KKP menangkap tiga kapal asal Vietnam yang mencuri ikan di Laut Natuna Utara. KKP pun berjanji memperkuat nelayan lokal, baik di Kepulauan Riau maupun Kalimantan Barat, agar dapat menunjukkan kehadiran di perairan itu.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS – Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan menangkap tiga kapal asal Vietnam yang mencuri ikan di Laut Natuna Utara. Kementerian Kelautan dan Perikanan pun berjanji memperkuat nelayan lokal, baik di Kepulauan Riau maupun Kalimantan Barat, agar dapat menunjukkan kehadiran di perairan tersebut.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Kamis (9/1/2020), di Pontianak, Kalimantan Barat, menjelaskan, ketiga kapal ikan asing beserta 36 anak buah kapal itu ditangkap pada 30 Desember 2019. Saat hendak ditindak, para nelayan Vietnam itu melawan dengan menabrak kapal pengawas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kapal pengawas pun mengalami sejumlah kerusakan. Kapal pengawas yang terlibat dalam penangkapan itu yakni Kapal Pengawas (KP) Orca 03, KP Hiu Macan 01, dan KP Hiu 011. Adapun kapal Vietnam terdiri dari KG 95118 TS ukuran 125 gros ton (GT), KG 94629 TS ukuran 98 GT, dan KG 93255 TS ukuran 98 GT. Ketiga kapal itu kini ditahan di Kantor Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak.
Beberapa wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia akan diisi nelayan-nelayan Indonesia.
Edhy Prabowo menuturkan, nelayan dan kapal Vietnam yang ditangkap tersebut akan diproses hukum. “Setelah itu, ke depannnya (kapal) mau diapakan, tidak harus ditenggelamkan atau dihibahkan. Banyak sekolah perikanan yang justru memerlukan kapal untuk pelatihan. Bisa juga diarahkan ke sana,” ujarnya.
Menurut Edhy, selama tiga bulan terakhir, Ditjen PSDKP KKP telah menangkap tujuh kapal asing pencuri ikan. Selain kapal Vietnam, sebelumnya juga ada tiga kapal Filipina dan satu kapal Malaysia yang ditangkap di Bitung dan Selat Malaka. “Hal ini bisa diungkap karena kerja sama dan kepedulian masyarakat di lapangan yang memberikan masukan. Kami di lapangan bekerja sama dengan berbagai pemangku kebijakan,” katanya.
Edhy mengungkapkan, pemangku kebijakan akan terus bahu-membahu menjaga sumber daya alam kelautan Indonesia. “Beberapa wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia akan diisi nelayan-nelayan Indonesia. Kami berharap pemerintah daerah berpartisipasi. Nelayan-nelayan Kalbar juga diharapkan mengisi ZEE,” katanya.
Edhy mengatakan, pihaknya akan mengoptimalkan segala upaya di Laut Natuna Utara. Ia meminta kepala dinas terkait di Kepulauan Riau (Kepri) mendata nelayannya. Edhy juga telah meminta Direktorat Jenderal Tangkap KKP membantu nelayan, khususnya terkait armada tangkap.
Kapal-kapal yang digunakan nelayan di Kepri berukuran di bawah 5 GT sehingga sulit melaut sampai ke Laut Natuna Utara, apalagi saat musim ombak tinggi. Padahal, potensi perikanan di sana hampir 800.000 ton per tahun.
“Ada upaya untuk memanggil nelayan dari Jawa, tetapi kan harus didata dulu. Yang paling penting adalah Natuna, Kepri dengan Kalbar ini perbatasan. Kalau bisa, ada nelayan dari Kalbar yang mengisi di sana, kami akan perkuat. Infrastruktur sampai pengolahan memungkinkan untuk dioptimalkan,” ujar Edhy.
Terkait itu, Gubernur Kalbar Sutarmidji berharap izin kapal antarpulau cukup di pusat. Dengan demikian, jika nelayan Kalbar ingin ke perairan provinsi lain, tidak perlu izin lagi ke pemerintah daerah setempat, begitu pun sebaliknya.
“Kapal di bawah 30 GT harusnya tidak perlu meminta izin dari daerah yang dilintasi, harusnya langsung ke KKP. Ini harus diselesaikan dahulu, baru Kalbar bisa memobilisasi nelayan-nelayan ke Laut Natuna Utara,” kata Sutarmidji.
Menanggapi itu, Edhy menyatakan siap mempermudah izin kapal-kapal Kalbar. Dengan demikian, nelayan-nelayan Kalbar juga bisa turut serta mengisi ZEE.
Berbagai modus
Samson, Kapten KP Hiu Macan 01, mengungkapkan, saat proses penangkapan, pihaknya mendeteksi ada enam kapal asing. Kapal itu dikejar sekitar 30 menit. “Yang dapat kami berhentikan ada tiga kapal karena mereka melakukan perlawanan dengan melempar tali hingga menabrak kapal kami. Sisanya melarikan diri,” ungkapnya.
Menurut Samson, para nelayan Vietnam itu terkesan mengulur waktu untuk menunggu bantuan dari kapal pengawas pantai mereka.
Muhammad Ma’ruf, Kapten KP Orca 03, menuturkan, nelayan asing yang masuk ke laut Indonesia menggunakan berbagai modus. Kapal yang mereka gunakan membawa beberapa bendera untuk mengelabui petugas. Bahkan, mereka juga menggunakan nama sehingga seolah-olah itu kapal Indonesia. Salah satu yang ditangkap, misalnya, memakai nama KG Suria Timur 15.
Direktur Pemantauan dan Operasi Armada Ditjen PSDKP KKP Pung Nugroho, menuturkan, sumber daya ikan Indonesia menjadi magnet bagi negara lain. Negara tetangga sumber dayanya sudah habis, sehingga kini mengincar sumber daya di Indonesia.
Data KKP menunjukkan, potensi sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 711, yang meliputi Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan, mencapai 767.126 ton. Di kawasan itu juga ada Blok East Natuna yang punya cadangan minyak dan gas terbesar di Indonesia.
Untuk mencegah pelanggaran oleh kapal asing terulang, KKP meningkatkan pengawasan. Jika tahun lalu hanya ada 85 hari operasi, tahun ini akan ditambah menjadi 150 hari operasi. Jumlah kapal juga ditambah dua, sehingga totalnya menjadi 36 kapal pengawas. Selain di Laut Natuna Utara, daerah rawan pencurian ikan juga terdapat di perairan Selat Malaka, Pasifik, dan Arafura.