Saat Anda menghitung berkat dari Yang Mahakuasa, jangan lupa untuk berdoa bagi mereka yang tidak bisa ikut ambil bagian dalam perayaan indah ini.
Oleh
·2 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pekerja menghias altar yang akan digunakan untuk misa Natal di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2019). Berbagai persiapan dilakukan pihak gereja untuk menyambut perayaan Natal.
Itulah satu pesan indah Natal yang bisa kita unduh dari situs Serenata Flowers. Faktanya, manusia giat beraktivitas, membangun ekonomi dari waktu ke waktu, tetapi hingga hari ini kesejahteraan dan keadilan merata tak kunjung hadir. Rasio gini, cermin tingkat kesenjangan masyarakat, sekadar jadi angka untuk menguantifikasi seberapa kesenjangan itu.
Meski memahami, rasio 0,00 saat semua orang sama tingkat kesejahteraannya juga mustahil, tetapi membiarkan rasio itu terus meningkat juga mengisyaratkan manusia semakin tak peduli nasib orang lain, tak berempati pada penderitaannya.
Kembali kepada pesan untuk mengingat kaum papa saat kita merayakan kelahiran Yesus, Sang Juru Selamat, satu hal yang dapat kita petik hikmahnya, adalah dalam ”saat terindah dalam setiap tahun” ini adalah larut dalam suasana kudus religius, tetapi saat bersamaan juga jangan melupakan saudara yang tidak beruntung.
Kita amati realitas, di tengah hiruk-pikuk kehidupan, kadang dalam orientasi politik kekuasaan, dalam upaya untuk pembesaran kapital dan aset, kadang dalam meninggikan citra diri, empati atau batin yang peka akan perbedaan keberuntungan hidup, surut. Kenyataan itu tidak lagi menjadi satu hal yang mengusik nurani, tetapi sebaliknya taken for granted, bukan satu hal yang perlu dipermasalahkan lagi.
Yesus lahir sebagai simbol kesungguhan Allah yang peduli pada manusia dan dunia.
Dari sini sebenarnya komitmen keimanan dan religiusitas umat diuji. Intisari ajaran Yesus, yang kita peringati kelahiran-Nya, adalah cinta kasih. Mana ada cinta kasih yang tega hati? Mana ada cinta kasih yang kejam? Mana ada cinta kasih yang membeda-bedakan? Ujian mengembangkan hati yang bening, penuh cinta kasih ini, yang dirasakan kian berat.
Alih-alih menjadi insan penuh kasih dan berbuat kebaikan, justru sebaliknyalah yang dilakukan. Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Albertus Patty dalam Renungan Natal di harian ini tahun 2018 menyinggung beberapa poin yang tetap aktual, antara lain tentang ”Desa Global” McLuhan yang menyiratkan dunia bebas berkomunikasi dan mudah menjalin relasi.
Nyatanya, yang ada adalah dunia retak dan dihuni masyarakat yang retak. Di sana ada ketidakpercayaan, diskriminasi, konflik dan perpecahan, sebagian karena nafsu berlebihan pada kekuasaan politik. Dalam dunia yang kisruh, keras, dan niradab ini, Yesus lahir sebagai simbol kesungguhan Allah yang peduli pada manusia dan dunia. Allah menyatakan diri bukan sebagai Deus otiosus (Allah yang berpangku tangan).
Selain menjadi Sang Juru Selamat, kehadiran Yesus di dunia juga menjadi simbol penggugatan terhadap budaya duniawi yang patologis, yang membuat manusia terlena oleh kekayaan, menjadi lalim oleh kekuasaan, menjadi biadab karena nafsu, dan menjadi garang oleh eksklusivisme.
Di hari yang kudus, mari kita jauhkan diri dari berbagai biang keburukan itu, dan runduk mengkhidmati kehadiran Yesus. Selamat Natal.