Masyarakat Loksado di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, meramu kayu manis dari hutan Pegunungan Meratus. Untuk memastikan keberlangsungan panen penunjang kehidupan itu, masyarakat pun membudidayakannya.
Oleh
Jumarto Yulianus
·5 menit baca
Puluhan tahun masyarakat Loksado di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, meramu kayu manis dari hutan Pegunungan Meratus. Mereka merasakan manisnya hidup dari tanaman hutan nonkayu itu. Untuk memastikan keberlangsungan panen tanaman penunjang kehidupan itu, masyarakat pun membudidayakannya.
Sinar mentari di Desa Loklahung, Loksado, Sabtu (23/11/2019) pagi, tak begitu terik. Sehari sebelumnya, dari sore hingga malam, hujan lebat mengguyur wilayah Loksado. Parni (40), warga Desa Loklahung, pun berangkat ke hutan untuk memanen kayu manis (Cinnamomum burmanii). ”Lokasi kebun sekitar 1 jam dari kampung,” ujarnya.
Sebelum pukul 10.30 Wita, Parni sudah kembali ke rumah membawa seikat kayu manis yang baru dipanen. Di teras rumah, ia duduk mengikis kulit ari kayu manis. Setelah dikikis, kulit dibelah menjadi beberapa bagian. Potongan kulit kayu manis yang sudah bersih diletakkan di atas seng lalu dijemur di depan rumah. ”Mudah-mudahan tidak hujan,” ujarnya.
Parni mengatakan, kayu manis harus dijemur di terik matahari sebelum dijual kepada pengepul di Loksado. Jika cuaca panas terik, penjemuran cuma satu hari. Namun, kalau cuaca tidak begitu panas, penjemuran bisa 2-3 hari. Harga kayu manis di tingkat pengepul saat ini Rp 55.000 per kilogram (kg).
Hari itu, Parni hanya memanen satu pokok kayu manis di kebunnya. Pohon yang dia tebang ditanam sekitar 10 tahun lalu. ”Pohon yang ditebang tadi kecil. Kalau dalam kondisi basah segini, berat keringnya nanti paling 1,5 kg,” tuturnya.
Menurut Parni, panen kayu manis tidak dilakukan setiap hari. Kadang-kadang sebulan hanya satu kali panen. Pohon kayu manis di kebun Parni yang sudah berusia 10 tahun dan bisa dipanen tak banyak lagi. ”Paling tinggal 10 pokok lagi. Habis karena dipanen terus,” katanya.
Sebagian besar pohon kayu manis di kebun Parni kini masih kecil. Dua tahun lalu, Parni menanam sekitar 300 pohon. Setidaknya bapak empat anak itu harus menunggu delapan tahun lagi untuk menikmati panen kayu manis tersebut. ”Kalau panen nanti, lumayan hasilnya. Apalagi, kalau harganya bagus seperti sekarang,” ucapnya.
Aslan (50), warga Desa Loklahung lain, menuturkan, harga kayu manis sangat menggiurkan sejak beberapa bulan lalu. Namun, sebagian besar petani tak banyak lagi memiliki kayu manis siap panen karena sudah dipanen pada tahun-tahun sebelumnya.
”Punya kami hampir habis dipanen tahun lalu. Hasilnya waktu itu cukup lumayan, bisa untuk membangun rumah, membiayai sekolah anak, dan belanja barang kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.
Tahun ini, Aslan tak bisa lagi panen raya seperti tahun lalu karena sebagian besar kayu manis belum siap panen. ”Kalau ditotal, luas kebun kayu manis kami saat ini sekitar 5 hektar. Paling cepat panen lima tahun ke depan,” katanya.
Mandiri
Menurut Aslan, yang juga Ketua RT 001 Desa Loklahung, petani kayu manis di Loksado umumnya membudidayakan kayu manis secara mandiri, mulai dari penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, perawatan, hingga panen dan pascapanen. ”Petani di sini terbiasa karena sudah puluhan tahun menanam kayu manis,” ujarnya.
