Menteri BUMN: Pengawasan Kinerja Perusahaan BUMN Akan Diperketat
Praktik window dressing atau rekayasa laporan keuangan kerap terjadi di perusahan-perusahaan, termasuk perusahaan milik pemerintah.
Oleh
erika kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Praktik window dressing atau rekayasa laporan keuangan kerap terjadi di perusahan-perusahaan, termasuk perusahaan milik pemerintah. Praktik tak sehat itu perlu diperbaiki dengan mengganti pimpinan dan mendorong perusahaan melakukan penawaran umum agar pengawasan kinerja lebih ketat.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan hal itu usai penandatanganan ”Perjanjian Pemegang Saham dan Perjanjian Penataan Stasiun Terintegrasi" antara PT MRT Jakarta (Perseroda) dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (10/1/2020).
Menurut dia, praktik itu termasuk tindakan kriminal. Apalagi kalau praktik itu untuk menunjukkan keuntungan perusahaan, padahal tidak ada dana riil atau kasnya.
”Ada yang ngeluarin utang karena mudah, mekanismenya enggak lewat bank. Lalu dibikin proyek, disuntikin ke perusahaan yang fiktif,” kata Erick.
Praktik itu termasuk tindakan kriminal. Apalagi kalau praktik itu untuk menunjukkan keuntungan perusahaan, padahal tidak ada dana riil atau kasnya.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kejahatan korporasi dalam pengelolaan keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada 2018. Investigasi BPK itu menunjukkan, sejak 2006 laba yang dibukukan Jiwasraya merupakan laba semu yang merupakan hasil rekayasa akuntansi (window dressing). Kejahatan tersebut diduga melibatkan jajaran direksi, general manager, dan pihak lain di luar perusahaan.
Untuk mengatasi hal itu, Erick berpendapat, Kementerian BUMN akan mengkaji jajaran komisaris dan direktur di 142 perusahaan BUMN. Langkah itu penting karena praktik bermasalah itu sangat mungkin disebabkan oleh tidak adanya kepemimpinan yang baik.
”Saya selalu bilang, pemimpin BUMN ke depan harus punya akhlak, loyalitas, dan mengedepankan kerja tim,” ujarnya.
Selain itu, Erick juga mendorong agar semakin banyak perusahaan BUMN yang go public atau menjadi perusahaan terbuka dengan melakukan penawaran umum. Dari 142 BUMN, baru 20 perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia.
”Makin banyak perusahaan BUMN yang go public, makin bagus. Jadi, pengawasan enggak hanya dari internal, tetapi juga dari shareholder (pemegang saham) kemitraan dan publik. Mekanisme go public ini ada mekanisme pengawasan,” imbuhnya.
Makin banyak perusahaan BUMN yang go public, makin bagus. Jadi, pengawasan enggak hanya dari internal.
Sepakat dengan langkah pemerintah, Kepala Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto mengatakan, harus lebih banyak BUMN yang go public agar publik lebih mudah memonitor. Namun, perlu ada talenta terbaik yang dipilih agar fungsi pengawasan berjalan dengan baik.
”Kementerian BUMN harus memperbaiki struktur di unit pengawasan secara lebih baik. Hal itu termasuk dengan merekrut talenta terbaik di luar birokrasi untuk duduk di kementerian, terutama posisi perencanaan dan pengawasan BUMN,” ujarnya saat dihubungi Kompas.
Pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnomo, berpendapat, pembenahan jajaran pimpinan di perusahaan BUMN tidak hanya perlu dilakukan secara tepat, tetapi juga tuntas.
Pembenahan jajaran pimpinan di perusahaan BUMN tidak hanya perlu dilakukan secara tepat, tetapi juga tuntas.
Kurang dari dua bulan pertama masa kerjanya sebagai Menteri BUMN, Erick telah mengganti direktur dan komisaris di 7 perusahaan BUMN. Namun, menurut Lucky, pemerintah belum menyampaikan indikator penilaian dari perusahaan yang pimpinannya dirombak kepada publik.
”Kepastian lain yang ditunggu masyarakat adalah status dari mantan pimpinan yang bermasalah, seperti Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Ashkara Danadiputra. Kita tidak tahu apakah dia nanti akan jadi tersangka atau tidak. Jadi, Dalam hal ini pemerintah juga enggak boleh setengah-setengah,” katanya.