Kantor Staf Kepresidenan sebagai simpul dalam pengaduan ataupun penyelesaian konflik-konflik agraria menyatakan, redistribusi tanah dan penyelesaian konflik agraria dipercepat dalam lima tahun mendatang.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kantor Staf Kepresidenan sebagai simpul dalam pengaduan ataupun penyelesaian konflik-konflik agraria menyatakan, redistribusi tanah dan penyelesaian konflik agraria dipercepat dalam lima tahun mendatang. Percepatan ini dipastikan telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
Pernyataan itu menanggapi berita Kompas terkait diskusi Catatan Akhir Tahun 2019 Konsorsium Pembaruan Agraria yang menyatakan konflik agraria meluas. Organisasi tersebut menyebutkan ironi kepemimpinan Joko Widodo yang memiliki arah politik dan kebijakan Reforma Agraria, tetapi justru terjadi peningkatan eskalasi dan luasan konflik agraria. Percepatan investasi yang diiringi masifnya pembangunan ekonomi menjadi anak emas yang malah mengaburkan program Reforma Agraria.
Selain hal itu, penyelesaian konflik agraria acap kali ”menggantung” karena menyangkut administrasi atau birokrasi dan kewenangan lintas kementerian. ”Kendala utama kerumitan penyelesaian kasus-kasus konflik agraria adalah, dari sekitar 780 kasus yang dilaporkan warga ke KSP, mayoritas tipologinya menyangkut kewenangan dari dua atau lebih kementerian/lembaga,” kata Usep Setiawan, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Selasa (7/1/2020), di Jakarta.
Kendala utama kerumitan penyelesaian kasus-kasus konflik agraria adalah, dari sekitar 780 kasus yang dilaporkan warga ke KSP, mayoritas menyangkut kewenangan dari dua atau lebih kementerian/lembaga.
Hal itu menunjukkan kurangnya keseriusan dari setiap kementerian atau lembaga untuk bekerja secara kolaboratif dalam penyelesaian konflik agraria. Dalam diskusi Catatan Akhir Tahun 2019, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik pun mengeluhkan keseriusan kementerian/lembaga dalam penyelesaian, misalnya undangan sering kali hanya dihadiri perwakilan yang tak bisa memberi keputusan.
Usep Setiawan mengatakan, pemerintah berupaya menjalankan Reforma Agraria, termasuk penyelesaian konflik agraria. Di KSP terdapat Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria yang berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait. Namun, diakui, capaian tim ini masih belum optimal sehingga target pencapaian perlu diperluas dan dipercepat.
Tiga agenda
Hal tersebut diharapkannya bisa tercapai karena fokus pemerintah dalam pelaksanaan Reforma Agraria dalam 5 tahun ke depan adalah percepatan redistribusi tanah dan perhutanan sosial, pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan penyelesaian konflik agraria. Tiga agenda itu dilaksanakan secara kolaboratif oleh kementerian atau lembaga terkait dikoordinasikan Kemenko bersama KSP. Agenda tersebut dikatakannya tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2020.
Dalam pelaksanaan Reforma Agraria ini, pemerintah mendapat kritik karena seolah terjebak pada program sertifikasi tanah. Hal ini dinilai tidak sesuai tujuan untuk redistribusi tanah untuk mengatasi ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia.
Menurut Usep, legalisasi aset berupa sertifikasi tanah milik masyarakat akan tetap dilanjutkan untuk memperkuat hak atas tanah dan mencegah sengketa tanah. Ini ditempatkan sebagai kegiatan rutin Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. ”Didorong sedemikian rupa agar tidak menyedot sumber daya kementerian ini dari agenda redistribusi tanah sebagai inti dari agenda Reforma Agraria,” katanya.
Hal ini seiring dengan upaya percepatan redistribusi tanah obyek Reforma Agraria (TORA), termasuk bersumber dari kawasan hutan yang dilepaskan. Secara terpisah, Direktur Penanganan Konflik, Tenurial, dan Hutan Adat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Muhammad Said mengatakan, seluas 2,6 juta hektar (ha) telah dinyatakan keluar dari kawasan hutan untuk TORA. Ini bagian dari target 4,1 juta ha TORA dari kawasan hutan.
”Itu 2,6 juta ha sudah lepas untuk dibagi-bagi. Tinggal bagaimana mekanismenya agar hal ini tepat sasaran,” katanya. Dari luas total lahan itu, 400.000 ha di antaranya diberikan untuk lahan transmigran dan sejumlah bagian merupakan lahan kosong atau baru untuk digarap masyarakat.