Di Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, lintas institusi bekerja sama membentuk layanan kesehatan bagi disabilitas. Mereka bersama-sama berusaha mewujudkan cita-cita menjadi desa inklusi.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·5 menit baca
Semua orang berhak mendapat layanan kesehatan, tak terkecuali penyandang disabilitas. Di Desa Bedali, lintas institusi bekerja sama membentuk layanan kesehatan bagi disabilitas. Mereka bersama-sama berusaha mewujudkan cita-cita menjadi desa inklusi.
Sylvia (14), warga penyandang disabilitas di Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis (2/1/2020), dengan riang mengikuti semua tahap pemeriksaan, mulai dari timbang badan, konsultasi, pemeriksaan fisioterapi, hingga mengikuti pelatihan membatik dan membuat keset. Bersama belasan disabilitas lain, Sylvia saat itu menikmati menjadi ”yang diperhatikan”.
Hari itu, Balai Desa Bedali sedang membuka layanan posyandu disabilitas, yaitu pos layanan terpadu untuk disabilitas. Selama ini posyandu lebih banyak untuk anak balita dan lansia. Sudah dua bulan ini, posyandu disabilitas digelar di sana. Posyandu disabilitas digelar sebulan sekali. Sasaran posyandu adalah disabilitas dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Silvia (14), penyandang disabilitas di Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis (2/1/2020), hadir di posyandu disabilitas Desa Bedali. Di posyandu disabilitas itu, selain mendapat fasilitas pemeriksaan gratis, disabilitas juga diajari beberapa keterampilan.
Posyandu disabilitas dibuat sebagai hasil kerja sama banyak pihak, di antaranya pemerintah Desa Bedali, RSJ Radjiman Wediodiningrat, PMI Kabupaten Malang, LSM Lingkar Sosial, Baitul Maal Hidayatullah (BMH), dan beberapa lembaga lain. Kegiatan juga meminta dukungan perusahaan di desa tersebut untuk berpartisipasi dengan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) mereka. Misalnya, hari itu, pengusaha batik membantu memberikan pelatihan dasar membatik.
Secara umum, posyandu disabilitas tidak jauh beda dengan posyandu lain. Hanya, di sini, selain ada pemeriksaan fisioterapis untuk disabilitas juga ada pelatihan keterampilan (latihan dasar membatik dan membuat keset).
Dari seluruh disabilitas yang hadir saat itu, Sylvia (14) tampak paling semangat. Bersama ibundanya, Siti Khotimah, Sylvia berpindah dari satu meja ke meja lain dengan riang. Bahkan, saat belajar membatik, Sylvia menyapukan kuas ke kain dengan bersemangat. Saat itu, disabilitas diajari pewarnaan dasar membatik oleh Sayori (49), pembatik asal Singosari.
Warga disabilitas di Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis (2/1/2020), hadir di posyandu disablitas Desa Bedali. Di posyandu disabilitas itu, selain mendapat fasilitas pemeriksaan gratis, disabilitas juga diajari sejumlah keterampilan.
Di sudut balai desa lain tampak sekelompok orang yang mengajari disabilitas membuat keset. Beberapa kain perca dimasukkan dalam sebuah pipa panjang, ditarik, dan menjadi gulungan kain siap anyam menjadi keset.
”Anak saya terlihat senang dan semangat sekali. Adanya posyandu disabilitas ini membuat kami lebih mudah mendapat layanan kesehatan karena tidak jauh dari rumah,” kata Siti Khotimah, ibunda Sylvia. Selama ini, sebulan sekali, Siti Khotimah akan mengajak anaknya pergi ke Rumah Sakit Jiwa Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang yang berjarak lebih kurang 10 kilometer dari rumah mereka untuk periksa ke dokter langganan mereka.
Anak saya terlihat senang dan semangat sekali. Adanya posyandu disabilitas ini membuat kami lebih mudah mendapat layanan kesehatan karena tidak jauh dari rumah.
Sylvia adalah penyandang disabilitas dengan gangguan wicara serta tidak fokus dalam menjalani aktivitas keseharian. Selama dua tahun, Siti Khotimah berusaha memenuhi sendiri kebutuhan kesehatan anaknya.
Warga disabilitas Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis (2/1/2020), hadir di posyandu disablitas Desa Bedali. Di posyandu disabilitas itu, selain mendapat fasilitas pemeriksaan gratis, disabilitas juga diajari beberapa keterampilan.
”Semoga posyandu ini akan terus berjalan di sini agar kami lebih mudah mengaksesnya. Apalagi, ada latihan keterampilan, ini sangat membantu anak saya agar lebih fokus,” katanya.
Ilham, disabilitas wicara lain, juga tampak serius memeriksakan diri di meja fisioterapi. Ia menunjukkan tangan dan kaki kepada petugas. Dengan tersenyum, petugas pun memeriksa dan menggerakkan beberapa bagian tubuh Ilham secara pelan.
