Kehadiran pabrik garmen di sekitar kecamatan Pecangaan, Jepara, Jawa Tengah membuat para pemuda lebih tertarik bekerja di sana. Hal itu berimbas pada menciutnya jumlah pekerja kain tenun di Desa Troso.
Oleh
Aditya Putra Perdana
·2 menit baca
JEPARA, KOMPAS - Pelaku usaha kain tenun di Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, kesulitan mencari pekerja. Pemerintah daerah mendorong pelestarian tenun agar tidak punah.
Pelaku usaha tenun Desa Troso, Ari Erwanto (32), di Jepara, Jumat (27/12/2019), mengatakan, kesulitan mencari pekerja dirasakan 2-3 tahun terakhir. Pabrik garmen yang bermunculan di sekitar Pecangaan membuat para pemuda lebih tertarik bekerja di sana.
Ari yang melanjutkan usaha keluarganya mengatakan, sekitar lima tahun lalu ia memiliki 25 pekerja, kini tinggal 10 orang. ”Ini berpengaruh ke produksi. Kini hanya memproduksi 50-100 potong kain per minggu. Sebelumnya, 30-40 persen lebih banyak,” ujarnya.
Kami membutuhkan tenaga lebih banyak untuk pengembangan produksi.
Ia menjelaskan, pembuatan kain tenun perlu proses panjang, melalui sejumlah tahapan, seperti merentang benang sejajar selebar kain (membuat keteng), menggambar, hingga benang diikat, lalu diwarnai. Proses tersebut membutuhkan waktu dua minggu. Kemudian benang ditenun menjadi kain menggunakan alat tenun bukan mesin.
Setiap tahap dikerjakan pekerja di rumah mereka. ”Kami membutuhkan tenaga lebih banyak untuk pengembangan produksi. Untuk mendapatkan pekerja, kami iming-imingi dengan bonus di awal,” katanya. Perajin lain, Saduri (53), mengalami hal serupa. Jika menenun sendiri, tenaganya tak sekuat dulu. ”Dulu, seminggu bisa menghasilkan 20 potong, sekarang paling 10 potong. Akhirnya dibantu anak-anak sepulang sekolah,” ucapnya.
Menurut Kepala Seksi Perlindungan dan Pendampingan Usaha Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Jepara Arifin, masuknya industri garmen memengaruhi minat pemuda terhadap tenun. Di sisi lain, industri garmen merupakan bagian upaya pemda memacu ekonomi dan mengatasi pengangguran.
Perlu ada keseimbangan agar produksi tenun troso tetap berlanjut. ”Upayanya antara lain mengadakan Festival Tenun Troso setiap tahun sejak 2015. Kami juga berencana membuat Museum Tenun Troso. Sudah ada pendampingan dari akademisi,” kata Arifin.
Pendataan dinasnya, ada lebih dari 200 UMKM tenun di Troso, belum termasuk industri rumahan. Data Desa Troso, ada lebih dari 1.000 pelaku usaha tenun di daerah tersebut. Arifin yakin, tenun troso bakal bertahan. ”Pemuda-pemuda yang serius terhadap tenun masih ada. Mereka memanfaatkan teknologi informasi untuk pemasaran daring. Kami terus memberi pelatihan dan pendampingan,” paparnya.
Pemerintah Kabupaten Jepara, kata Arifin, sejak Oktober 2019 mewajibkan aparatur sipil negara mengenakan kain tradisional, termasuk tenun dan batik, setiap tanggal 10. Upaya pelestarian tenun juga dilakukan dengan mengarahkan sentra tenun menjadi tempat wisata edukasi. Awal 2020 ada paket wisata untuk melihat dan mempelajari atraksi menenun di Troso.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Troso Nasta’in mengatakan, pihaknya tengah merancang detail paket wisata tentang kekayaan ragam tenun troso.