Cuaca Ekstrem Picu Ledakan Fitoplankton di Perairan Sumbar
Ledakan populasi fitoplankton menyebabkan sebagian perairan di kawasan pantai Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, menghijau. Ledakan populasi itu kemungkinan besar terkait dengan cuaca ekstrem.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Ledakan populasi fitoplankton menyebabkan sebagian perairan di kawasan pantai Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, menghijau. Ledakan populasi itu kemungkinan besar terkait dengan cuaca ekstrem yang terjadi beberapa minggu terakhir.
Peneliti Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir (LRSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ulung Jantama Wisha, Rabu (25/12/2019), mengatakan, timnya sudah menganalisis sampel air yang menghijau tersebut. Hasilnya, fenomena itu dipicu ledakan populasi fitoplankton.
Ulung menjelaskan, ledakan populasi fitoplankton ditandai dengan rendahnya kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen) dan peningkatan konsentrasi klorofil. Kadar oksigen terlarut berkurang karena digunakan oleh fitoplankton dengan jumlah besar itu untuk berfotosintesis dan berespirasi pada siang hari.
”Dampak dari blooming ini adalah terjadinya kondisi anoxia atau menurunnya kandungan oksigen dalam air. Hasil pengukuran kami, nilai oksigen terlarut sangat rendah, bahkan ada yang mendekati nol di perairan Sungai Pisang (Kelurahan Teluk Kabung Selatan, Bungus Teluk Kabung, Padang),” kata Ulung.
Fenomena air laut berubah hijau disadari warga pada Senin (23/12/2019). Air yang biasanya bening kebiruan berubah menjadi hijau pekat. Fenomena ini setidaknya ditemukan dari perairan Pantai Air Manis, Padang Selatan, Padang, hingga ke arah selatan di Pantai Manjuto, Nagari Sungai Pinang, Koto XI Tarusan, Pesisir Selatan.
Ada tiga kelurahan di Kecamatan Bungus Teluk Kabung yang menjadi lokasi pengambilan sampel air oleh tim LRSDKP. Lokasi tersebut adalah Pantai Cindakir, Kelurahan Teluk Kabung Utara; Kelurahan Sungai Pisang; dan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus, Kelurahan Bungus Barat.
Di dua titik Pantai Cindakir, kadar oksigen terlarut 3,31 miligram per liter (mg/L) dan 1,89 mg/L dengan kadar klorofil 393 mg/L dan 301,6 mg/L. Di dua titik Kelurahan Sungai Pisang, kadar oksigen terlarut 3,83 mg/L dan 0,52 mg/L dengan kadar klorofil 83,6 mg/L dan 156,7 mg/L. Adapun di dua titik PPS Bungus, kadar oksigen terlarut 6,29 mg/L dan 7,29 mg/L dengan kadar klorofil 9,0 mg/L dan 0,5 mg/L.
”Dari data tersebut, ada hubungan relatif berbanding terbalik antara oksigen terlalut dan klorofil-a. Di lokasi dengan kadar oksigen terlarut rendah, nilai krolofil sangat tinggi. Begitu pula sebaliknya. Kondisi tersebut merupakan salah satu indikasi terjadinya blooming fitoplankton,” ujar Ulung.
Menurut Ulung, ledakan populasi fitoplankton itu terjadi karena penyuburan pada perairan (eutrofikasi) akibat penumpukan bahan anorganik di dasar perairan, termasuk yang berasal dari darat. Penumpukan itu memberikan suplai makanan bagi fitoplankton untuk tumbuh subur dan memperbanyak diri.
Penumpukan bahan anorganik itu, kata Ulung, kemungkinan besar terkait dengan cuaca ekstrem (curah hujan tinggi) beberapa hari belakangan. Cuaca ekstrem meningkatkan kemungkinan masukan zat hara dari darat melalui sungai dan muara.
