Belum Semua Kawasan Rawan Banjir Dilengkapi Sistem Komunikasi Peringatan Dini Bencana
Tetapi kemarin ketinggian air naik cepat sekali. Jadi meskipun ada peringatan dini, air juga cepat naik, sehingga tidak terduga oleh masyarakat.
Oleh
AYU PRATIWI/STEFANUS ATO/NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tidak semua daerah rawan banjir di Jakarta dilengkapi sistem komunikasi peringatan dini. Sebagian warga korban banjir yang terjadi pada awal 2020 pun mengeluhkan ketiadaan peringatan dini sebelum banjir menerjang rumah mereka. Akibatnya, warga tidak sempat menyelamatkan diri dan barang berharga ke tempat aman.
"Banjir tiba-tiba saja datang pada pagi hari pertama 2020. Padahal, tidak ada peringatan atau instruksi apa pun sebelumnya dari pihak RT/RW atau kelurahan. Jadi, kita tidak sempat menyelamatkan semua barang berharga," kata Ani (35), warga Gang Minatu, Jalan Kemang Selatan XII, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020).
Pada 1 Januari 2020, gang itu diterjang banjir hingga mencapai hampir 2 meter. Meskipun mengalami banjir setiap tahun, kawasan itu tidak memiliki sistem komunikasi peringatan dini banjir.
Ani mengaku, warga setempat sudah terbiasa dengan banjir. Pemindahan barang berharga serta evakuasi pun dilakukan secara spontan, ketika banjir luapan Kali Krukut mencapai rumah mereka.
"Yang penting, saya sudah siapin boks tahan air. Kalau ada banjir, saya langsung cepat-cepat masukin barang ke dalam. Saya pasrah saja. Orang sudah biasa (banjir)," tutur Ani.
Instruksi untuk evakuasi pun disampaikan oleh petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) ketika banjir sudah cukup tinggi. Perahu karet pun mulai disediakan untuk membantu evakuasi warga yang masih terjebak di rumahnya.
Ditemui secara terpisah, Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Cipete Selatan Jayadih memastikan, peringatan dini disampaikan oleh tim penanggulangan banjir di lapangan, yang terdiri dari petugas kelurahan, warga, polisi, dan petugas Satpol PP. Peringatan disampaikan menggunakan pengeras suara yang dibawa petugas atau sirine mobil.
"Petugas kelurahan turun semua. Ada juga dari PPSU, kepolisian, Satpol PP, dan warga setempat. Saat hujan turun, semua di lapangan siap antisipasi. Saat banjir terpantau, masyarakat diperintahkan untuk naik ke atas. Tempat pengungsian disediakan di mushala," ujar Jayadih.
Tanggap bencana
Di posko tanggap bencana depan kantor Kelurahan Cipete Selatan, peralatan tanggap darurat seperti jaket pelampung, sepatu bot karet, tali serba guna, senter, dan toa telah disediakan, meskipun jumlahnya tidak mencukupi ratusan warga yang tinggal di daerah rawan. Ada juga stok makanan instan dan minuman yang disiapkan untuk warga pengungsi.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan, posko tanggap bencana tersedia di semua kelurahan. Fungsi posko itu untuk memantau secara dini bila ada peningkatan permukaan genangan di tempat yang mengalami hujan secara intensif.
Di daerah aliran sungai, posko itu bertugas untuk merespons secara cepat apabila pintu-pintu air menunjukan tanda kenaikan muka air, sehingga warga di kampung-kampung sekitar bisa disiagakan.
"Petugas diinstruksikan untuk turun langsung ke lapangan dan memperingati warga dari pintu ke pintu. Pemberitahuan lewat telepon tidak efektif. Apalagi kakau kejadiannya malam hari atau dinihari. Masyarakat tidak ngecek telepon saat itu," ujar Anies.
Tidak efektif
Selain peringatan dini bencana yang disampaikan petugas di lapangan, ada kelurahan lain yang juga menyampaikan peringatan itu melalui alarm yang terpasang di lokasi paling rawan bencana.
Di Kelurahan Rawa Buaya, Jakarta Barat misalnya ada 2 alat peringatan dini yang terpasang di RW 011 dan RW 04. Alat-alat itu juga berfungsi normal saat banjir menerjang daerah itu pada awal tahun 2020. Namun, alarm peringatan tidak efektif lantaran banjir tiba lebih cepat dari perkiraan warga.
"Tetapi kemarin ketinggian air naik cepat sekali. Jadi meskipun ada peringatan dini, air juga cepat naik, sehingga tidak terduga oleh masyarakat," kata Lurah Rawa Buaya Syafwan Busti.
Selain itu, Kelurahan Rawa Buaya juga menggunakan grup percakapan whatsapp untuk berbagi informasi terhadap kondisi cuaca dan peringatan dini ancaman banjir. Grup itu di dalamnya terdapat nomor kontak warga yang berpotensi terendam banjir.
Nasrullah (30), warga RT 01 RW 011, mengatakan, ia mendengar bunyi alarm peringatan dini banjir sejak pukul 02.00 WIB. Namun, warga tidak menghiraukan peringatan itu karena sudah biasa dengan banjir yang cukup sering melanda wilayah mereka.
"Kami enggak nyangka banjir awal 2020 ini bisa lebih dari satu meter. Di sini kalau musim hujan memang langganan banjir, tapi paling tingginya hanya 30 sentimeter," katanya.
Rawa Buaya memang salah satu kelurahan di Jakarta Barat yang dikategorikan rawan banjir. Sebab, daerah itu dilintasi tiga anak sungai, yakni Mookervart, Angke Hulu, dan Cengkareng Drain. Saat banjir melanda Jakarta, bahkan ada sekitar 87 kepala keluarga yang terpaksa mengungsi di halte Transjakarta Jembatan Baru, Daan Mogot, Jakarta Barat.