Semesta bak tersenyum dan menyambut hangat siapa pun yang datang ke Tondok Bakaru. Eloknya panorama alam, hamparan sawah dan pegunungan, pesona anggrek, serta keramahan penduduk, seolah membuat segala persoalan sirna.
Oleh
RENY SRI AYU
·5 menit baca
Serombongan pelajar SMA Negeri 1 Sumarorong, Mamasa, melepas penat di hutan pinus di ujung perkampungan di Tondok Bakaru, Kecamatan Mamasa, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, pertengahan Desember lalu. Mereka duduk santai di tepi hutan pinus dan menempati beberapa area yang sudah disiapkan untuk bersantai.
Dari tempat mereka duduk, hamparan sawah menghijau tampak sejauh mata memandang. Hamparan pegunungan Mambu Lilin dan Gandang Dewata melengkapi keindahan panorama alam di sana. Udara sangat segar, hampir tanpa polusi. Gumpalan awan seputih kapas menutup puncak gunung. Menjelang sore, kabut membuat pegunungan ini berwarna kelabu dan menyisakan siluet. Tapi saat senja, kabut perlahan hilang dan matahari bulat jingga dengan jelas terlihat turun di balik gunung.
”Tadi pulang sekolah kami sepakat ke sini. Lumayan menghilangkan penat setelah ujian. Biasanya kalau lagi banyak tugas sekolah, kami bahkan ke sini dan mengerjakan bersama teman-teman. Jadi lebih santai dan tanpa beban,” kata Vanes Owen Toding (16), salah satu siswa.
Di hutan pinus tersebut terdapat beberapa area duduk bersantai. Area ini berupa tempat serupa panggung kecil di antara pepohonan tinggi. Terbuat dari kayu dan bambu serta dilengkapi titian. Tak hanya menjadi tempat duduk menikmati panorama, tapi juga menjadi spot mengabdikan foto-foto menarik.
”Di sini mata dipuaskan dengan pemandangan yang indah, suasana yang santai, udara sejuk, juga dilengkapi spot foto. Kita bisa mendapatkan hasil foto yang instagramable. Sekarang kan jalan-jalan juga butuh foto-foto bagus untuk postingan di medsos,” kata Regina Rona (16), siswa lainnya.
Cukup lama rombongan pelajar ini menikmati suasana hutan pinus. Mereka menikmati minuman dan camilan sembari terus bercanda dan mengabadikan gambar. Sebagian benar-benar hanya duduk menikmati suasana.
Bermula dari anggrek
Tiga tahun terakhir, Tondok Bakaru menjadi tujuan wisata bagi warga lokal ataupun wisatawan luar Mamasa. Bahkan wisatawan mancanegara juga mulai berkunjung walau belum seramai Toraja, tetangga Mamasa.
Geliat pariwisata di Tondok Bakaru sebenarnya dimulai dari anggrek. Kawasan hutan dan perkampungan memang menjadi tempat tumbuh anggrek liar. Jenisnya ada sekitar 400. Bahkan pohon mangga atau jenis pepohonan lain di halaman warga juga menjadi tempat tumbuh anggrek. Semula warga tak peduli. Anggrek dianggap tanaman jenis rumput, bahkan sebagian menganggap hama.
Sejumlah warga iseng memotret anggrek ini dan mengunggah di media sosial. Dimulai dari Andarias Sambo Karaeng (40), lalu diikuti sejumlah warga lain. Postingan-nya di Facebook ditanggapi banyak orang. Sejumlah kolektor bahkan menawar.
”Lalu saya iseng menjual. Ternyata peminatnya tinggi. Saya coba berbisnis dan dikuti warga lain. Setiap kali kami unggah foto anggrek di media sosial, banyak yang bertanya. Saya akhirnya berpikir sekalian saja memperkenalkan daerah. Lalu banyak yang mulai datang,” kata Andarias yang merupakan salah satu perintis wisata anggrek di Tondok Bakaru.
Andarias dan Kepala Desa Tondok Bakaru, Matthews Daniel Dessaratu, lantas berembuk soal wisata anggrek. Pembahasan menemukan titik temu karena saat maju menjadi calon kepala desa pada 2017, salah satu program yang diusung Matthews adalah mengembangkan pariwisata berbasis pertanian dan kearifan lokal.
