Wahyu Setiawan Ajukan Surat Pengunduran Diri kepada Presiden
Sekalipun telah mengajukan pengunduran diri, Bawaslu tetap melaporkan Wahyu Setiawan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Proses di DKPP juga bisa memberhentikan Wahyu jika terbukti melanggar kode etik.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
KOMPAS/I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman (kedua dari kiri) menunjukkan surat pengunduran diri Wahyu Setiawan sebagai komisioner KPU periode 2017-2022 di Jakarta. Surat tersebut ditujukan kepada Presiden Joko Widodo dan disampaikan melalui KPU.
JAKARTA, KOMPAS — Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (10/1/2020), mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden Joko Widodo. Meski demikian, Badan Pengawas Pemilu tetap melaporkan Wahyu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Surat dari Wahyu tersebut ditunjukkan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (10/1/2020). Surat itu ditujukan Wahyu kepada Presiden Joko Widodo dan disampaikan melalui KPU. Salinan surat tersebut juga akan diserahkan kepada DPR dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Setelah surat pengunduran diri diterima Presiden, KPU menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Presiden. ”Tidak diatur kapan batas waktunya. Kami serahkan sepenuhnya kepada Presiden,” ujar Arief.
Setelah permintaan mundur diterima Presiden, posisi Wahyu akan digantikan oleh calon komisioner KPU yang menempati peringkat kedelapan peraih suara terbanyak saat pemilihan komisioner KPU periode 2017-2022. Saat itu, peringkat kedelapan diraih I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. Raka Sandi merupakan mantan Ketua KPU Bali yang kini menjadi anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bali.
Sambil menunggu keputusan Presiden, Arief melanjutkan, Wahyu Setiawan telah diberhentikan sementara dari jabatannya. Ini mengacu pada peraturan yang dibuat oleh KPU. Peraturan KPU dibuat lebih progresif dibandingkan dengan aturan yang ada di Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu saat ada komisioner KPU yang tersangkut persoalan hukum.
Dalam UU No 7/2017, komisioner KPU baru diberhentikan sementara jika statusnya terdakwa. Kemudian, setelah komisioner divonis bersalah dan vonis pengadilan berkekuatan hukum tetap, baru komisioner itu diberhentikan tetap.
”Tapi, KPU membuat peraturan KPU yang lebih progresif. Jadi, bukan sejak terdakwa. Sejak tersangka di dalam PKPU sudah bisa diberhentikan sementara,” katanya.
Sekalipun sudah mengajukan pengunduran diri, Bawaslu tetap melaporkan Wahyu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Wahyu dilaporkan karena tindakannya selain terindikasi melanggar pidana, juga terindikasi melanggar kode etik. Jika terbukti, Wahyu bisa diberikan sanksi pemberhentian tetap.
”Tentunya kami berharap DKPP cepat memberikan putusan yang kami adukan,” kata Abhan.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Ketua KPU Arief Budiman (dua dari kanan) dan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan (dua dari kiri) bersiap menyampaikan keterangan terkait penetapan status tersangka komisioner KPU, Wahyu Setiawan, oleh KPK, di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (10/1/2020).
Anggota DKPP, Teguh Prasetyo, menjelaskan, setelah laporan dari KPU dan Bawaslu diterima, DKPP akan melakukan verifikasi materiil dan formil. Apabila dokumen laporan dinyatakan lengkap, DKPP bisa segera bersidang.
Dalam sidang itu akan dibahas mengenai sanksi yang akan dijatuhkan DKPP. Menurut Teguh, sanksi bisa berupa teguran, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap. Bergantung pada bukti-bukti yang diajukan.
”Karena ini kasus prioritas, saya rasa keputusannya tidak akan makan waktu lama,” ujar Teguh dihubungi dari Jakarta.
Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi, bersama Ketua KPU Arief Budiman (kiri) dan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar (tengah), di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/1/2020), menunjukkan salah satu barang bukti dalam operasi tangkap tangan komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Wahyu diduga menerima suap terkait proses penggantian antarwaktu anggota DPR 2019-2024.
Disinggung mengenai antisipasi ke depan agar kejadian yang menjerat Wahyu Setiawan tak terulang, Arief menuturkan, untuk menjaga integritas, KPU sudah membuat peraturan terkait penegakan kode perilaku. Kode etik itu telah disosialisasikan dan disampaikan hingga jajaran KPU paling bawah. Selain itu, mekanisme pengaturan pengawasan internal juga sudah dibuat.
”Jadi, mudah-mudahan peristiwa ini menjadi pelajaran bagi kami dan semakin membuat kami berhati-hati serta untuk meningkatkan integritas kami,” kata Arief.
Wahyu Setiawan ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK, Rabu (8/1/2020), karena diduga telah menerima suap untuk memuluskan permohonan penggantian antarwaktu anggota DPR dari PDI-P. Kemudian, Kamis (9/1/2020), Wahyu ditetapkan sebagai tersangka. Dalam keterangannya kepada awak media, Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut Wahyu diduga sudah menerima uang suap Rp 600 juta.