Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mendesak pemerintah memperbaiki mekanisme praktik uji kir. Faktor kelalaian manusia diduga kuat menjadi penyebab kecelakaan bus Sriwijaya di Pagar Alam, Sumatera Selatan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI mendesak pemerintah memperbaiki mekanisme praktik uji kir. Faktor kelalaian manusia diduga kuat menjadi penyebab kecelakaan bus Sriwijaya di Pagar Alam, Sumatera Selatan.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mendesak kepolisian dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk segera mengusut tuntas penyebab pasti kecelakaan bus Sriwijaya di Pagar Alam, Sumatera Selatan, Senin (23/12/2019) malam. Bus Sriwijaya yang mengangkut 37 penumpang jatuh ke jurang di Kabupaten Pagar Alam.
Akibat kejadian itu, 25 orang meninggal. Sedangkan korban selamat sebanyak 13 orang. Petugas telah mengevakuasi korban dari jurang berkedalaman 75 meter itu.
”Kami menduga kuat penyebabnya adalah antara rem blong (technical factor) atau faktor manusia,” ucap Tulus, di Jakarta.
Tulus mengatakan, faktor manusia lazim menjadi penyebab utama kecelakaan bus umum. Penyebabnya biasanya adalah faktor kelelahan, mengantuk, atau juga mengendarai secara ugal-ugalan.
Tulus memandang ada masalah serius dalam praktik uji kir selama ini. Ia berpendapat, praktik uji kir hanya sebagai formalitas semata. Namun, tak menyentuh substansinya. Oleh karena itu, Tulus mendesak pemerintah segera memperbaiki metode uji kir.
”Ada dugaan permainan antara pemilik perusahaan otobus, pengemudi, dan oknum petugas dinas perhubungan. Akibatnya, banyak kendaraan umum yang sejatinya tidak laik jalan, tetapi tetap beroperasi di jalan raya. Apalagi saat musim puncak liburan,” katanya.
Jika praktik uji kir masih seperti saat ini, Tulus mengusulkan agar sebaiknya uji kir diserahkan kepada pihak swasta atau diserahkan kepada bengkel yang memiliki kompetensi dan sertifikasi. Pembiaran uji kir seperti saat ini, menurut Tulus, hanya akan menunggu korban-korban selanjutnya bagi penumpang angkutan atau bus umum. Selain itu, ia menilai perlu ada sistem yang bisa memaksa agar pengemudi bus istirahat setiap tiga-empat jam waktu mengemudi.
”Sudah waktunya penumpang bus umum mendapatkan jaminan keamanan dan keselamatan saat menggunakan kendaraan umum. Negara bertanggung jawab untuk mewujudkan pelayanan bus umum yang selamat, aman, dan nyaman. Bukan sebaliknya,” tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setyadi menyampaikan, Kemenhub telah mengirim tim ke tempat kejadian perkara untuk menelusuri penyebab kecelakaan. Menurut Budi, risiko kecelakaan bisa terjadi, terlebih kontur daerah lokasi kecelakaan di Pagar Alam berupa pegunungan. Budi juga akan menelusuri dugaan adanya kelalaian atau faktor manusia dalam tragedi tersebut.
”Mungkin (sopirnya) mengantuk karena, kan, itu pukul 23.00. Apalagi medannya di pegunungan,” kata Budi.