Kecelakaan Bus di Pagar Alam Diduga Dipicu Kelelahan Pengemudi
Keletihan pengemudi bus diduga menjadi salah satu penyebab kecelakaan maut di Pagar Alam. Pengemudi bus bekerja melebihi waktu normal. Polisi masih memastikan penyebab kecelakaan itu.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PAGAR ALAM, KOMPAS — Keletihan pengemudi bus diduga menjadi salah satu penyebab kecelakaan maut di Pagar Alam. Pengemudi bus bekerja melebihi waktu normal. Namun, polisi masih memastikan penyebab kecelakaan itu.
Reki Irawan (25), korban selamat yang juga menjadi kernet di bus Sriwijaya, Kamis (26/12/2019), mengatakan, sejak berangkat dari tempat kumpul bus yang ada di Kota Bengkulu pukul 14.30 sampai dengan kecelakaan naas di tikungan Lematang pada pukul 23.22, pengemudi belum berganti. Bus masih dikemudikan Feri Eprizal (34) yang menjadi satu dari 35 korban tewas dalam kecelakaan ini.
Reki menerangkan, dalam aturan, Feri Eprizal akan digantikan oleh pengemudi cadangan, yakni Feri (48), di Kota Lahat. ”Namun, sebelum sampai ke kota Lahat, bus terlebih dulu mengalami kecelakaan,” katanya.
Reki mengatakan, sebenarnya waktu tempuh dari Bengkulu ke Pagar Alam hanya sekitar lima jam, tetapi karena mengalami dua kali kecelakaan, waktu perjalanan jadi terhambat.
Hasanah (54), salah satu korban selamat, mengatakan, bus sempat dua kali kecelakaan sebelum jatuh ke jurang. Kecelakaan pertama karena ditabrak oleh minibus dan kecelakaan kedua karena ban bus masuk ke parit. ”Akibat kecelakaan itu, perjalanan kami tertunda hingga empat jam dari waktu semula,” kata Hasanah.
Reki menerangkan, sebelum terjadi kecelakaan, kru bus yang terdiri dari dua sopir dan satu kernet serta penumpang sempat beristirahat untuk makan malam. ”Saat itu, kondisi Feri terlihat cukup baik,” ungkapnya.
Terkait kebiasaan dari Feri, Reki tidak bisa berbicara banyak karena selama satu tahun bekerja sebagai kenek dia baru dua kali bekerja bersama dengan Feri. ”Kebetulan jalur yang kami lewati sama, tetapi untuk perjalanan kali ini sedang naas,” kata Reki.
Reki mengaku selama perjalanan bus Sriwijaya memang mengangkut beberapa orang dari jalan. Selain itu, di dalam bus terdapat sebuah sepeda motor yang diangkut.
Ketua Bidang Advokasi Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno menduga salah satu penyebab dari kecelakaan ini adalah faktor keletihan dari pengemudi. Untuk kasus ini, pengemudi sudah bekerja selama 9 jam 32 menit, padahal batas waktu mengemudi yang ideal untuk pengemudi kendaraan bermotor umum adalah delapan jam per hari.
Hal ini diperkuat dengan fakta, bus ini sudah mengalami dua kali kecelakaan. ”Kemungkinan konsentrasi pengemudi sudah jauh menurun,” kata Djoko.
Kemungkinan konsentrasi pengemudi sudah jauh menurun.
Djoko menerangkan, rute PO bus antarkota antarprovinsi dari Bengkulu ke Palembang melalui jalur yang digunakan bus Sriwijaya membutuhkan waktu 10-12 jam. Namun, karena kecelakaan berturut-turut, bus baru sampai Pagar Alam dalam jangka waktu lebih dari sembilan jam.
Menurut dia, kecelakaan ini menjadi pembelajaran bagi pemerintah dan perusahaan transportasi untuk benar-benar memperhatikan kondisi pengemudi sebelum menjalankan tugasnya. Selain itu, kasus ini juga harus menjadi perhatian khusus karena menjadi kecelakaan bus terbesar dalam dua dekade terakhir.
Wakil Kepala Polres Pagar Alam Komisaris Milwani mengatakan, saat ini tim dari laboratorium forensik Polda Sumsel dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi sedang melakukan penyelidikan dan pengumpulan barang bukti di lapangan. ”Dugaan sementara, beberapa penyebab kecelakaan sudah didapati,” katanya.
Beberapa fakta telah didapatkan mulai dari bus melaju dalam kecepatan tinggi sehingga menghancurkan pembatas jalan dan kondisi jalan yang berliku, menanjak, dan sangat gelap. ”Apalagi saat itu hujan gerimis,” katanya.
Semua korban teridentifikasi
Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Sumsel Komisaris Besar Syamsul Bahar menerangkan, setelah tiga hari pencarian, semua korban kecelakaan bus Sriwijaya sudah teridentifikasi. Jenazah terakhir yang teridentifikasi adalah Sari Sartika (41) yang merupakan warga Palembang. Jasad Sari sempat tidak dikenali karena sidik jari tidak terdeteksi dan dia tidak membawa tanda pengenal.
Dengan teridentifikasinya Sari, maka total korban yang telah dievakuasi berjumlah 48 orang, dengan 35 orang tewas dan 13 orang selamat. ”Semua korban tewas sudah dikembalikan ke keluarga,” katanya.
Komandan Pos Basarnas Pagar Alam Alparis mengatakan, setelah dievakuasinya semua korban, pihaknya melakukan penyisiran untuk memastikan tidak ada korban yang tertinggal. Untuk sementara proses pencarian dihentikan sampai ada laporan korban hilang. ”Berdasarkan prosedur proses pencarian dan penyelamatan baru benar-benar ditutup tujuh hari setelah kejadian,” kata Alparis.