Bahagia Warga di Pesta Rakyat
Membuat warga kota senang itu susah-susah gampang. Di saat belum semua fasilitas publik kebutuhan warga tersedia memadai, menggelar acara-acara gratis nan meriah untuk khalayak ramai perlu dilakukan agar mereka bahagia.
Suasana di sepanjang Jalan Sudirman-MH Thamrin di Jakarta Pusat pada Minggu (29/12/2019) siang kemarin terasa lebih longgar. Lalu lalang arus kendaraan bermotor seperti biasa di hari libur, tak sepadat di hari kerja.
Keramaian justru meningkat di seputar Bundaran Hotel Indonesia. Ada sekelompok pekerja yang sibuk mempersiapkan panggung, tata lampu, tenda-tenda, dan banyak hal lain untuk pesta di malam pergantian tahun dari 2019 ke 2020, Selasa (31/12/2019) malam nanti.
Polisi dan petugas keamanan di tiap gedung juga petugas Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta Satuan Polisi Pamong Praja selalu siaga. Keberadaan mereka mudah ditemukan di segala penjuru kawasan tersebut. Tak ketinggalan anjing-anjing terlatih yang tergabung dalam pasukan K-9 Polri turut turun berpatroli.
Polda Metro Jaya, seperti diberitakan di Kompas.id, Minggu, akan mengerahkan 10.000 personel untuk mengamankan malam pergantian tahun di Jakarta. Ada beberapa lokasi utama pengamanan malam Tahun Baru, di antaranya di Ancol, sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin, dan Jalan Medan Merdeka Selatan saat malam bebas dari kendaraan bermotor (car free night). Personel pengamanan dikerahkan dari polsek, polres, polda, dan dibantu oleh TNI.
Ketatnya pengamanan tidak membuat nyali warga ciut untuk menikmati pusat Ibu Kota yang kian hari terasa kian cantik itu. Trotoar-trotoar lebar, bangku-bangku yang siap sedia diduduki, dan latar belakang gedung-gedung tinggi, Bundaran Hotel Indonesia, Tugu Selamat Datang. Juga ada mass rapid transit atau MRT Jakarta dan bus wisata tingkat Jakarta City Tour yang terus sukses menarik massa dari segala penjuru kota untuk datang mencobanya.
Semua siap dinikmati dengan berjalan-jalan santai, berfoto-foto. Mau makan dan minum, tinggal masuk ke Mal Grand Indonesia, Plaza Indonesia, atau di Sarinah. Penjaja makanan keliling juga mudah dijumpai tetapi tidak sampai mengakuisisi trotoar dengan semena-mena.
Baca juga : Satu Dekade Perubahan, Segudang Pekerjaan Menanti di Depan
Fasilitas pelican crossing memudahkan wisatawan kota ini berpindah dari ruas trotoar yang satu ke jalur pejalan kaki di seberangnya. Tinggal pencet tombol hijau dan tak berapa lama lampu hijau dengan gambar pejalan kaki menyala. Ada waktu sekitar 40 detik untuk rombongan pejalan kaki menyeberang.
Pengguna angkutan umum bebas wara-wiri di sepanjang Sudirman Thamrin ini dengan menumpang bus Transjakarta di halte-halte yang ada atau dengan mass rapid transit (MRT). Yang masih memakai kendaraan pribadi, parkir di salah satu mal atau lokasi parkir yang tersedia lainnya, setelah itu membebaskan diri menjadi pejalan kaki yang bisa mengekplorasi setiap sudut pusat kota secara lebih detil.
Di depan Kedutaan Besar Jepang yang berdekatan dengan Plaza Indonesia, warga rela antre panjang demi bisa naik bus tingkat Jakarta City Tour gratis. Warga tertib mengantre dan tak segan menegur orang-orang yang hendak menyerobot.
"Kita sudah antre setengah jam ini. Ayo mundur sana, antre dulu," kata seorang ibu kepada sekelompok remaja. Anak-anak usia tanggung itu pun mundur teratur menjauh dari bus.
"Kita sudah antre setengah jam ini. Ayo mundur sana, antre dulu," kata seorang ibu kepada sekelompok remaja. Anak-anak usia tanggung itu pun mundur teratur menjauh dari bus.
Selalu ada pesta
Sebagian warga yang Minggu itu bersemangat menikmati Bundaran HI bisa jadi akan kembali ke sana saat pesta pergantian tahun dihelat. Setiap tahun, gelaran acara di Bundaran HI hingga ke kawasan Tugu Monumen Nasional (Monas) selalu sukses menyedot massa.
