Tes Sebelum Ujian Sesungguhnya
Kekurangan yang terjadi sepanjang masa angkutan Natal dan Tahun Baru menjadi pelajaran berharga yang harus diperhatikan operator tol layang sebelum Lebaran Idul Fitri 2020.
Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek telah dioperasikan pada libur Natal dan Tahun Baru sekarang. Namun, tol layang ini baru menghadapi ”ujian sesungguhnya” saat arus mudik Lebaran 2020 nanti. Segala kekurangan yang terjadi sepanjang masa angkutan Natal dan Tahun Baru saat ini menjadi pelajaran berharga yang harus diperhatikan operator tol layang.
Sejak dibangun tahun 2017, Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek (Japek) diharapkan bisa mengatasi persoalan kemacetan yang terjadi di sepanjang ruas Tol Japek. Terlebih ketika arus mudik saat jumlah kendaraan yang melintasi Tol Japek melonjak drastis. Peran Tol Japek sedemikian strategis karena menjadi jalur utama kendaraan dari arah Jakarta menuju ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Secara keseluruhan, setiap hari ada 200.000 kendaraan yang melintasi Tol Japek. Rasio volume terhadap kapasitas jalan tol yang dioperasikan sejak 1988 itu sudah melampaui batas tingkat pelayanan, yakni 0,8 atau sangat padat.
”Banyak keluhan yang masuk ke saya. Kalau sudah lewat Tol Jakarta-Cikampek, macetnya berjam-jam. Kita harapkan, dengan dibukanya jalan ini, kemacetan yang sudah kita rasakan sejak 2016 bisa terkurangi. Kalau dari hitung-hitungan, bisa mengurangi kemacetan 30 persen,” kata Presiden Joko Widodo saat meresmikan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek di Kilometer 38+400, di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (12/12/2019).
Awalnya, tol layang sepanjang 38 kilometer itu diperkirakan bisa beroperasi dan siap melayani pemudik saat masa angkutan Lebaran 2019. Namun, peresmian tol layang mundur dari yang ditargetkan. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono kala itu menyatakan, konstruksi tol layang belum siap untuk dioperasikan.
Pengerjaan tol layang akhirnya rampung menjelang akhir 2019. Masa angkutan Natal dan Tahun Baru menjadi ajang uji coba kelayakan tol layang terpanjang di Indonesia itu. Kehadirannya diperkirakan mampu memperlancar arus kendaraan pemudik pada masa libur panjang akhir tahun.
Antusiasme masyarakat untuk mencoba tol layang pun tergolong tinggi. Terlebih PT Jasa Marga (Persero) Tbk selaku operator jalan tol memutuskan untuk mengoperasikan tol tanpa tarif selama masa angkutan Natal dan Tahun Baru.
Pada hari pertama pengoperasian 15 Desember 2019, Jasa Marga mencatat ada 1.800 hingga 2.600 kendaraan yang melintasi tol layang setiap jam. Semua kendaraan yang melintas adalah kendaraan kecil atau mobil pribadi karena bus dan truk untuk sementara dilarang naik ke tol layang.
”Pengoperasian tol layang mengakibatkan kenaikan lalu lintas pada ruas Jalan Tol Japek sebesar 5,8 persen dari lalu lintas rata-rata harian,”
ujar Corporate Communication and Community Development Group Head Jasa Marga Dwimawan Heru.
Menjelang masa angkutan Natal pada 20 Desember hingga 24 Desember 2019, Jasa Marga memprediksi akan ada 4,7 juta kendaraan yang melintasi jalan tol di sekitar Jakarta. Sebanyak 478.000 kendaraan diperkirakan melintasi Tol Japek ke arah timur. Jumlah tersebut naik 10,79 persen dari periode angkutan Natal 2018 yang sebesar 431.578 kendaraan.
Kemacetan
Prediksi lonjakan jumlah kendaraan itu terbukti. Pada puncak arus mudik Natal tangga 21 Desember, misalnya, Jasa Marga mencatat ada 63.014 kendaraan meninggalkan Jakarta menuju ruas Tol Japek. Jumlah itu meningkat 87,83 persen dibandingkan dengan lalu lintas pada hari normal.
Lonjakan jumlah kendaraan di Tol Japek membawa konsekuensi, yaitu kemacetan di tol layang. Kemacetan terjadi karena imbas kepadatan di dua titik, yaitu di Km 9 dan Km 48.
Di Mm 9, papan informasi petunjuk untuk berpindah ke Jalan Tol Layang Japek berukuran kecil dan sering kali tidak terpantau pengendara, terutama mobil kecil, karena terhalang kendaraan besar. Akibatnya, kendaraan yang ingin menaiki tol layang tidak punya cukup waktu untuk berpindah lajur.
Sebagian kendaraan golongan I dari Jakarta masih melaju di jalur kanan dan baru berpindah ke jalur kiri saat beberapa puluh meter menjelang jalur tol layang. Hal itu menimbulkan kemacetan dan rawan memicu kecelakaan.
Adapun di Km 48 terjadi penyempitan lajur. Tiga lajur di tol layang dan tiga lajur di Tol Japek bawah bertemu di titik yang hanya memiliki empat lajur. Otomatis pertemuan arus kendaraan di jalur menyempit seperti leher botol atau bottleneck.
Kepolisian pun melakukan berbagai cara untuk mengurai kemacetan. Mulai dari memberlakukan sistem buka tutup, rekayasa lalu lintas satu arah, hingga lawan arus.
