Pemerintah menaikkan kuota impor gula dan garam tahun ini di tengah kenyataan garam rakyat tidak terserap dan rencana pemerintah berswasembada gula.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menetapkan alokasi impor gula 3,2 juta ton, naik dari 2,8 juta ton tahun lalu. Adapun alokasi impor garam tahun ini menjadi 2,9 juta ton dari 2,7 juta ton pada tahun sebelumnya.
Setiap kali muncul rencana mengimpor gula dan garam, kita mempertanyakan komitmen pemerintah dalam swasembada, terutama gula. Target waktu pencapaian swasembada gula beberapa kali direvisi. Selain itu, muncul dugaan ada kelompok yang mencari manfaat dari rente bisnis gula.
Tentang produksi garam, sampai saat ini menurut Asosiasi Petani Garam Indonesia masih ada 1,9 juta ton garam produksi nasional belum jelas peruntukannya (Kompas, 2/1/2020).
Pemerintah berulang kali menyatakan ingin mengurangi impor dan menyubstitusi dengan produk dalam negeri. Gula dan garam adalah komoditas yang dapat diproduksi petani di dalam negeri. Garam bahkan diproduksi petani guram.
Mengurangi impor gula dan garam akan memenuhi sasaran menurunkan defisit perdagangan sekaligus memberikan pekerjaan kepada banyak orang, terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Meskipun produk petani gula dan garam kalah efisien secara ekonomi dibandingkan dengan produk impor, kedua komoditas itu efisien secara sosial. Tidak berlebihan apabila pemerintah perlu memprioritaskan kedua komoditas itu karena melibatkan banyak tenaga kerja dan sebagian besar dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Garam dan gula kita saat ini memang masih berdaya saing rendah secara ekonomi. Namun, kekurangan tersebut dapat dengan mudah diatasi melalui penggunaan teknologi di tingkat petani dan pabrik.
Indonesia memiliki sejarah panjang dalam industri gula, bahkan pernah menjadi salah satu produsen gula terbaik di dunia, berkompetisi dengan Kuba di pasar dunia. Industri gula Indonesia terbukti dapat bersaing secara teknologi, ekonomi, dan sosial melalui banyaknya jumlah orang yang terlibat.
Saat ini pemerintah perlu mengevaluasi dan memantau menyeluruh neraca kebutuhan dan produksi gula dan garam untuk industri besar hingga mikro dan rumah tangga. Data Badan Pusat Statistik menyebut selisih antara produksi dan kebutuhan gula tahun 2020 sebesar 2,7 juta ton, sementara pemerintah membuka kuota impor gula mentah 3,2 juta ton.
Industri makanan dan minuman serta industri lain dapat didorong mengekspor dengan memberi fasilitas mengimpor gula mentah dan garam.
Ke depan, Indonesia perlu segera memiliki peta jalan industri gula dan garam selama lima tahun ke depan agar dapat konsisten membangun ketahanan di dalam negeri serta mendorong ekspor, termasuk apabila dibutuhkan imbal dagang dengan mitra perdagangan Indonesia. Kalau konsisten, berbagai tujuan pemerintah akan tercapai sekaligus.