”Curah hujan tinggi memicu run off di sungai yang meningkat menjadi buangan limbah rumah tangga, industri, ataupun tumpukan sampah sehingga memicu peningkatan bahan anorganik yang menjadi zat hara bagi fitoplankton,” ujar Ulung.
Jika pencemaran ledakan populasi fitoplankton ini terus berlangsung, akan berdampak buruk pada biota di sekitarnya. (Ulung Jantama Wisha)
Ulung melanjutkan, jika pencemaran ledakan populasi fitoplankton ini terus berlangsung, akan berdampak buruk pada biota di sekitarnya. Selain memicu rendahnya kadar oksigen terlarut, kondisi ini juga berpotensi menghasilkan senyawa bersifat racun (toxic) pada malam hari.
Kekurangan oksigen akan membuat fitoplankton yang mengalami ledakan populasi sukar berfotosintesis dan mati. Bakteri pengurai kemudian melakukan dekomposisi terhadap fitoplankton secara anaerob dan menghasilkan senyawa-senyawa bersifat toxic.
”Namun, kejadian ini sepertinya tidak akan berlangsung lama. Kemungkinan normal dalam hitungan minggu. Mekanisme transport di kawasan pesisir karena perairan itu bersifat dinamis, menyebabkan akumulasi polutan bisa terdistribusi oleh arus, pasang surut, dan gelombang laut,” ujar Ulung.
Ulung belum bisa memastikan jenis fitoplankton yang mengalami ledakan populasi itu dan apakah berbahaya bagi manusia atau tidak. Hasilnya dapat diketahui setelah uji laboratorium selesai dilakukan.
Berangsur normal
Berdasarkan pantauan Kompas di sejumlah titik perairan di Padang, Rabu (25/12/2019), kondisi air ada yang masih hijau meskipun tidak sepekat dua hari sebelumnya dan ada pula yang kembali normal. Berkurangnya kepekatan ataupun kembali normalnya air itu diduga akibat hujan deras pada Selasa sore hingga malam.
Di pantai Kelurahan Teluk Bayur, Lubuk Begalung, Padang, air masih hijau meskipun tidak sepekat dua hari sebelumnya. Sementara itu, di pantai Kelurahan Bungus Selatan, Bungus Teluk Kabung, Padang, warna air kembali normal dan cenderung keruh.
Begitu pula halnya dengan kondisi air Pantai Manjuto. Ketua Kelompok Sadar Wisata Andespin David Hidayat melaporkan, kondisi air juga kembali normal. Hujan deras turun di kawasan itu pada Selasa sore hingga malam.
Berdasarkan pengamatan Kompas, terdapat butiran-butiran kehijauan di dalam sampel air yang diambil di Kelurahan Teluk Bayur. Butiran itu berbentuk bulat dan berukuran sekitar 0,5 milimeter. Butiran itu yang memicu air terlihat hijau.
Sulit dapat ikan
Umar (69), nelayan di Kelurahan Bungus Selatan, mengatakan, air laut di kawasan itu diketahui menghijau sejak Senin (23/12). Air menghijau dari tepi pantai hingga sejauh 500 meter ke arah tengah laut.
Menurut Umar, kondisi itu menyebabkan nelayan dengan alat tangkap pukat tepi (wilayah tangkap sekitar 500 meter dari bibir pantai) kesulitan menangkap ikan ”Baru hari ini kami dapat ikan kembali. Selama dua hari sebelumnya, tidak ada ikan yang tersangkut,” kata Umar.
Umar menambahkan, fenomena ini termasuk langka di kawasan itu. Meskipun demikian, Umar menyatakan, air laut pernah menghijau di kawasan itu sekitar tiga tahun lalu.
Hal senada diungkapkan Ika (26), pedagang di tepi laut Kelurahan Teluk Bayur. Fenomena air laut menghijau di kawasan itu pernah terjadi sekitar tiga tahun lalu. ”Tiga tahun lalu pernah terjadi. Waktu itu cuaca sering hujan deras seperti ini juga. Beberapa hari berikutnya kembali normal,” kata Ika.