Matthews lalu menggadaikan surat tanah miliknya ke bank untuk mendapatkan pinjaman. Uang tersebut digunakan untuk membenahi sawah milik orangtuanya dan juga sawah milik Andarias yang berdampingan dalam areal yang sama. Untuk pengembalian pinjaman ke bank, mereka berdua urunan.
”Saya nekat saja. Saat itu kami hanya berpikir bagaimana agar orang-orang mau datang ke Tondok Bakaru. Kalau hanya lihat anggrek, mungkin kurang seru. Lalu kami buat pondok-pondok di tengah sawah, membuat spot foto. Ternyata itu memang mengundang lebih banyak orang dan dari berbagai usia maupun golongan,” kata Matthews.
Langkah ini diikuti warga lain. Mereka membuat area bersantai di sekitar rumah dengan memanfaatkan panorama alam. Selain itu juga dilengkapi tempat budidaya anggrek. Semua dilakukan secara mandiri. Selanjutnya warga memanfaatkan media sosial untuk terus berpromosi memperkenalkan Tondok Bakaru. Tentu saja pengunjung yang tak kalah ramai mengunggah foto-foto terbaik mereka di media sosial, membuat nama Tondok Bakaru dan anggrek terus mencuat.
Pembuatan area-area bersantai boleh dikata sangat minim biaya. Tondok Bakaru beruntung dikaruniai kekayaan alam berupa panorama yang memanjakan mata. Pengelola wisata mandiri hanya perlu memanfaatkan bambu yang banyak tumbuh di sekitar rumah dan potongan-potongan kayu bekas. Bahan-bahan ini dijadikan tangga untuk naik ke area hutan pinus, dibuat titian ke pohon-pohon yang ada panggung untuk bersantai. Sebagian dibuat meja dan bangku di bawah pepohonan.
Itulah mengapa tiket masuk ke area bersantai jadi murah, Rp 3.000 per orang. Tak ada kewajiban membeli camilan yang dijual warga di sekitar. Pengunjung bahkan bisa membawa bekal sendiri. Syaratnya hanya tak boleh membuang sampah sembarangan. Saat pulang, mereka bisa membeli bibit anggrek.
Sebenarnya ada potensi lain yang tak kalah menjanjikan di Mamasa, khususnya Tondok Bakaru, yakni wisata minat khusus di Gunung Gandang Dewata. Gugusan pegunungan ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Gandang Dewata. Hanya saja, wisata pendakian Gunung Gandang Dewata belum seramai gunung di daerah lain seperti Gunung Bawakareng di Gowa ataupun Latimojong di Enrekang, Sulawesi Selatan.
Pendakian ke Gunung Gandang Dewata umumnya dimulai dari Tondok Bakaru. Perjalanan ke Gandang Dewata akan melewati hutan penuh anggrek dan beragam tanaman endemik, sungai, hingga air terjun. Jika beruntung, juga akan bertemu beberapa jenis hewan endemik, seperti anoa, beragam burung, dan tikus mulut babi. Selama ini selain para pendaki, Gunung Gandang Dewata juga banyak dikunjungi peneliti. Biasanya penelitian berfokus pada tumbuhan dan hewan endemik.
Tak sulit menuju Tondok Bakaru. Dari Mamuju, ibu kota Sulbar, perjalanan bisa ditempuh via darat sekitar lima jam dengan biaya Rp 100.000. Dari ibu kota Mamasa, tinggal naik ojek menuju Tondok Bakaru yang jaraknya sekitar 3 kilometer dengan ongkos Rp 10.000.
Tondok Bakaru bisa juga ditempuh dari Makassar dengan mengendarai kendaraan roda empat dengan lama perjalanan sekitar delapan jam. Sebagian wisatawan ada pula yang ke Mamasa seusai berwisata di Toraja. Jarak Mamasa dan Toraja sekitar 90 kilometer. Jika ingin menjajal wisata alam penuh keindahan, berminat pada anggrek, atau ingin mencoba mendaki Gandang Dewata, Tondok Bakaru bisa menjadi salah satu pilihan.