Pendapatan Lesu, Realisasi Belanja 2019 Bisa Lebih Rendah dari 2018
Kementerian Keuangan mengindikasikan ada masalah penyerapan transfer ke daerah dan dana desa. Saldo simpanan pemerintah daerah di bank nasional per 30 November 2019 mencapai Rp 230 triliun.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyerapan belanja negara tahun 2019 diperkirakan tidak setinggi tahun lalu, yang nyaris 100 persen dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN. Belanja negara tahun 2019 memang direm sejalan dengan lesunya penerimaan perpajakan untuk menjaga defisit APBN dijaga pada kisaran 2,2 persen produk domestik bruto.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi belanja negara sampai dengan 30 November 2019 sebesar Rp 2.045 triliun atau 83,1 persen dari pagu APBN, yakni Rp 2.461,1 triliun. Belanja negara terdiri dari pemerintah pusat Rp 1.293,2 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa Rp 752,8 triliun.
Realisasi belanja negara pada November 2019 tumbuh 5,3 persen secara tahunan atau melambat dibandingkan dengan November 2018 yang tumbuh 11 persen.
”Realisasi belanja negara tahun 2019 diperkirakan berkisar 92-95 persen sampai akhir tahun. Penyerapan belanja relatif tinggi, tetapi lebih rendah dari tahun 2018,” ujar Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani yang dihubungi Kompas di Jakarta, Kamis (26/12/2019).
Askolani mengatakan, pemerintah tetap mendorong penyerapan belanja negara, tetapi lebih efisien. Belanja yang mempunyai nilai tambah dan manfaat ekonomi berganda dioptimalkan. Efisiensi dilakukan pada jenis belanja operasional, seperti perjalanan dinas dan penyelenggaraan rapat.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan mengindikasikan ada masalah penyerapan transfer ke daerah dan dana desa. Saldo simpanan pemerintah daerah di bank nasional per 30 November 2019 mencapai Rp 230 triliun. Padahal, realisasi transfer ke daerah dan dana desa dari pemerintah pusat mencapai Rp 689,2 triliun atau 91,1 persen dari pagu APBN 2019.
Oleh karena itu, penyerapan belanja negara tahun 2019 diperkirakan tidak setinggi tahun 2018. Mengutip data Kementerian Keuangan, realisasi belanja negara pada 2018 mencapai Rp 2.202,24 triliun atau 99,17 persen dari pagu APBN, yakni Rp 2.220,66 triliun.
Menurut Askolani, penyerapan belanja negara tahun 2019 ditopang realisasi belanja kementerian/lembaga, yang diperkirakan 98-99 persen dari pagu APBN. Belanja kementerian/lembaga biasanya meningkat pesat pada akhir tahun karena tinggal pencatatan administrasi. Sejauh ini, mayoritas belanja kementerian/lembaga tumbuh tinggi, kecuali belanja modal mengalami kontraksi.
”Pemerintah tidak mendorong belanja jorjoran, tetapi sesuai dengan efektivitas dan efisiensi. Hal itu untuk mengimbangi sisi penerimaan,” kata Askolani.
Penyerapan belanja negara yang melambat sejalan dengan penerimaan perpajakan yang lesu. Realisasi penerimaan perpajakan per November 2019 sebesar Rp 1.312,4 triliun atau 73,5 persen dari target. Realisasinya hanya tumbuh 0,8 persen atau melambat dibandingkan dengan November 2018 yang tumbuh 15,3 persen.
Askolani menambahkan, efisiensi belanja untuk mengontrol pelebaran defisit APBN di tengah penerimaan perpajakan yang melambat cukup tajam. Pemerintah menjaga defisit APBN tidak lebih dari 2,2 persen produk domestik bruto (PDB). Sebelumnya, defisit APBN 2019 dipatok 1,84 persen PDB.
Defisit melebar
Secara terpisah, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Ahmad Akbar Susamto, berpendapat, ke depan, pemerintah mesti melakukan langkah-langkah prioritas sejak dini. Jenis belanja yang memberikan efek pengganda ekonomi cukup besar harus segera direalisasikan, seperti belanja modal dan bantuan sosial.
”Masalahnya saat ini bukan menghabiskan uang, tetapi mendapatkan uang dari mana,” ujar Ahmad.
Menurut dia, pelebaran defisit APBN tidak masalah apalagi kondisi ekonomi global mengalami perlambatan. Pemerintah justru harus berbelanja lebih ekspansif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi dengan tetap hati-hati. Defisit APBN yang di bawah 3 persen PDB masih dinilai aman dan direspons positif oleh investor.
Defisit APBN per 30 November 2019 mencapai Rp 368,9 triliun atau 2,29 persen PDB. Namun, defisit APBN semakin menyempit per 13 Desember 2019 sebesar 2,21 persen PDB. Adapun keseimbangan primer surplus Rp 503,7 triliun.
”Terobosan tidak bisa hanya berharap pada APBN, masalahnya terlalu kompleks. Banyak hal yang perlu diperbaiki di luar urusan fiskal,” ujar Ahmad.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan, defisit APBN sepanjang 2019 akan terkendali karena strategi penerbitan surat berharga negara di awal tahun (front loading) cukup tepat. Belanja negara bisa tetap dieksekusi dan dikendalikan meski ketidakpastian ekonomi masih menyelimuti.
Pemerintah optimistis defisit APBN berkisar 2,21-2,22 persen PDB. Optimisme itu mempertimbangkan tren perbaikan sektor riil dalam dua minggu awal Desember 2019. Penerimaan pendapatan tumbuh bertahap, dibarengi dengan optimalisasi belanja negara. Kondisi ekonomi juga akan membaik pada 2020.