Berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah di Sulawesi Utara akan membentuk tim gabungan penyusur sungai di Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
KEPULAUAN SANGIHE, KOMPAS - Berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah di Sulawesi Utara akan membentuk tim gabungan penyusur sungai di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Hal itu guna mencegah terulangnya banjir bandang selama musim hujan ini. Di samping itu, diwacanakan pula normalisasi sungai dan penanaman tumbuhan berakar kuat untuk mencegah longsor.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menggelar rapat singkat sebelum meninggalkan Kepulauan Sangihe, Selasa (7/1/2020), di Bandara Naha. Selain Bupati Kepulauan Sangihe Jabes Gaghana, hadir pula Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XV Triono Junoasmono dan Kepala Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) I Muhammad Silahuddin.
Tumpukan material yang menghambat jalur air akan membentuk bendungan.
Doni mengatakan, curah hujan diperkirakan akan terus tinggi sampai Februari mendatang. Karena itu, sangat penting untuk memastikan tidak ada anak sungai yang tersumbat alirannya. "Kontur tanah di Kepulauan Sangihe berbentuk perbukitan dan banyak anak-anak sungai. Tumpukan material yang menghambat jalur air akan membentuk bendungan. Saat volume air sudah terlalu besar, akan terjadi banjir bandang," katanya.
Di Kampung Lebo, Kecamatan Manganitu, salah satu daerah yang terkena banjir bandang dan longsor hingga menewaskan tiga orang, hujan deras sejak pagi tidak lagi menyebabkan banjir. Sebab, tumpukan material tak lagi menghambat laju air.
Irma Zachawerus, Pendeta Gereja Masehi Injili di Sangihe dan Talaud (GMIST) Jemaat Moria Kolongan Akembawi, yang membawa bantuan ke Kampung Lebo, mengatakan, hujan saat ini justru membantu masyarakat membersihkan tumpukan lumpur dan tanah sisa banjir bandang pada 3 Januari lalu. "Tidak ada longsor dan banjir lagi," katanya.
Untuk mencegah banjir bandang terjadi lagi, Doni meminta perangkat pemerintah pusat maupun daerah membentuk tim susur sungai. Pemkab Kepulauan Sangihe, BWSS I, TNI, Polri, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten tergabung dalam tim ini.
Muhammad Silahuddin mengatakan, BWSS I akan kembali menelusuri sungai untuk menemukan titik yang tersumbat. Untuk sementara, normalisasi sungai dengan pemasangan beton di bantaran menjadi opsi utama dalam mengatasi banjir. "Kami akan menelusuri sungai dulu. Sementara, normalisasi sungai adalah salah satu opsi perbaikan. Apakah perlu tanggul penahan, nanti akan kami putuskan berdasarkan pantauan," kata Silahuddin.
Lebih baik kita dipulihkan dengan vegetasi. Longsor kita atasi dengan kekuatan alam juga.
Di Kampung Lebo, sungai yang berada dekat permukiman warga hanya mengalir dalam cekungan tanah saja. Air sungai tampak cokelat pekat karena berlumpur. Doni juga menyoroti cara mengatasi longsor di perbukitan Kepulauan Sangihe. Beberapa titik di jalan penghubung antarkecamatan terputus karena longsor menimbun jalan.
"Kerusakan yang ada tidak bisa diatasi dengan infrastruktur tambahan seperti tanggul atau beton. Lebih baik kita dipulihkan dengan vegetasi. Longsor kita atasi dengan kekuatan alam juga," kata Doni.
Sebelumnya, Doni meminta masyarakat dan Pemkab Kepulauan Sangihe menanam tumbuhan berakar kuat seperti sukun, aren, dan sagu. Ia menilai, tanaman perkebunan semusim seperti cengkeh dan pala tidak cukup kuat menahan gerak tanah.
Triono Junoasmono mengatakan, BPJN XV juga akan mengecek keadaan jalan di daerah rawan longsor. Kondisi jalan yang ada dinilainya sudah berfungsi dengan baik tanpa masalah. "Tapi, jalan di Kepulauan Sangihe memang sempit. Risiko longsornya pun lebih besar. Jadi, kami akan menanam vegetasi tumbuhan yang lebih kuat. Akan kami adakan anggaran setelah mengecek di lapangan," katanya.
Wakil Bupati Kepulauan Sangihe Helmud Hontong mengatakan, wilayah yang juga terdampak parah adalah Kecamatan Tamako. Warga Lingkungan 3 dan 4 Kampung Ulung Peliang, terisolasi karena banjir merusak jembatan akses warga ke kampung dan kecamatan lain. Jembatan beton yang cukup dilewati dua mobil itu hancur tanpa sisa.
Sampai sekarang, transportasi maupun listrik masih terputus. Warga yang rumahnya di dekat aliran sungai pun mengungsi ke Gereja GMIST Imanuel Ulung Peliang di wilayah Lingkungan Dua. Warga yang tetap tinggal di rumah pun harus mengambil bantuan dengan berjalan kaki lewat jembatan darurat dari kayu. "Hari ini, Dinas Sosial Sulut sudah menyiapkan bantuan. Saya minta diarahkan ke Tamako saja. Ada 174 keluarga yang terisolasi," katanya.
Pasokan air bersih ke beberapa kampung di Tamako juga terputus. Kris Sasube, Kepala Bidang Data, Logistik, dan Peralatan BPBD Kepulauan Sangihe mengatakan, ini disebabkan rusaknya pipa di pusat distribusi di Kampung Ulung Peliang. Truk tangki air BPBD pun dikerahkan untuk membagikan air bersih, salah satunya di Kampung Naga I.