Yunahar Ilyas, Ulama yang Bisa Diterima Semua Kalangan
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yunahar Ilyas meninggal pada usia 63 tahun, Kamis (2/1/2020) malam, di Yogyakarta. Di kalangan Muhammadiyah, Yunahar dikenal sebagai ulama dengan ilmu keislaman yang tinggi.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yunahar Ilyas meninggal pada usia 63 tahun, Kamis (2/1/2020) malam, di Yogyakarta. Di kalangan Muhammadiyah, Yunahar dikenal sebagai ulama dengan ilmu keislaman yang tinggi. Namun, Yunahar juga sosok yang toleran dan menghargai perbedaan sehingga bisa diterima semua kalangan.
Ketua PP Muhammadiyah Muhadjir Effendy mengatakan, Yunahar Ilyas menempati posisi yang unik di kalangan Muhammadiyah. Hal ini karena Yunahar memiliki pengetahuan keislaman yang sangat tinggi sehingga kerap menjadi rujukan terkait masalah hukum Islam.
”Prof Yunahar ini memiliki posisi yang sangat unik di jajaran PP Muhammadiyah, terutama dalam hal kepakaran, karena pengetahuan keislaman beliau yang sangat dalam dan sangat luas,” kata Muhadjir seusai menghadiri pemakaman jenazah Yunahar, Jumat (3/1/2020), di kompleks pemakaman Karangkajen, Yogyakarta.
Dengan posisi yang unik itu, Muhadjir menuturkan, kepergian Yunahar menjadi kehilangan yang sangat besar bagi Muhammadiyah. Muhadjir menyebut, tak mudah mencari sosok yang bisa menggantikan peran Yunahar di Muhammadiyah.
”Beliau memiliki pengetahuan keislaman yang multikompleks sehingga kerap menjadi rujukan. Mudah-mudahan nanti segera ada pengganti, tetapi saya yakin tidak ada yang betul-betul bisa mengganti peran beliau selama ini,” ujar Muhadjir yang juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan itu.
Yunahar meninggal pada Kamis pukul 23.47 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Sardjito, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Selama dua bulan terakhir, pria kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, 22 September 1956, itu memang dirawat di sejumlah rumah sakit di Yogyakarta karena mengalami gangguan ginjal.
Beliau memiliki pengetahuan keislaman yang multikompleks sehingga kerap menjadi rujukan. Muda-mudahan nanti segera ada pengganti, tetapi saya yakin tidak ada yang betul-betul bisa mengganti peran beliau selama ini.
Sebelum dirawat di RSUP dr Sardjito, Yunahar dirawat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Beberapa waktu lalu, Yunahar dipindah ke RSUP dr Sardjito untuk menjalani persiapan operasi cangkok ginjal. Namun, Yunahar akhirnya berpulang pada Kamis malam.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan, Muhammadiyah merasa sangat kehilangan dengan kepergian Yunahar. Haedar menyebut, Yunahar merupakan sosok ulama dan mubalig yang banyak bergaul dengan masyarakat bawah. Selain itu, Yunahar juga dikenal sebagai ulama yang memiliki konsistensi antara ucapan dan tindakan.
”Keteladanan almarhum bisa menjadi rujukan bagi generasi muda karena beliau adalah sosok yang kata-katanya sejalan dengan tindakan,” kata Haedar.
Diterima
Yunahar Ilyas menjadi anggota Muhammadiyah sejak tahun 1986. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Sumatera Barat, dia lalu melanjutkan studi di sejumlah perguruan tinggi berbeda.
Yunahar tercatat pernah berkuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol, Padang, serta Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud di Riyadh, Arab Saudi. Sesudahnya, Yunahar juga melanjutkan studi S-2 dan S-3 di IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Di Muhammadiyah, Yunahar pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah periode 2000-2005. Sementara itu, sejak tahun 2005, Yunahar menjabat sebagai Ketua PP Muhammadiyah hingga sekarang. Yunahar juga merupakan guru besar di Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyatakan, Yunahar Ilyas juga memainkan peran besar di MUI. Selain menjadi Ketua PP Muhammadiyah, Yunahar memang menjabat sebagai Wakil Ketua Umum MUI.
Menurut Anwar, Yunahar sangat sering mendampingi dan memberi masukan kepada Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin. Selain itu, Yunahar berperan membangun kebersamaan di antara para pengurus MUI yang berasal dari organisasi kemasyarakatan (ormas) berbeda.
”Kita, kan, di Majelis Ulama Indonesia itu tidak hanya satu ormas sehingga cara pandangnya pasti bermacam-macam. Kiai Yunahar ikut memainkan peran merajut kebersamaan di tengah perbedaan sehingga persatuan dan kesatuan di kalangan pimpinan MUI bisa tercipta,” ungkap Anwar yang juga menjabat Ketua PP Muhammadiyah.
Anwar menuturkan, sebagai ulama, Yunahar merupakan sosok yang sangat toleran dan arif dalam menyikapi perbedaan. Oleh karena itu, Yunahar menjadi sosok yang bisa diterima oleh semua pihak, termasuk kalangan di luar Muhammadiyah. ”Beliau sangat bisa diterima oleh tokoh-tokoh di luar Muhammadiyah karena beliau sangat toleran,” katanya.
Anwar menilai, karakter toleran yang dimiliki Yunahar itu dipengaruhi oleh ilmu tafsir yang dia pelajari. Dalam ilmu tafsir, perbedaan pendapat merupakan sesuatu yang biasa dan wajar dijumpai sehingga mereka yang mempelajari tafsir sudah terbiasa menghadapi perbedaan.
”Beliau, kan, concern dengan ilmu tafsir. Seperti kita ketahui bersama, dalam ilmu tafsir itu, kan, banyak sekali perbedaan pendapat. Jadi, seandainya dalam kehidupan bermasyarakat beliau menemukan perbedaan, bagi beliau itu hal biasa karena beliau sudah biasa dengan perbedaan,” ucapnya.
Sementara itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif menuturkan, Yunahar merupakan sosok pekerja keras. Bahkan, dalam keadaan kurang sehat, Yunahar masih terus beraktivitas. ”Dia seorang alim yang tidak pernah mau istirahat. Dalam keadaan sakit, dia juga masih ke mana-mana,” katanya.
Syafii juga menyebut, sebagai pengurus Muhammadiyah, Yunahar merupakan pengusung paham Islam wasatiyyah yang moderat dan tidak ekstrem. ”Dia mengusung Islam wasatiyyah yang tidak ekstrem ke kanan dan tidak ekstrem ke kiri. Ini penting untuk Indonesia masa depan,” ujarnya.