Tak Melibatkan Masyarakat, Proses Rehabilitasi Lahan Kurang Optimal
Program reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung belum optimal. Masih banyak proses reklamasi dari rehabilitasi yang gagal.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PANGKAL PINANG, KOMPAS — Program reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung belum optimal. Masih banyak proses reklamasi dari rehabilitasi yang gagal. Hal ini disebabkan perusahaan tidak melibatkan masyarakat sekitar untuk melakukan reklamasi dan rehabilitasi.
Kepala Seksi Pembinaan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dinas Kehutanan Kepulauan Bangka Belitung Hasanudin, Kamis (9/1/2020), mengatakan, program reklamasi lahan bekas tambang sudah dituruti sejumlah perusahaan. Setiap perusahaan yang mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (PPKH) wajib melakukan reklamasi sebelum dikembalikan kepada pemerintah.
Untuk di Kepulauan Bangka Belitung, kata Hasanudin, ada 36 perusahaan yang mengantongi izin PPKH untuk operasi tambang timah. Dari jumlah tersebut, empat perusahaan masih melakukan reklamasi di daerah Bangka dan Belitung. ”Bahkan, ada perusahaan yang tidak lagi bereksplorasi, tetapi masih tetap mereklamasi lahan bekas tambangnya,” kata Hasanudin.
Adapun untuk perusahaan lain belum melakukan reklamasi lantaran masih eksplorasi. Mengenai waktu dari reklamasi tergantung dari usia tambang. Semua hal itu sudah tertuang dalam program rencana operasional dan rencana reklamasi.
Dalam pengawasan reklamasi, ujar Hasanudin, pihaknya berpegang pada sejumlah aturan salah satunya adalah Peraturan Menteri Kehutanan P.04/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Reklamasi Hutan. Perencanaan reklamasi dilakukan dalam lima tahun dan rencana tahunan. Adapun untuk umur tambang kurang dari lima tahun, disesuaikan dengan umur tambang.
Untuk rehabilitasi lahan, pihak perusahaan juga wajib merevegetasi, di mana lahan bekas tambang yang sudah direklamasi ditanami kembali dengan tanaman yang cocok. Dalam proses itu dibutuhkan waktu sekitar tiga tahun.
Namun, dalam kenyataannya, banyak proses reklamasi yang tidak optimal karena lahan bekas tambang tersebut digunakan lagi oleh masyarakat untuk mencari sisa-sisa tambang timah. Hal ini terjadi karena perusahaan tidak mengamankan area dengan optimal sehingga masih ada celah bagi oknum masyarakat untuk melakukan penambangan ilegal.
Di sisi lain, perambahan juga disebabkan hasil rehabilitasi tidak memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Pelibatan masyarakat menjadi hal yang paling utama. Namun, biasanya proses reklamasi hanya dilakukan oleh pihak perusahaan sendiri. ”Kalau perambahan terus terjadi, perusahaan akan kesulitan melakukan reklamasi dan rehabilitasi lahan,” kata Hasanudin.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Bangka Belitung Eko Kurniawan menerangkan, sampai saat ini program rehabilitasi lahan tidak ada yang berhasil. Hal itu karena perusahaan tidak melibatkan masyarakat sehingga mereka tidak memiliki rasa yang memiliki terhadap lahan tersebut. ”Adalah tugas dari perusahaan untuk melakukan sosialisasi, termasuk edukasi kepada masyarakat agar mau menjaga lahan yang telah direklamasi dan tidak lagi ditambang,” kata Eko.
Direktur Eksekutif Walhi Kepulauan Bangka Belitung Jessix Amundian berujar, lemahnya pengawasan terkait proses reklamasi menjadi penyebab proses reklamasi gagal di Bangka Belitung. ”Tidak ada sanksi yang jelas untuk menindak perusahaan yang lalai melakukan reklamasi,” katanya. Jika hal ini terus dibiarkan, pemulihan lahan bekas tambang tidak akan pernah berhasil.
Zaiwan, warga Desa Namang, Kabupaten Bangka Tengah, telah merehabilitasi 18 hektar dari 21 hektar lahan bekas tambang miliknya dengan sejumlah tanaman. Tanaman yang ditanam antara lain singkong, pohon pelawan, kayu putih, dan lada. ”Memang butuh usaha ekstra untuk menanam tanaman di lahan bekas tambang,” katanya.
Untuk merehabilitasi lahan bekas tambang bukan hal mudah. Dirinya harus mengeluarkan dana sekitar Rp 80 juta untuk mereklamasi dan merehabilitasi lahan bekas tambang. Selain menggunakan dana sendiri, dirinya juga dibantu sejumlah pihak mereklamasi lahan bekas tambang. Untuk menyuburkan tanah bekas tambang, harus dilakukan beragam teknik penimbunan dan dirinya menggunakan pupuk kandang untuk mengembalikan kesuburan tanah.
Zaiwan harus berkali-kali menyulam (mengganti tanaman lama dengan tanaman baru) karena berkali-kali tanaman mati. Namun, dengan beberapa kali pergantian, akhirnya tanaman pun tumbuh. ”Memang tidak sesubur lahan yang belum ditambang, tetapi tanaman bekas tambang masih bisa menghasilkan,” katanya.