”Ada penyempitan lajur dari 6 lajur menjadi 4 lajur. Selain itu, 500 meter sebelum pintu tol layang banyak bus dan truk yang mengambil di lajur 1 sehingga menghambat kendaraan golongan 1 yang akan masuk ke tol layang,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi.
Menanggapi kondisi itu, Direktur Operasi Jasa Marga Subakti Syukur mengatakan, Jasa Marga bakal memperlebar lajur di titik pertemuan tol layang dan Tol Japek di Km 48. Lajur yang sebelumnya ada 4 direncanakan ditambah menjadi 5 atau 6 lajur. Pengerjaannya dimulai awal 2020 dan diharapkan tuntas sebelum masa angkutan Lebaran 2020.
Selain penyempitan lajur, Budi juga menyoroti kemacetan yang disebabkan area istirahat di Km 50 Tol Japek. Area istirahat itu merupakan area istirahat kecil dengan kapasitas menampung kendaraan yang terbatas.
Area istirahat di Km 50 menjadi favorit pengendara karena tiadanya area istirahat sepanjang 38 km tol layang. Ketika turun dari tol layang, pengendara yang kelelahan dan hendak buang air kecil berebut masuk area istirahat di Km 50. Ketiadaan area istirahat di tol layang juga kerap membuat pengendara kehabisan bahan bakar. Kondisi itu memperparah kemacetan di tol layang.
Area istirahat pun menjadi padat, bahkan kendaraan antre mengular panjang hingga ke jalan tol. Akibatnya, kendaraan yang melaju di tol melambat dan kemacetan pun terjadi.
Kemenhub dan Jasa Marga tidak bisa berbuat banyak mengatasi persoalan itu. Budi hanya bisa mengimbau masyarakat agar tak memaksakan diri melewati tol layang apabila kepadatan lalu lintas di sana mulai terlihat.
Langkah lainnya, Kemenhub telah berkoordinasi dengan Jasa Marga untuk menyediakan bahan bakar darurat bagi masyarakat yang kehabisan bahan bakar di atas tol layang. Sementara untuk penanganan jangka panjang, Km 50 yang jadi penyebab kemacetan direncanakan dipindahkan.
Kecelakaan
Berdasarkan data Jasa Marga, selama periode masa angkutan Natal dan Tahun Baru 2019 yang dihimpun pada rentang 20 Desember hingga 25 Desember 2019, tercatat ada 14 korban luka ringan dan 6 orang luka berat.
Jumlah itu menurun dibandingkan dengan kecelakaan pada periode masa angkutan Natal dan Tahun Baru 2018 yang menelan korban jiwa sebanyak 1 orang, luka ringan 24 orang, dan luka berat 4 orang.
Kecelakaan beruntun yang melibatkan dua mobil memang sempat terjadi di tol layang Km 27. Namun, kecelakaan itu tidak sampai menimbulkan korban jiwa. Menurut Corporate Communication Department Head PT Jasa Marga Faiza Riani. kecelakaan tersebut disebabkan oleh pengendara mobil kurang bisa mengantisipasi laju kendaraan.
Terkait dengan laju kendaraan, Jasa Marga memberlakukan batas maksimum kecepatan 80 km per jam di tol layang. Pengamat transportasi Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno, berpendapat, faktor kondisi jalan yang nyaman membuat pengendara cenderung berkendara dengan kecepatan tinggi.
Djoko melihat, masyarakat harus diedukasi tentang tata cara dan etika berlalu lintas di jalan tol. Jalan tol, katanya, memiliki karakter sangat beda dengan jalan non-tol. Ia mendesak regulator dan operator tol harus secara bersama terus-menerus mengedukasi hal itu kepada masyarakat.
”Itu hal yang masih kurang dilakukan selama ini,” katanya.
Oleh sebab itu, kecelakaan lalu lintas berupa pecah ban dan tabrakan beruntun di jalan tol belum bisa dihindari. Insiden pecah ban sering terjadi karena tekanan udara di ban tidak diatur sebelum bepergian. Kondisi itu diperburuk dengan kebiasaan berkendara dengan kecepatan tinggi yang sangat rentan menyebabkan pecah ban. Ketidaktertiban pengendara terhadap hal-hal yang prinsip semacam itulah yang tidak jarang menyebabkan kecelakaan.
Ketidakdisiplinan juga terlihat saat kepolisian menemukan pelanggaran atas aturan larangan pengoperasian truk. Selama masa angkutan Natal dan Tahun Baru, Kemenhub melarang truk dan kendaraan barang sumbu tiga atau lebih melintas di tol.
Namun, kepolisian menemukan ada 20 truk yang masih melewati jalan tol pada 25 Desember 2019. Kepala Induk Patroli Jalan Raya (PJR) Jalan Tol Jakarta-Cikampek Elevated Korlantas Polri Ajun Komisaris Stanlly Soselisa mengatakan, kepolisian menahan 20 truk di Km 42 Jalan Tol Japek arah Jakarta. Truk-truk itu kemudian ditahan dan dilarang melintas hingga keesokan harinya.
Apa yang dilakukan operator dan regulator sepanjang masa angkutan Natal dan Tahun Baru kali ini mungkin belum optimal. Beberapa peristiwa yang terjadi sepanjang masa angkutan Natal dan Tahun Baru menjadi catatan berharga bagi Kemenhub dan Jasa Marga untuk mengantisipasi hal serupa pada masa angkutan Lebaran 2020.