Kayu manis umumnya ditanam di ladang yang sudah ditanami padi. Kayu manis ditanam di sela-sela padi. Kedua jensi tanaman dibiarkan tumbuh bersama sampai padi dipanen. ”Setelah panen padi, kami fokus merawat kayu manis,” katanya.
Aslan menuturkan, perawatan kayu manis tidak sulit, cukup membersihkan rumput atau tanaman pengganggu di sekitar pokok kayu manis.
”Tidak perlu diberi pupuk. Biarkan kayu manis tumbuh alami. Kalau tanahnya cocok, pasti bagus tumbuhnya,” katanya.
Kondisi tanah dan perawatan sangat berpengaruh pada pertumbuhan kayu manis. ”Kalau kondisi tanah dan perawatannya bagus, tidak perlu menunggu sampai 10 tahun. Kayu manis sudah bisa dipanen pada umur 6 tahun,” ujarnya.
Menurut Aslan, produktivitas kayu manis bisa mencapai 2 ton per hektar. Jika harga kayu manis menembus Rp 50.000 per kg seperti sekarang, petani bisa meraup Rp 100 juta saat panen. ”Hasilnya sangat menjanjikan. Karena itu kami mempertahankan tanah kami untuk berladang dan berkebun,” katanya.
Adirman (42), pengepul kayu manis di Loksado, menyatakan, harga kayu manis terus naik dalam beberapa tahun terakhir. ”Harga sekarang ini merupakan harga tertinggi selama ulun (saya) mengumpulkan kayu manis,” kata Adirman yang lebih dari 10 tahun menjadi pengepul kayu manis.
Setiap hari, Adirman rata-rata menerima 50-100 kg kayu manis dari petani. Sampai sekarang, pasokan kayu manis dari petani di Loksado masih stabil. ”Berapa pun yang diantar ke sini, ulun terima,” ujarnya.
Menurut Adirman, kayu manis dari Loksado dijual ke Banjarmasin, Samarinda, Pontianak, hingga Surabaya. Untuk penjualan ke Banjarmasin rata-rata 1-2 kali dalam seminggu. Sementara penjualan ke daerah lain tidak menentu karena tergantung pesanan. ”Sekali mengantar pesanan kayu manis rata-rata 1-2 ton,” katanya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Hulu Sungai Selatan, luas panen tanaman kayu manis di Kecamatan Loksado pada 2018 berada di urutan kedua setelah tanaman karet, yaitu seluas 2.612 hektar dan total produksi 2.445 ton.
Bibit gratis
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Hulu Sungai Rudiono Herlambang mengatakan, budidaya kayu manis sangat bermanfaat dan menjanjikan. Selain cocok untuk menghijaukan kembali kawasan hutan, tanaman kayu manis juga memiliki nilai jual tinggi.
Dalam masyarakat Loksado, menurut Rudiono, ada aturan tidak tertulis yang menyatakan, jika satu pohon kayu manis ditebang, wajib menanam 10 pohon kayu manis sebagai gantinya.
”Karena itu, mulai tahun ini, kami mengembangkan pembibitan kayu manis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan bibit kayu manis,” katanya.
Jumlah bibit kayu manis yang disediakan tahun ini sekitar 22.000 batang. Tahun depan, jumlahnya akan ditambah hingga menjadi 50.000 batang. Bibit tersebut disediakan bagi masyarakat di wilayah KPH Hulu Sungai yang mencakup tiga kabupaten, yaitu Tapin, Hulu Sungai Selatan, dan Hulu Sungai Tengah.
”Bibit tersebut diberikan secara gratis kepada masyarakat yang memerlukan. Mereka bisa mendapatkan secara pribadi ataupun melalui kelompok tani,” ujarnya.
Menurut Rudiono, budaya menanam kayu manis yang sudah puluhan tahun dilakukan masyarakat Loksado sejalan dengan program revolusi hijau yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
Dengan menanam kayu manis, kelestarian hutan terjaga dan hidup masyarakat juga bakal sejahtera.