Peredaran ilegal batu sinabar dan merkuri masih terjadi. Sepanjang tahun 2019, polisi menggagalkan pengiriman ilegal 212 kilogram merkuri dan 89 kilogram batu sinabar.
Oleh
Frans Pati Herin
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS— Sepanjang tahun 2019, Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, Maluku, menggagalkan pengiriman secara ilegal 212 kilogram cairan merkuri dan 89 kilogram batu sinabar yang merupakan bahan baku merkuri. Lemahnya pengawasan di Kabupaten Seram Bagian Barat, sumber batu sinabar terbesar di Indonesia, dinilai sebagai penyebab lolosnya peredaran barang tersebut hingga masuk pelabuhan di Ambon.
Kepala Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan Yos Sudarso Ajun Komisaris Florensius Teddy, Senin (30/12/2019), mengatakan, polisi menggagalkan pengiriman barang bukti karena firasat penyidik dan laporan masyarakat. Pengiriman selalu berganti modus. Merkuri antara lain dikemas dalam buah kelapa, kemasan oli, dan kemasan air mineral.
Tiba di pelabuhan, merkuri dan batu sinabar lantas diangkut dengan kapal penumpang atau kapal barang. Ada yang dapat dicegah di pelabuhan, tetapi ada yang baru diketahui setelah lolos dibawa berlayar. Atas kerja sama dengan operator pelayaran, barang bukti bisa disita dan dibawa balik ke Ambon. ”Dengan segala keterbatasan, tim kami berupaya maksimal menggagalkan pengiriman itu,” katanya.
Merkuri dan batu sinabar dibawa dari Kabupaten Seram Bagian Barat, sumber batu sinabar terbesar di Indonesia. Tambang batu sinabar berada di Gunung Tembaga, perbatasan Desa Iha dan Desa Luhu, Kecamatan Huamual. Hasil tambang sinabar sebagian diolah menjadi merkuri dan sebagian lagi dikirim mentah ke Pulau Jawa dan Pulau Sulawesi.
Merkuri antara lain dikemas dalam buah kelapa, kemasan oli, dan kemasan air mineral.
Sebelum tiba di Pelabuhan Yos Sudarso, hasil tambang itu diseberangkan dari Pelabuhan Waipirit di Pulau Seram ke Pelabuhan Hunimua di Pulau Ambon. Dari Hunimua ke Pelabuhan Yos Sudarso, batu sinabar diangkut menggunakan kendaraan darat. Dari lokasi tambang hingga Pelabuhan Yos Sudarso, batu sinabar melewati sejumlah pos yang dijaga aparat keamanan, baik Polri maupun TNI.
Teddy mengatakan, pengiriman terakhir yang berhasil digagalkan pada Desember ini adalah 34 kilogram merkuri. Terhadap kasus itu, polisi menetapkan pemilik barang atas nama Widodo Joko Susilo sebagai tersangka.
Secara keseluruhan, sepanjang tahun 2019 terdapat sembilan kasus dengan jumlah tersangka 12 orang. Kasus yang sudah dilimpahkan ke pengadilan baru 1, ditangani jaksa 7 kasus, dan masih diselidiki polisi 1 kasus.
Penggunaan merkuri untuk tambang menjadi perhatian dunia. Merkuri menyebabkan kerusakan pada saluran pencernaan, otak, jantung, ginjal, hati, paru, sistem saraf, dan sistem kekebalan tubuh. Presiden Joko Widodo telah memerintahkan agar peredaran merkuri dihentikan. Tahun 2017, pemerintah meratifikasi Konvensi Minamata yang melarang perdagangan dan penggunaan merkuri. Hal itu ditindaklanjuti dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata tentang Merkuri serta Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri.
Merkuri yang beredar secara ilegal biasanya digunakan para petambang emas ilegal untuk memisahkan emas dari batuan. Harga merkuri sekitar Rp 1 juta per kilogram.
Penegakan hukum
Yusthinus T Male dari Universitas Pattimura, Ambon, yang pernah meneliti masalah pencemaran merkuri pada lingkungan mengatakan, penegakan hukum menjadi kunci dalam menghentikan peredaran merkuri. Merkuri telah merusak lingkungan di Maluku, baik di lokasi tambang sinabar maupun di lokasi tambang emas liar. Lokasi tambang emas liar yang terdampak paling parah adalah Gunung Botak di Pulau Buru.
Lokasi tambang itu berhasil ditutup semenjak Royke Lumowa menjabat Kepala Kepolisian Daerah Maluku pada Agustus 2018. ”Yang harus dilakukan sekarang adalah bagaimana memulihkan lingkungan yang rusak akibat pencemaran. Ini menjadi tugas pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Pencemaran merkuri merupakan bom waktu yang tinggal menunggu saat meledak menjadi bencana,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat mengatakan, peredaran merkuri keluar dari Pulau Seram sulit terdeteksi karena melalui sejumlah titik penyeberangan.
”Anggota kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah, tetapi wilayah pengawasan yang luas menjadi tantangan. Pelaku memiliki berbagai modus,” katanya.
Peredaran merkuri di Maluku menunjukkan bahwa tambang ilegal batu sinabar di Gunung Tembaga masih beroperasi. Wilayah penambangan yang berada di tengah hutan itu sulit dijangkau. Pada Desember 2017, atas perintah Presiden Joko Widodo, lokasi tambang itu ditutup. Operasi penutupan di bawah koordinasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.