Cuaca buruk membuat aktivitas pelayaran ditutup. Hal itu terjadi di Sultra dan NTT. Di Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, sebuah kapal tenggelam akibat kebocoran.
KENDARI, KOMPAS Cuaca buruk berupa gelombang laut setinggi 3 meter dan kecepatan angin hingga 25 knot membuat seluruh aktivitas pelayaran di wilayah Kolaka, Sulawesi Tenggara, dihentikan. Cuaca buruk masih mengintai hingga beberapa hari ke depan. Kepala Syahbandar Otoritas Pelabuhan Kelas II Kolaka Muhammad Hasfar menjelaskan, setelah berkoordinasi dengan sejumlah instansi, pihaknya menghentikan aktivitas pelayaran di perairan Kolaka.
”Selain melihat peringatan dari BMKG, kami memantau kondisi gelombang dan angin di sekitar perairan. Di pesisir, tinggi gelombang lebih dari 1 meter. Angin kencang merobohkan pohon. Karena itu, kami memutuskan menghentikan aktivitas pelayaran, seperti feri dan tongkang,” kata Hasfar yang dihubungi dari Kendari, Minggu (12/1/2020).
Dua feri yang sedianya berangkat menuju Bajoe, Bone, Sulawesi Selatan, Minggu malam, diputuskan tidak berlayar. Tiga feri dari Bajoe menuju Kolaka juga diputuskan tidak berangkat. Menurut Hasfar, pihaknya tidak memberikan surat perintah berlayar untuk semua jenis kapal untuk menghindari kecelakaan laut. ”Kami mengimbau nelayan tak melaut dulu. Kami memantau terus cuaca, apakah pelayaran bisa dibuka kembali besok atau belum. Kami utamakan keselamatan pelayaran,” ujarnya.
Zainal (32), warga Kolaka, mengatakan, angin kencang dan gelombang tinggi terjadi sejak Minggu pagi. Ia terpaksa membatalkan rencana memancing dan liburan akhir pekan. Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Kelas II Kendari Ramlan mengatakan, kecepatan angin di wilayah Sultra bisa mencapai 25 knot (46,3 kilometer per jam). Cuaca buruk diprediksi berlangsung hingga Februari.
Cuaca buruk menyebabkan puluhan warga kepulauan di Nusa Tenggara Timur tertahan di Kupang setelah merayakan Natal dan Tahun Baru bersama keluarga. Sejak 25 Desember sampai Minggu, semua feri tak beroperasi. Tiket pesawat antarpulau di NTT pun naik. Umumnya yang tertahan adalah yang datang menggunakan sepeda motor atau mobil. Sementara yang tak membawa kendaraan bisa pulang menggunakan pesawat.
Warga Kupang, Dominggus, Minggu, mengatakan, tiga kerabatnya, warga Sikka, tertahan di Kupang. Setiap hari mereka mengecek jadwal keberangkatan feri dan kapal Pelni. Warga Rote, Maksi Anin (46), mengatakan, sejak 15 Desember 2019, dia di Kota Kupang. Maksi mengunjungi anak dan saudaranya untuk merayakan Natal dan Tahun Baru.
”Kami naik KM Awu hendak pulang ke Rote, 8 Januari 2020. Memasuki perairan Selat Pukuafu, kapal dihadang gelombang setinggi 6 meter. Kapal pun kembali ke Kupang,” ujarnya. Sementara penerbangan ke Rote dalam dua hari terakhir batal karena cuaca buruk.
Manajer Operasi PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Kupang Hermin Welkis mengatakan, sesuai informasi BMKG Kupang, sampai 15 Januari 2020, perairan NTT belum bisa dilalui feri, kecuali kapal Pelni. Itu pun hanya bisa melalui perairan Laut Sawu, dan Laut Flores.
Tenggelam di Belitung
Kapal Motor EL No 2 berlayar dari Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, tujuan Pontianak, Kalimantan Barat, dilaporkan tenggelam di perairan Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, Minggu pukul 02.00. Dugaan sementara, kapal tenggelam akibat kebocoran di bagian depan kapal. Sebanyak 14 awak kapal naik sekoci dan pukul 04.00 dievakuasi KM Tetap Jaya.
Menurut Komandan Pos SAR Belitung Rahmatullah Hasim, kapal berlayar dari Sunda Kelapa, Sabtu malam. Kapal mengangkut material bangunan, seperti semen, besi, dan pasir.
Di tengah perjalanan, kapal bocor. Hal ini membuat air laut masuk ke kapal dengan cepat. Kondisi itu diperparah cuaca buruk di perairan, ombak mencapai 2 meter. ”Dalam waktu satu jam, kapal tenggelam,” ujar Hasim. (JAL/KOR/RAM)