TNI bertindak tegas dalam mengatasi ancaman pencurian ikan dan pelanggaraan wilayah di perairan Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau.
Oleh
Edna C Pattisina dan M Ikhsan Mahar
·3 menit baca
NATUNA, KOMPAS— TNI bertindak tegas dalam mengatasi ancaman pencurian ikan dan pelanggaraan wilayah di perairan Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau. Operasi rutin Siaga Tempur Laut yang dipadukan dengan patroli udara kali ini difokuskan ke wilayah perairan Natuna.
“Jangan mudah terpancing provokasi, lakukan semua tindakan terukur sesuai hukum yang berlaku,” kata Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) I Laksamana Madya Yudo Margono saat memimpin apel gelar pasukan Operasi Siaga Tempur Laut, di fasilitas labuh TNI AL di Selat Lampa, Natuna, Jumat (3/1/2020). Apel tersebut juga mengantar KRI Tjiptadi dan KRI Teuku Umar dalam operasi. Tiga KRI sedang dalam perjalanan untuk ambil bagian yaitu KRI John Lie, KRI Karel Satsuit Tubun, dan KRI Usman Harun.
“Hubungan strategis dengan negara-negara tetangga harus dijaga supaya tidak terjadi masalah sehingga harus buka komunikasi,” kata Yudo.
Ia mengatakan, komunikasi dibuka terkait dengan keberadaan kapal-kapal tersebut di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia bahkan juga sudah masuk ke wilayah landas kontinen. Seuai ketentuan, kapal-kapal asing pemerintah yang melanggar wilayah harus diusir sementara kapal-kapal ikan diproses hukum.
“Kalau mereka paham aturan internasional, jelas bahwa kehadiran KRI yang merupakan kapal perang adalah kehadiran negara sehingga kita harapkan mereka juga akan mengerti,” kata Yudo.
Yudo mengatakan, dalam perjalanan ke Natuna dengan TNI, ia memantau adanya sekitar 30 kapal nelayan China dan 3 kapal Coast Guard China yang ada di ZEE Indonesia dan Malaysia. Di layar monitor terlihat bendera China berkibar di kapal Coast Guard. Selain itu dari ketinggian 1500 kaki juga terlihat koordinat kapal-kapal yang dipantau tersebut yaitu sekitar 5 LU dan 109 BT.
“Tadi yang kita lihat sendiri ada kapal coast guard China sedang mengawal kapal nelayan China sekitar 130 mil Timur Laut dari Lanud Ranai, Natuna,” kata Yudo.
Sebagai Pangkogabwilhan, ia mendapat kewenangan pengendalian dari Panglima TNI. Tugas pokoknya diantaranya sebagai penangkal. untuk pengendalian operasi diserahkan pada Panglima Armada TNI AL I dan Panglima Komando Operasi TNI AU 1.
Sementara itu, pemerintah Indonesia meminta China menghormati kesepakatan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut atau UNCLOS tahun 1982 terkait batas wilayah Zona Ekonomi Ekslusif milik Indonesia di wilayah Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Adapun sikap pemerintah Indonesia ialah menghindari pendekatan militeristik yang dapat menyebabkan hubungan bilateral kedua negara renggang.
Usai menghadiri rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memastikan China telah melanggar kesepakatan UNCLOS seiring batas wilayah Indonesia di kawasan Laut Natuna Utara. Sebagai negara yang mengakui UNCLOS, lanjut Retno, China seharusnya tidak melakukan kegiatan dan menghormati batas wilayah Indonesia.
“Indonesia tidak akan mengakui klaim sepihak oleh Tiongkok yang tidak memiliki landasan hukum internasional, seperti yang tercantum dalam UNCLOS 1982,” ujar Retno di Jakarta, Jumat.
Dalam rapat yang dihadiri sejumlah pejabat terkait, di antaranya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, serta Kepala Badan Keamanan Laut Laksamana Madya Achmad Taufiqoerrochman, Retno menegaskan, pemerintah melindungi aktivitas nelayan Indonesia di wilayah Laut Natuna Utara. Hal itu dilakukan dengan meningkatkan patroli yang dilakukan Bakamla bersama TNI serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.