Bahkan di tahun 1965, saat negeri ini terkoyak peristiwa Gerakan 30 September dan kondisi terus mencekam hingga berbulan-bulan kemudian, acara tahun baru tetap boleh digelar.
Dalam arsip berita Kompas terbitan 31 Desember 1965, ada pemberitahuan singkat dengan dibingkai kotak kecil yang menginformasikan bahwa "Djam malam 31 Desember ditiadakan. Pangdam V/Djaya selaku Pepelrada Djaya mengumumkan, bahwa untuk memberi keleluasaan kepada masjarakat dalam merajakan Tahun Baru 1966 djam malam didaerah Djakarta Raya dan Sekitarnja untuk hari Djumát malam Sabtu tgl 31 Desember 1965 malam 1 Djanuari 1966 ditiadakan".
Demikianlah, bergembira sudah menjadi hak setiap orang. Dengan keleluasaan yang diberikan pemerintah, setidaknya di waktu-waktu tertentu seperti di malam pergantian tahun warga bisa bebas mengekspresikan emosinya. Siapa pun dia, tua muda kaya maupun rakyat jelata mendapat ruang yang sama untuk happy-happy sepanjang malam itu.
Baca juga : Resolusi Tahun Baru
Upaya memberi ruang seluas-luasnya bagi berbagai lapisan masyarakat tanpa pandang bulu ini semakin terasa dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2012 lalu, saat itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang kini menjadi presiden menggelar malam bebas kendaraan bermotor.
Warga Jakarta menikmati Jalan MH Thamrin dan Jalan Jenderal Sudirman, dari Bundaran Air Mancur Bank Indonesia sampai Bundaran Senayan, tanpa kendaraan bermotor pada malam pergantian tahun. Ada 16 panggung di sepanjang jalan itu yang menyuguhkan hiburan musik pop, gambang keromong, keroncong, campur sari, dan dangdut. Sebuah panggung utama disiapkan di Bundaran HI. Tenda untuk usaha kuliner tersedia di sepanjang jalan. (Kompas, 31 Desember 2012).
Milik warga
Tradisi pesta rakyat terus langgeng sampai akhir tahun ini. Selain acara-acara khusus digelar seperti di pergantian tahun dan di setiap perayaan ulang tahun Jakarta di bulan Juni, ruang-ruang terbuka publik yang ditata menarik juga makin banyak muncul semasa kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, Djarot Syaiful Hidayat dan tambah pesat di era Anies Baswedan kini.
Selain sekitar 300 ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) dan sedikitnya 53 Taman Maju Bersama yang telah ada di DKI saat ini, warga juga dimanjakan dengan hadirnya spot-spot ruang publik baru seperti Pojok Budaya Dukuh Atas dan Terowongan Kendal di kawasan Dukuh Atas, tak jauh dari Bundaran HI. Juga ada Thamrin 10, bekas park and ride yang disulap jadi pusat kuliner.
Dalam siaran persnya, Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, 23 Desember lalu, menyambut baik Thamrin 10 di atas lahan seluas 9.000 meter persegi. Lahan itu dinilai tidak cocok untuk park and ride. Park and ride seharunya di pinggiran kota dekat dengan permukiman yang mewadahi para komuter agar bisa memarkir kendaraannya lantas melanjutkan perjalanan ke pusat kota dengan angkutan umum. Alih fungsi park and ride jadi ruang publik ini langkah maju mewujudkan kota sebagai milik warga.
Kembali ke masa lalu, pada 30 Desember 1970, harian ini memberitakan Gubernur DKI Ali Sadikin berang ketika kebijakannya membenahi taman Balai Kota DKI dan program pembangunan taman-taman kota dikecam sebagai proyek mercuar, hanya pemborosan.
Kata Ali Sadikin, taman memperindah kota dan memberikan tempat yang sehat bagi rekreasi rakyat. "Sungguh...untuk memperindah kota ini dengan tanaman2," katanya. "Ketjuali kalau kita berhasil dengan peremadjaan total."
Baca juga : Membaca Kebijakan di Anggaran DKI
Baca juga : Sembuhkan Luka Politik Identitas
Seiring upaya bertahap pembangunan semua fasilitas publik sesuai kebutuhan seluruh warga, hal-hal yang bisa dilakukan untuk membuat warga bahagia saat ini juga memang layak diperjuangkan. Selamat menyambut Tahun Baru!