Lama Menggantung, 20 Anggota Polri Baru Dipecat Tahun 2019
Sebanyak 20 anggota Polri yang bertugas di Maluku diberhentikan tidak dengan hormat atau dipecat sepanjang 2019. Pemecatan ini merupakan pemecatan dengan jumlah terbanyak sepanjang satu dekade terakhir.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON KOMPAS — Sepanjang tahun 2019, 20 anggota Polri yang bertugas di Maluku diberhentikan tidak dengan hormat atau dipecat. Pelanggaran berupa penyalahgunaan narkoba, penelantaran keluarga, dan meninggalkan tugas itu dilakukan sejak empat tahun sebelumnya. Inilah pemecatan anggota Polri di Maluku dengan jumlah terbanyak sepanjang satu dekade terakhir.
Pada Senin (30/12/2019) digelar upacara pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) di Lapangan Kepolisain Daerah Maluku di Ambon. Sebanyak 20 anggota Polri yang dipecat sepanjang tahun 2019 itu terdiri dari 14 anggota Polda Maluku, 2 anggota Polres Maluku Tengah, 2 anggota Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, dan 2 anggota dari Polres Seram Bagian Barat. Pelanggaran dilakukan sejak 2015 hingga 2018.
Secara simbolis, Kepala Polda Maluku Inspektur Jenderal Royke Lumowa selaku inspektur upacara menuliskan singkatan ”PTDH” pada foto anggota Polri yang dipegang oleh anggota pada Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Maluku di tengah lapangan upacara. Mereka yang dipecat tidak hadir dalam upacara tersebut. Selanjutnya, foto-foto itu diarak keliling untuk diperlihatkan kepada peserta upacara.
Royke mengatakan, proses pemecatan seharusnya dilakukan sesaat setelah kasus tersebut sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Seperti pelanggaran pidana, jika proses hukum di pengadilan selesai, segeralah dilanjutkan dengan proses hukum di internal Polri. ”Jangan sengaja digantung lama-lama,” ujarnya seusai apel.
Dari 20 anggota yang dipecat itu terdapat dua perwira, yakni Komisaris Leonard Ihalauw yang terlibat kasus narkoba dan Ajun Komisaris Syariefuddin yang desersi atau meninggalkan tugas. Dua kasus itu terjadi pada tahun 2015. Selebihnya sebanyak 17 bintara bermasalah sejak 2015 hingga 2017 dan satu bintara yang lain melanggar pada tahun 2018.
Menurut Royke, sanksi pemecatan diambil lantaran kesalahan yang dilakukan sudah melewati batas toleransi. Untuk pelanggaran disiplin, misalnya, sudah diberikan sanksi mulai dari teguran lisan, tetapi tak ada perbaikan. Pemecatan itu untuk memberikan efek jera kepada semua orang. ”Pemecatan juga sebagai bentuk penghargaan kepada anggota lain yang selama ini sudah menjalankan tugas dengan baik,” ujarnya.
Selain sanksi, lanjut Royke, Polri juga memberikan penghargaan kepada anggota yang berprestasi atau mengabdi melampaui tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota Polri. Contohnya adalah Brigadir Kepala Bastian Tuhuteru, anggota Polri yang bertugas di Polres Buru. Bastian yang membangun sekolah untuk anak-anak pedalaman itu menjadi juara polisi teladan tingkat nasional tahun 2019.
Pemecatan juga sebagai bentuk penghargaan kepada anggota lain yang selama ini sudah menjalankan tugas dengan baik.
Ketua Komnas HAM Provinsi Maluku Benediktus Sarkol mengapresiasi ketegasan Polda Maluku memecat Brigadir Polisi Ronald Latuheru, satu dari 20 orang itu. Ronald terlibat dalam penyalahgunaan senjata api yang menewaskan seorang warga sipil. Pada saat kasus itu terjadi, publik sempat meragukan keseriusan Polri lantaran banyak kasus sebelumnya yang melibatkan oknum anggota Polri didiamkan.
Dalam catatan Komnas HAM, banyak kasus pelanggaran HAM di Maluku yang dilakukan oknum anggota Polri. Sebagai contoh, penembakan warga Kepulauan Aru oleh anggota Brigade Mobil tahun 2014. Selain itu, banyak juga kasus kekerasan lain. ”Pemecatan ini merupakan langkah bagus. Namun, kasus lain harus juga diproses agar tercipta rasa keadilan bagi para korban,” katanya.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat menambahkan, beberapa kasus yang lain kini sedang dalam proses, di antaranya kasus narkoba yang melibatkan salah satu perwira dan kasus tambang liar yang melibatkan beberapa bintara di Pulau Buru. ”Polri tidak main-main. Tunggu saja perkembangannya,” kata Roem.