PT KAI dan PT MRT Jakarta membentuk perusahaan bersama, PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek. Perusahaan itu bertugas menata kawasan stasiun, studi integrasi kawasan Jabodetabek, dan pengembangan kawasan transit.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT MRT Jakarta (Perseroda) membentuk perusahaan bersama, PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek, untuk mengelola transportasi antarmoda yang terintegrasi di wilayah Jabodetabek. Untuk proyek jangka pendek, empat stasiun di Jakarta akan ditata menjadi kawasan berbasis transit sehingga mendorong peralihan moda transportasi publik.
Kesepakatan pembentukan perusahaan dalam rangka integrasi transportasi Jabodetabek dan kesepakatan penataan stasiun ditandatangani pada Jumat (10/1/2020) pagi di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta Pusat.
Hadir dalam acara tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama PT MRT Jakarta (Perseroda) William P Sabandar, dan Direktur Utama PT KAI (Persero) Edi Sukmoro.
Perusahaan bersama itu bertugas menata kawasan stasiun, melakukan studi tentang integrasi kawasan Jabodetabek, dan membuat perencanaan pengembangan kawasan berbasis transit (transit oriented development/TOD). Ke depan, integrasi ini akan meliputi rute, infrastruktur, sistem tiket, sistem pembayaran, dan kelembagaan.
Perusahaan bersama itu memiliki tugas menata kawasan stasiun, melakukan studi tentang integrasi kawasan Jabodetabek, dan membuat perencanaan pengembangan kawasan berbasis transit.
Dengan kelembagaan yang terintegrasi, penataan kawasan stasiun pun menjadi lebih mudah dan cepat karena tidak akan terjadi lagi saling bentur kewenangan.
”Yang selama ini terjadi, tidak ada yang mengelola keseluruhan. Jalannya dikelola (Pemprov) DKI, di dalam stasiun dikelola PT KAI, angkutan yang lewat di situ dikelola Transjakarta, dan ojek online-nya dikelola perusahaan-perusahaan ojek online. Perusahaan ini yang akan menata semuanya,” ujar Anies.
PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek akan mengelola 72 stasiun yang tersebar di Jabodetabek. Namun, untuk jangka pendek, penataan kawasan baru akan dimulai di empat stasiun di Jakarta, yakni Stasiun Tanah Abang, Stasiun Pasar Senen, Stasiun Juanda, dan Stasiun Sudirman.
”Jadi, Maret besok, di empat stasiun, kita akan saksikan wujud dari integrasi ini. Sisanya, 68 (stasiun) lain, kami akan kerjakan sesegera mungkin,” kata Anies.
Kendali di DKI
Mayoritas kepemilikan saham PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek dimiliki PT MRT Jakarta sebesar 51 persen, sedangkan PT KAI 49 persen.
Menurut Anies, Pemprov DKI Jakarta memiliki kendali utama dalam penataan kawasan. Ini penting karena pengelolaan transportasi harus sejalan dengan rencana tata ruang wilayah Jakarta.
”Ketika tata transportasi tidak sinkron dengan tata ruang, akan jadi masalah. Nah, tata ruang ada di (ranah) pemerintah daerah,” ucap Anies.
Pemprov DKI Jakarta memiliki kendali utama dalam penataan kawasan. Ini penting karena pengelolaan transportasi harus sejalan dengan rencana tata ruang wilayah Jakarta.
Budi Karya Sumadi mengingatkan, dalam penataan kawasan stasiun, PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek harus melibatkan moda lain. Moda transportasi lain itu, antara lain, angkutan kota, ojek daring, serta operator bus sedang (Kopaja dan Metromini).
Selain itu, setelah semua moda terintegrasi, masyarakat jangan sampai terbebani tarif yang tinggi. ”Harus dipertahankan dengan jumlah tarif yang terjangkau,” katanya.
Apabila semua aspek tersebut diperhatikan dengan baik, menurut Budi, niscaya masyarakat akan beralih ke transportasi umum.
Saat ini pengguna KRL Jabodetabek sekitar 1,2 juta orang per hari dan pengguna kendaraan angkutan darat sekitar 980.000 orang per hari.
”Itu baru 25 persen dari mereka yang menggunakan angkutan massal, sementara idealnya mesti 60 persen. Namun, ini harus jadi satu titik awal meningkatkan jumlah itu,” ujar Budi.
Itu baru 25 persen dari mereka yang menggunakan angkutan massal, sementara idealnya mesti 60 persen. Namun, ini harus jadi satu titik awal meningkatkan jumlah itu.
Sementara itu, Erick Thohir menambahkan, perusahaan gabungan yang baru harus bisa mengedepankan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dengan tetap mengutamakan pelayanan kepada masyarakat.
”Jangan ego. Pasti, kan, dalam perusahaan patungan ada kebijakan. Karena ini wilayahnya Jakarta, ya, tidak apa-apa Jakarta yang mayoritas, tetapi good corporate governance-nya harus bersamaan,” kata Erick.