”Fisioterapi setidaknya bisa mengurangi kekakuan tubuh karena gangguan fisik atau postur tubuh bisa mengganggu aktivitas. Di sini dilakukan terapi ringan. Kalau butuh terapi lanjutan, mereka akan diarahkan untuk memeriksakan diri ke dokter,” kata Tugiyo, fisioterapis dari RSJ Lawang.
Suasana di posyandu di Desa Pandanlandung, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (10/8/2019). Seorang anak menerima tambahan vitamin dari petugas posyandu. Salah satu prioritas program pemerintah melalui posyandu adalah pencegahan stunting.
Inklusi
Posyandu disabilitas tersebut dirintis sejak November 2019. Saat itu, LSM Lingkar Sosial yang banyak bergerak dalam isu-isu sosial, termasuk disabilitas, mengajak pemerintah desa dan Pemkab Malang untuk bersama-sama memberikan layanan kesehatan kepada disabilitas. Kertaning Tyas, pendiri Lingkar Sosial, memegang prinsip bahwa siapa pun warga negara, tak terkecuali disabilitas, berhak mendapat layanan (termasuk kesehatan) setara dengan lainnya.
”Kami melibatkan pemerintah desa demi keberlangsungan program ini. Harapannya bahwa keberadaan posyandu disabilitas ini adalah awal dari kepedulian masyarakat pada disabilitas. Ke depan, semoga disabilitas bisa terlibat dalam pembangunan di desanya,” tutur Kertaning Tyas.
Suasana di posyandu di Desa Pandanlandung, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (10/8/2019). Seorang anak menjalani pengukuran tinggi badan di posyandu. Salah satu prioritas program pemerintah melalui posyandu adalah pencegahan stunting yang dilakukan dengan mengawal kesehatan anak sejak usia balita.
Keberadaan posyandu desa, menurut Kertaning Tyas, tidak sekadar ada. Keputusan sudah disepakati bersama oleh warga Desa Bedali di musyawarah desa dan dibuatkan peraturan desa tentang disabilitas. Saat ini, desa pun sedang berproses membuat peraturan desa tentang disabilitas. ”Harapannya, nanti disabilitas bisa ikut dalam proses pembangunan desa, dari perencanaan hingga evaluasi,” katanya.
Harapannya, nanti disabilitas bisa ikut dalam proses pembangunan desa, dari perencanaan hingga evaluasi.
Sekretaris Desa Bedali Joko Santoso mengatakan bahwa pemerintah desa menginisiasi keberadaan posyandu disabilitas tersebut guna menjangkau layanan untuk seluruh masyarakat. ”Di desa kami ada SLB, SD inklusi, ada posyandu anak, remaja, dan lansia. Kenapa tidak kami buat sekalian posyandu disabilitas. Kami bercita-cita desa kami menjadi desa inklusi,” kata Joko.
Joko mengatakan, dalam proses membuat rencana kerja pemerintah (RKP) Desa Bedali tahun 2020, posyandu disabilitas sudah masuk dalam rencana kerja pemerintah desa. ”Harapannya setelah APBDes ditetapkan, dana desa untuk posyandu disabilitas bisa segera digunakan untuk kegiatan terkait,” katanya.
Petugas memeriksa pertumbuhan anak balita melalui data grafik saat kegiatan posyandu yang rutin diselenggarakan di Desa Dukuhsari, Kecamatan Ngampel, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Kamis (20/6/2019). Kegiatan tersebut berperan penting dalam memberikan layanan dan informasi kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, dan gizi. Posyandu menjadi ujung tombak layanan kesehatan dasar yang menjangkau pelosok daerah.
Sebagai anggota komite di SD inklusi Bedali, Joko merasakan bahwa siswa inklusi (disabilitas misalnya) selama ini sulit menjangkau layanan kesehatan. Padahal, dari 16.700 jiwa warga Desa Bedali, sebagian di antaranya menurut Joko adalah disabilitas dan ODGJ.
”Warga saya ada yang satu rumah terdapat tiga orang ODGJ. Bagaimana kami bisa menangani mereka semua jika tidak ada program khusus terkait disabilitas dan ODGJ. Kami ingin semua warga mendapatkan kesempatan dan layanan yang sama, termasuk ODGJ dan disabilitas. Itu sebabnya ke depan kami ingin membuat workshop bagi disabilitas dan ODGJ agar mereka bisa menambah keterampilan dan berkarya demi masa dekan mereka,” tuturnya.
Dukungan desa dengan pendanaan serta mengakomodasi kegiatan posyandu disabilitas di balai desa diharapkan akan membuat program terus berjalan. Tidak lagi menjadi program sekali jalan yang setelah diluncurkan kemudian macet di tengah jalan.
Peserta jambore yang terdiri dari ibu-ibu PKK dan kader posyandu Sumba Timur tampil di depan tim juri dan unsur pimpinan daerah dengan menampilkan tulisan ”no stunting”.