Pedagang Menolak Konsep Revitalisasi Pasar Bantargebang
Pedagang merasa tidak diajak bicara mengenai konsep revitalisasi Pasar Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. Mereka menolak konsep itu karena belum yakin nasib mereka masih bisa berdagang di sana atau tidak.
Oleh
Stefanus Ato
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Pedagang Pasar Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, menolak rencana revitalisasi pasar yang akan dilakukan Pemerintah Kota Bekasi. Mereka tidak yakin revitalisasi menjamin pedagang tetap berjualan di sana. Sebagian dari mereka menduga proyek ini adalah upaya mengusir pedagang dari pasar.
Pedagang merasa tidak pernah diajak berdialog dengan unit pengelola pasar mengenai konsep revitalisasi. Pedagang khawatir mereka justru akan kehilangan lapak jualan setelah pasar direvitalisasi.
"Kami tidak pernah diundang atau diajak diskusi. Dua bulan lalu, hanya ada surat pemberitahuan pertama kemudian diikuti surat pemberitahuan kedua. Kemarin keluar lagi surat pemberitahuan ketiga yang isinya meminta kami mengosongkan tempat ini," kata Soni (50), salah satu pedagang Pasar Bantargebang, Senin (13/1/2020), di Bantargebang, Kota Bekasi.
Kondisi Pasar Bantargebang yang akan direvitalisasi itu berlantai tiga. Beberapa jalan atau tangga ke lantai dua dan tiga tampak kotor dan berbau karena sampah dibiarkan berserakan.
Di lantai tiga, terdapat berbagai blok-blok yang dibangun dari tripleks dan masih baru karena baru selesai di cat. Di lantai itu belum ada pedagang yang berjualan di sana. Di beberapa sudut pasar itu juga terdapat poster yang ditempel yang berisi tulisan permohon restu dari pedagang agar pasar itu direvitalisasi.
Ketua Persatuan Pedagang Pasar Bantargebang (P3B), Mulya, menambahkan, Pasar Bantargebang sudah berusia 20 tahun. Kondisi pasar kini mulai kotor dan sebagian bangunannya sudah tidak layak sehingga dinilai perlu untuk direvitalisasi. "Cuma yang kami permasalahkan sekarang ini revitalisasi atau renovasi. Kalau revitalisasi seharusnya dibongkar habis. Tetapi kenapa ada penampungan di atas (lantai tiga)," katanya.
Ia menjelaskan, pihak pengelola pasar berencana memindahkan pedagang ke lantai paling atas atau lantai tiga selama revitalisasi berlangsung. Pedagang juga diminta membayar uang muka jika masih ingin mendapat lapak dagang di lokasi yang direvitalisasi.
Secara keseluruhan, agar pedagang bisa kembali berjualan di sana, pedagang harus membayar Rp 26 juta per meter. Adapun untuk pedagang baru Rp 35 juta per meter. Biaya sewa itu berlaku selama 20 tahun. "Ini artinya ada indikasi untuk memasukan orang baru yang sanggup bayar, karena kami mungkin tidak akan sanggup bayar karena terlalu tinggi," katanya.
Segera dipertemukan
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi Choiruman J Putro menilai penolakan pedagang itu merupakan bentuk aspirasi mereka karena belum ada kesepakatan terkait harga kios yang ditetapkan pihak pengembang. DPRD Kota Bekasi segera mempertemukan kedua pihak untuk bermusyawarah dan mencari solusi.
"Selanjutnya revitalisasi dituntut agar benar-benar dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tentu dengan mempertimbangkan kepentingan kedua belah pihak," kata Choiruman.
Pemanggilan kedua belah pihak itu bertujuan mendengar penjelasan dari pihak-pihak terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bekasi, pengembang, dan P3B. Tujuannya untuk mengetahui prosedur yang selama ini dijalankan sebelum akhirnya polemik itu muncul.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bekasi, Kariman, saat dihubungi Kompas, melalui sambungan telefon seluler atau pun pesan singkat hingga pukul 19.30 tidak merespons. Hal serupa juga terjadi dengan Kepala Bidang Pasar Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bekasi Rommi Payan.