Ketika koleksi-koleksi museum yang luar biasa kembali ke Indonesia, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Ditjen Kebudayaan, yang selama ini menangani museum justru dihapus.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·5 menit baca
Kabar menggembirakan muncul di pengujung 2019, sebanyak 1.500 benda bersejarah Indonesia yang tersimpan di Museum Nusantara Delft, Belanda, akhirnya dipulangkan ke Indonesia. Bahkan, setelah Museum Nusantara Delft, ada tiga museum di Belanda yang menawarkan lagi pemulangan benda-benda warisan budaya ke Indonesia.
Ini adalah sejarah baru dalam perjalanan permuseuman Indonesia, repatriasi atau pengembalian benda-benda seni hasil jarahan masa kolonial dalam jumlah yang sangat fantastis, 1.500 buah! Sebelumnya, hal serupa memang pernah terjadi di Indonesia, tetapi dalam nominal yang sangat terbatas.
Pada 1972, misalnya, Kerajaan Belanda menyerahkan naskah Nagarakretagama. Pada 1977, ada pemulangan arca Prajnaparamita, payung, pelana kuda, dan tombak Pangeran Diponegoro dari Belanda. Pada 2015 ada pemulangan tongkat Kiai Cokro milik Pangeran Diponegoro yang selama ini disimpan oleh keturunan Jean Chretien Baud, Gubernur Jenderal Hindia Belanda periode 1833-1836.
Pada repatriasi 1.500 benda bersejarah dari Museum Nusantara Delft, Pemerintah Indonesia hanya menanggung biaya pengembalian koleksi, sementara seluruh barang statusnya dihibahkan.
Pada repatriasi 1.500 benda bersejarah dari Museum Nusantara Delft, Pemerintah Indonesia hanya menanggung biaya pengembalian koleksi.
Proses repatriasi ini memakan waktu yang sangat panjang, yaitu empat tahun. Sejak Oktober 2015, Pemerintah Belanda mulai melakukan negosiasi dengan Pemerintah Indonesia untuk mengembalikan benda-benda bersejarah Indonesia yang tersimpan di Museum Nusantara Delft.
Tawaran itu tidak serta-merta disepakati dengan menerima seluruh koleksi yang disodorkan Belanda, dalam hal ini Museum Nusantara Delft. Sebagai negara penerima, Indonesia berhak memilih benda-benda koleksi yang terkait dengan kepentingan dalam negeri, terutama untuk menambah kualitas koleksi Museum Nasional.
Seluruh koleksi yang telah dipilih Pemerintah Indonesia harus melalui proses appraisal oleh ahli untuk memastikan nilai asuransi yang harus dikenakan terhadap benda-benda tersebut. Adapun nilai tafsiran terhadap 1.500 koleksi museum tersebut mencapai 1,1 juta euro atau sekitar Rp 17,1 miliar.
Proses pemulangan koleksi dari Belanda ke Indonesia dilakukan oleh PT Bhanda Ghara Reksa, BUMN logistik yang mengurus pengapalan dan penanganan koleksi ini dari tempat asalnya sampai ke Museum Nasional. Pada 23 Desember 2019, koleksi-koleksi tersebut tiba di Museum Nasional.
Komitmen repatriasi
Setelah Museum Nusantara Delft, Rijks Museum, Tropen Museum, dan Volkenkunde Museum juga menawarkan repatriasi. Tropen Museum dan Volkenkunde Museum merupakan dua museum yang tergabung dalam Nationaal Museum van Wereldculturen.
Komitmen untuk melaksanakan repatriasi sebelumnya disampaikan Stijn Schoonderwoerd, Direktur Nationaal Museum van Wereldculturen, dalam surat kabar Belanda, NRC, 1 Maret 2019 dalam artikel berjudul ”Seni yang Dicuri oleh Negeri Kolonial”. Menurut Stijn, Nationaal Museum van Wereldculturen tidak akan menanti sampai ada klaim dari negara-negara yang pernah dijarah benda-benda budayanya. Museum akan proaktif menawarkan koleksinya (khususnya benda-benda jarahan) untuk dikembalikan ke negara asalnya.
Menyikapi tawaran ini, Pemerintah Indonesia menyambut dengan antusias. Menurut Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid, dalam waktu dekat akan ada kerja sama untuk melakukan riset tentang asal-usul koleksi dimulai dari beberapa obyek yang disepakati bersama. Kerangka kerja samanya sedang dibahas dengan pihak terkait dan harapannya akhir Januari 2020 sudah ada jadwal bersama.
Dalam waktu dekat akan ada kerja sama untuk melakukan riset tentang asal-usul koleksi, dimulai dari beberapa obyek yang disepakati bersama.
Kembalinya ribuan koleksi benda budaya ke ”kampung halaman” serta munculnya komitmen dari beberapa museum untuk melakukan repatriasi tentu sangat menggembirakan bagi Indonesia, khususnya para pemangku kepentingan permuseuman. Kehadiran koleksi-koleksi masterpiece berupa tekstil, wayang kulit dan golek, mata uang, model perahu, litografi, foto, perhiasan, serta senjata pasti akan membawa warna baru, terutama dengan narasi-narasi dan sejarah di baliknya yang luar biasa.
”Seluruh koleksi yang telah kembali ke Indonesia tersebut akan dikaji ulang oleh Museum Nasional untuk menggali lebih dalam makna di baliknya. Ini adalah tanggung jawab besar karena standar pengelolaan dan perawatannya minimal harus sama seperti yang dilakukan museum-museum Belanda. Jangan sampai setelah dikembalikan ke Indonesia, koleksi-koleksi tersebut justru tidak terawat,” kata Kepala Bidang Pengkajian dan Pengumpulan Museum Nasional Nusi Lisabilla Estuadiantin.
Museum diurus siapa?
Saat pengembalian benda-benda budaya dari luar negeri terealisasi akhir tahun kemarin, Direktorat Kebudayaan (Ditjen Kebudayaan) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai lembaga pengampu permuseuman tengah mengalami perubahan struktur. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Ditjen Kebudayaan, yang selama ini menangani museum justru dihapus. Pertanyaan berikutnya, lalu siapa yang akan mengurus museum?
Menjelang Tahun Baru 2020, tepatnya 31 Desember 2019, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 45 Tahun 2019 yang berisi nomenklatur Ditjen Kebudayaan yang baru. Menurut permendikbud tersebut, Ditjen Kebudayaan akan terdiri atas enam lembaga.
Enam lembaga tersebut terdiri dari Sekretariat Ditjen Kebudayaan; Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat; Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Baru; Direktorat Pelindungan Kebudayaan; Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan; serta Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan.
Dari enam lembaga tersebut, tidak ada satu direktorat pun yang menyebut nama museum. Meski demikian, jika ditilik lebih lanjut, urusan permuseuman sebenarnya bisa masuk ke ranah tiga direktorat, yaitu Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, serta Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan.
Dari enam lembaga tersebut, tidak ada satu direktorat pun yang menyebut nama museum.
Dalam waktu bersamaan, dunia permuseuman Indonesia mendapatkan kabar yang menggembirakan dengan kembalinya koleksi-koleksi luar biasa ke Tanah Air, tetapi juga sekaligus pertanyaan besar tentang bagaimana nasib pengelolaan museum selanjutnya. Walaupun nama museum tidak lagi disebut secara eksplisit, semoga penanganan permuseuman Indonesia yang kini semakin kompleks tetap menjadi perhatian ke depan. Kita masih menunggu jawaban pertanyaan ini: Tahun 2020, mau dibawa ke mana museum kita?