2020. Dengan alokasi subsidi Rp 50,6 triliun tahun ini, penghematan subsidi bisa mencapai Rp 15 triliun dalam setahun.
Ketua Dewan Penasihat Indonesian Energy and Environmental Institute Satya Widya Yudha mendukung langkah pemerintah mengalihkan subsidi pada barang ke masyarakat langsung. Dengan demikian, dua macam harga pada satu komoditas bisa dihindarkan. Pasalnya, selama terdapat dua macam harga untuk satu komoditas akan menimbulkan praktik penyelewengan, seperti pengoplosan gas.
”Selain itu, untuk mengendalikan subsidi elpiji, pemerintah perlu menggalakkan pemanfaatan jaringan gas untuk rumah tangga. Sebab, gasnya tidak perlu diimpor sehingga harganya lebih murah ketimbang harga elpiji yang sebagian besar diimpor,” kata Satya.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) pernah melakukan uji pasar penjualan elpiji 3 kilogram nonsubsidi. Dengan nama pasar Bright Gas 3 kilogram, Pertamina menjual 5.000 tabung di wilayah Jakarta dan Surabaya pada akhir 2017. Selama masa uji coba tersebut, harga per tabung elpiji 3 kilogram nonsubsidi adalah Rp 39.000. Alasan Pertamina waktu itu adalah untuk memberikan banyak pilihan kepada konsumen gas nonsubsidi.