Koordinasi Antisipasi Banjir Jakarta Belum Optimal
Koordinasi antarinstansi untuk mengantisipasi banjir di Jakarta dinilai belum optimal. Pembangunan infrastruktur yang tidak sesuai diyakini menyebabkan genangan di sejumlah jalan di Jakarta pada tahun ini.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM
·3 menit baca
Setiap kali hujan deras berdurasi panjang, genangan kerap muncul di Jakarta. Kondisi ini disebabkan koordinasi terkait antisipasi banjir di Jakarta belum optimal. Pembangunan infrastruktur yang tak sesuai menyebabkan genangan di sejumlah jalan di Jakarta pada tahun ini.
Hal ini terungkap dalam rapat Komisi D DPRD bersama satuan kerja perangkat daerah (SKPD) DKI Jakarta terkait banjir di Jakarta pekan lalu. Di kawasan Plaza Senayan dan Senayan City pada 17 Desember lalu, genangan parah terjadi karena mulut air di trotoar terlalu sempit. Akibatnya, dengan curah hujan tinggi, air harus mengantre sebelum mengalir ke saluran air di bawah trotoar.
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Juaini Yusuf mengatakan, mulut air yang kurang lebar itu merupakan desain standar trotoar. Namun, kawasan Senayan City merupakan cekungan sehingga air menggenang lebih tinggi di sana. Ia juga menemukan karung-karung berisi tanah di sekitar saluran air sehingga menghambat air masuk ke saluran.
”Sekarang mulut air sudah kami lebarkan menjadi dua mulut air, air langsung masuk. Karung juga sudah tidak ada,” katanya, Senin (23/12/2019).
Adapun di genangan di kawasan Gedung CIMB, kata Juaini, terjadi karena pipa-pipa yang tersumbat karena kelalaian pengelola gedung. Pengelola gedung telah meminta maaf akan kejadian itu dan membersihkan pipa-pipanya.
Ketua Komisi D DKI Jakarta Ida Mahmudah mengatakan, penanaman pohon juga mengakibatkan saluran air tertimbun tanah. Beberapa kondisi ini menunjukkan belum optimalnya koordinasi terkait antisipasi banjir di Jakarta tersebut.
Dalam rapat itu terungkap juga sejumlah pembatas jaring besi hilang dari lubang-lubang air di jalan karena dicuri. Hal ini mengakibatkan sampah masuk ke dalam saluran sehingga mengakibatkan genangan di beberapa kawasan.
Menurut Ida, genangan parah pada 17 Desember lalu menunjukkan DKI Jakarta belum siap dalam mengantisipasi banjir di puncak musim hujan tahun ini. Dengan adanya kejadian tersebut, antisipasi masih perlu ditingkatkan.
”Mulai sekarang, kami berharap pembangunan trotoar ataupun infrastruktur lain di DKI sudah memperhatikan aspek antisipasi banjir tersebut sehingga tidak ada lagi harus membongkar ulang. Koordinasi antar-SKPD harus ditingkatkan,” katanya.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik mengatakan, Jakarta memerlukan antisipasi banjir secara lebih komprehensif yang melibatkan lintas institusi, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Hal ini disebabkan banjir di Jakarta terdiri dari empat sumber, yaitu hujan lokal, banjir kiriman dari hulu, luapan air laut atau rob, dan dari luapan saluran air. Selama ini, ia menilai antisipasi banjir belum komperehensif. ”Seperti Ciliwung, kan bukan punya DKI, jadi penanganan harus bersama,” katanya.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mendata sebanyak 280 RW di 82 kecamatan di DKI Jakarta masih rawan banjir dengan tingkat kerawanan tinggi. Luasannya sekitar 13,76 persen dari luas kawasan DKI Jakarta. Adapun banjir dengan kerawanan sedang sekitar 39,42 persen, rendah 2,23 persen, dan sangat rencah 44,59 persen.
”Ada 25 kelurahan prioritas penanganan banjir yang sudah dipetakan,” kata Pelaksana Tugas Kepala BPDB DKI Jakarta Subejo.