Rakernas PDI-P Rekomendasikan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup
Sistem pemilu kembali menjadi isu penting. Rapat Kerja Nasional Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan merekomendasikan sistem pemilu proporsional tertutup sebagai satu dari sembilan butir rekomendasi yang dihasilkan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rapat Kerja Nasional Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berakhir Minggu (12/1/2020). Rakernas menghasilkan sembilan poin rekomendasi eksternal. Salah satu poin rekomendasi yang dihasilkan adalah mengembalikan sistem pemilihan umum dari sistem proporsional terbuka ke sistem proporsional tertutup.
Poin rekomendasi itu tercantum sebagai poin rekomendasi kelima dari sembilan poin rekomendasi. Fraksi PDI-P di DPR diinstruksikan untuk memperjuangkan perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
”Kami rekomendasikan terkait sikap kami mendukung pemilu legislatif ke depan itu proporsional tertutup,” ujar Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI-P, seusai penutupan rakernas di Jakarta.
Apabila rekomendasi itu terwujud, nantinya masyarakat atau pemilih hanya akan mencoblos gambar partai dalam pemilihan umum legislatif (pileg). Pileg di Indonesia sejak 2009 menggunakan sistem proporsional terbuka. Sistem proporsional terbuka masih dianut dalam pemilu legislatif 2019, sebagaimana tercantum dalam Pasal 168 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Adapun sistem proporsional tertutup mensyaratkan akumulasi suara partai dalam satu daerah pemilihan, lalu dibagi angka minimal untuk memperoleh satu kursi. Akumulasi kursi yang diperoleh akan dibagi berdasarkan nomor urut caleg yang ditentukan partai politik. Sistem proporsional tertutup pernah diterapkan Indonesia pada Pemilu 2004.
Wacana untuk mengembalikan sistem pemilu itu kembali mengemuka beberapa waktu belakangan. Sebelumnya, dukungan mengembalikan sistem pemilu menjadi proporsional terbuka disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani. Arsul mempertimbangkan secara serius kemungkinan perubahan pemilu legislatif dari sistem proporsional terbuka menjadi tertutup.
Menurut Arsul, sejak sistem proporsional terbuka diterapkan, praktik politik uang marak dan makin tidak terkendali. Kondisi itu, lanjutnya, terjadi pada Pemilu Legislatif 2019.
Pertarungan caleg tidak hanya terjadi antarpartai, tapi juga antarcaleg internal partai. Oleh sebab itu, Arsul berpendapat, sudah saatnya Pemilu 2024 kembali ke sistem proporsional tertutup dengan mekanisme tertentu. ”Namun, jika perubahan sistem ini akan diadopsi, perlu mekanisme perekrutan caleg yang jelas diatur dalam udang-undang sehingga tidak terjadi oligarki pimpinan partai dalam pencalegan,” kata Arsul.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya berpendapat, sistem proporsional tertutup positif untuk menguatkan peran partai atau sistem kepartaian. Namun, harus ada syarat bahwa pencalonan penyusunan daftar caleg di partai dilakukan secara transparan dan harus melalui seleksi ketat di internal partai serta bisa dipertanggungjawabkan kepada konstituen. ”Kalau tidak, ini akan berbahaya karena kita melegalisasi kartel dan oligarki partai,” katanya.