Monas menjadi salah satu monumen simbolis yang tak hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga warga luar negeri.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·2 menit baca
Setiap orang yang pergi ke Lapangan Monas, selain hendak melihat tugu atau monumen dan museum sejarah, pertunjukan atau festival, tentu juga untuk menikmati suasana di tamannya yang rimbun. Kawasan taman yang rimbun itu dibangun pada 1972 atau 11 tahun setelah pembangunan tugu pada 1961.
Taman Monumen Nasional (Monas) itu adalah nama areal di sekitar tugu ketika mulai ditata dan ditanami berbagai jenis pohon. Awalnya, taman dihijaukan dengan pohon kelapa, palma, akasia, mahoni, bungur, dan pohon pengarah jalan dari jenis Salix babylonica (Kompas, 3/1/1973).
Dengan dibangunnya taman itu, keberadaan tugu Monas sebagai penanda atau landmark ibu kota Jakarta semakin lengkap dan indah. Monas menjadi salah satu monumen simbolis yang tak hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga warga luar negeri.
Pembangunan Taman Monas bertujuan menciptakan jantung ekologi kota, membuat kota menjadi lebih indah, sejuk, nyaman, dan tertata rapi. Selain menambah estetika, taman ini dibuat untuk memberi manfaat kepada orang banyak.
Sebagai taman kota, Taman Monas tentu memiliki fungsi ekologis. Fungsi ini antara lain sebagai sumber penghasil oksigen dan penyerapan karbon dioksida.
Taman ini dibuat untuk memberi manfaat kepada orang banyak.
Layaknya taman, Taman Monas juga memiliki fungsi sosial. Taman Monas dapat menjadi sarana untuk meningkatkan interaksi sosial masyarakat. Taman ini juga menjadi tempat komunikasi sosial, tempat berolahraga, rekreasi, dan edukasi.
Mengingat fungsinya sebagai ruang publik, tidak elok jika ada kelompok masyarakat yang membatasi atau melarang kelompok lain untuk menggunakan kawasan taman. Semua warga kota berhak memakainya.
Kita juga perlu memberi catatan, areal yang seharusnya untuk paru-paru kota itu tidak seharusnya menjadi lahan parkir. Sulitkah menggantikan kendaraan dengan taman yang indah?