Menteri: Hukuman Paedofil di Padang Harus Menjerakan
Aparat penegak hukum diharapkan memberikan hukuman berat terhadap AM (55), tersangka pelaku paedofilia terhadap seorang bocah perempuan berusia 12 tahun di Padang, Sumatera Barat.
Oleh
Yola Sastra
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS - Aparat penegak hukum diharapkan memberikan hukuman berat terhadap AM (55), tersangka pelaku paedofilia terhadap seorang bocah perempuan berusia 12 tahun di Padang, Sumatera Barat. Hukuman yang setimpal akan memberikan efek jera bagi orang lain yang berniat melakukan kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak.
Harapan itu disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, saat berkunjung ke kantor Kepolisian Resor Kota Padang, Minggu (5/1/2019). Kunjungan itu turut dihadiri Kepala Kepolisian Daerah Sumbar Inspektur Jenderal Toni Harmanto, Wakil Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Ketua P2TP2A Padang Harneli Bahar.
Dengan tindakan tegas dari aparat penegak hukum, Bintang mengatakan, harapannya tidak ada lagi korban-korban berikutnya. "(Tindakan tegas) memberi efek jera bagi orang yang berkeinginan melakukan tindakan asusila yang tidak pakai akal sehat itu,” katanya.
Untuk mencegah kasus-kasus seperti ini, semua stakeholder perlu bergandengan tangan.
Korban mengalami pelecehan seksual berulang kali oleh AM sejak Agustus 2018-April 2019 di Kelurahan Teluk Kabung Utara, Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Diduga, akibat perbuatan itu, korban mengalami kanker rektum stadium empat. Bocah itu pun meninggal di RSUP Dr M Djamil Padang, Senin (30/12), setelah sempat dirawat di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Bintang mengaku prihatin karena kasus kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak terus terjadi. Sejak menjabat Menteri PPPA pada 27 Oktober 2019, Bintang berulang kali mendapatkan laporan kasus. Laporan terbaru, ada kasus bocah usia sekitar 3 tahun di Bengkulu meninggal akibat dicabuli pamannya sendiri.
“Untuk mencegah kasus-kasus seperti ini, semua stakeholder perlu bergandengan tangan,” ujar Bintang. Kementerian, penegak hukum, dan pemerintah daerah harus bekerja sama agar kasus serupa bisa dicegah dan tidak terulang kembali.
Bintang pun mengapresiasi Polresta Padang yang berkomitmen menindak tegas pelaku kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak. Hal ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam penegakan hukum.
Menurut Bintang, di daerah lain, seperti di wilayah timur Indonesia, masih banyak kasus yang hanya diselesaikan secara adat dan agama, bukan secara hukum. Akhirnya, tidak ada efek jera bagi pelaku yang jelas-jelas bersalah secara hukum. “Kasus hukum harus selesaikan dengan hukum,” ujarnya.
Tambah pasal
Kepala Polresta Padang Komisaris Besar Yulmar Try Himawan menjelaskan, kasus itu sudah memasuki tahap I atau pemberkasan. Senin (6/1) besok, polisi segera berkoordinasi untuk menambahkan pasal baru karena perbuatan pelaku menyebabkan korban meninggal.
Pasal yang ditambahkan yaitu Pasal 81 ayat (5) dan Pasal 82 ayat (4) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi UU. Pasal tersebut menambah hukuman bagi pelaku sebanyak satu per tiga dari total hukuman maksimal 15 tahun penjara.
“Kami juga berkoordinasi dengan pengadilan dalam hal penerapan pasal maksimal dalam kasus tersebut,” kata Yulmar.
Polisi menangkap tersangka AM di Kabupaten Kerinci, Jambi, Sabtu (30/11). Sebelumnya, pria yang bekerja sebagai nelayan itu sempat kabur ketika pihak keluarga melaporkan perbuatannya kepada polisi. Selama pelarian, AM bekerja sebagai tukang bangunan.
Dalam aksinya, AM mengiming-imingi korban dengan uang Rp 20.000-Rp 50.000. Pada kejadian pertama, korban yang membantu neneknya berjualan rakik (semacam peyek) sepulang sekolah kehilangan uang hasil jualan. Tersangka membujuk korban yang bersedih dengan memberi uang Rp 20.000 dan melakukan aksinya. Setiap melakukan aksi, AM juga mengancam korban agar tidak melapor kepada keluarga.
Ketua P2TP2A Padang Harneli Bahar mengimbau masyarakat melapor jika mengetahui perbuatan kekerasan ataupun pelecehan terhadap perempuan dan anak. Dengan demikian, para pelaku bisa diproses secara hukum.
“Tolong laporkan sehingga pelaku mendapatkan hukuman tegas. Ada efek jera. Orang akan berpikir panjang untuk berbuat,” kata Harneli, yang juga istri Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah itu. Harneli juga mengimbau orangtua untuk selalu mengajarkan anak, terutama anak perempuan, untuk menjaga diri.
Menurut Harneli, ketahanan keluarga menjadi salah satu kunci dalam mencegah kasus kekerasan ataupun pelecehan terhadap perempuan dan anak. Hal itu bisa dilakukan dengan mengadakan waktu khusus bagi keluarga untuk berkumpul setiap hari. Pemkot Padang mengadakan program 1821 (berkumpul keluarga pukul 18.00-21.00) untuk meningkatkan ketahanan keluarga.
Berdasarkan data Polresta Padang, laporan kasus perkosaan meningkat dari empat kasus tahun 2018 menjadi tujuh kasus tahun 2019. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Padang Ajun Komisaris Edriyan Wiguna mengatakan, selama 2019, pihaknya menerima 49 laporan anak dicabuli.
Sementara itu, Toni Harmanto mengatakan, kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak umumnya tidak dilaporkan karena keluarga malu, dianggap aib, atau ketidaktahuan. “Polisi tidak akan tinggal diam terhadap masalah ini,” ujar Toni.