Aktivis keberagaman dan kebebasan beragama, Sudarto, ditangkap Kepolisian Daerah Sumatera Barat terkait unggahan di media sosial.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Aktivis keberagaman dan kebebasan beragama, Sudarto, ditangkap oleh Kepolisian Daerah Sumatera Barat di Padang, Selasa (7/1/2020) siang. Manajer Program Pusat Studi Antarkomunitas atau Yayasan Pusaka itu ditangkap atas tuduhan penyebaran berita bohong soal larangan perayaan Natal di salah satu nagari di Sumbar.
Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Stefanus Satake Bayu Setianto, Selasa, menjelaskan, Sudarto ditangkap di kediamannya, Jalan Veteran, Purus, Padang, pukul 13.30. Dari tersangka, polisi menyita 1 ponsel merek Samsung J6 dan 1 laptop yang diduga digunakan untuk menyebarkan berita bohong di Facebook.
”Ada laporan dari masyarakat tentang permasalahan di Dharmasraya itu (pelarangan perayaan Natal secara bersama-sama di tempat ibadah tidak resmi di Sikabau, Kabupaten Dharmasraya). Kami menindaklanjutinya,” kata Satake. Selain di Sikabau, informasi pelarangan itu juga mencuat di Sungai Tambang, Kabupaten Sijunjung.
Menurut Satake, Sudarto masih diperiksa polisi di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumbar. Satake belum dapat memastikan apakah Sudarto akan ditahan atau tidak.
”Kalau memenuhi unsur (tidak pidana), nanti akan kami tahan. Sekarang belum ditahan, masih dalam proses pemeriksaan,” ujar Satake.
Ditambahkan Satake, Sudarto diduga melanggar Pasal 45 A ayat 2 juncto Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 14 Ayat 1 dan 2 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Padang Wendra Rona Putra mengatakan, Sudarto ditangkap di Kantor Yayasan Pusaka. ”Saat ini Sudarto didampingi oleh tim kuasa hukum YLBHI-LBH Padang,” kata Wendra.
Wendra menjelaskan, Sudarto dilaporkan oleh Harry Permana, Ketua Pemuda Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau, 29 Desember 2019. Sudarto dilaporkan atas penyebaran informasi melalui akun Facebook yang berpotensi menyesatkan atau bohong atau tidak benar.
Pelapor, kata Wendra, mendapat informasi yang bersumber dari akun Facebook ”Sudarto toto” bahwa Nagari Sikabau melarang kegiatan ibadah Natal. Menurut pelapor, berdasarkan surat dari Wali Nagari Sikabau, nagari tidak pernah melarang ibadah Natal. Yang benar, wali nagari hanya melarang jemaah dari luar Nagari Sikabau untuk datang dan ikut melaksanakan ibadah Natal.
Disayangkan
Wendra menyayangkan proses penangkapan Sudarto yang dinilai terburu-buru. Sudarto belum pernah mendapatkan pemanggilan awal sejak pelaporan 29 Desember 2019. Padahal, Sudarto sebelumnya sudah berinisiatif untuk melakukan audiensi dan menemui Direktur Intelkam Polda Sumbar untuk menjelaskan kesalahpahaman itu.
Menurut Wendra, polisi juga menggunakan pendekatan represif dalam menyelesaikan perkara ini. Semestinya polisi mengutamakan pendekatan dialogis.
”Kondisi ini (kasus yang menimpa Sudarto) mengkhawatirkan karena baru di awal tahun sudah ada penangkapan terhadap aktivis yang berkonsentrasi pada isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Kami terkejut karena proses hukumnya tergolong ringkas karena pelaporan tanggal 29 Desember 2019 dan tanggal 7 Januari 2020 langsung dilakukan penangkapan dengan status tersangka,” ujar Wendra.