Setelah menggelar pemeriksaan awal selama hampir lima tahun, Mahkamah Kriminal Internasional akan memulai penyelidikan resmi atas kasus kejahatan perang di Palestina.
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
DEN HAAG, MINGGU -- Jaksa penyelidik Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) membuat putusan penting untuk memulai penyelidikan resmi kasus dugaan kejahatan perang di wilayah pendudukan Palestina. Keputusan itu diambil setelah pemeriksaan awal selama hampir lima tahun atas kejahatan perang di Tepi Barat, Jerusalem Timur, dan Jalur Gaza.
”Saya puas bahwa ada dasar yang masuk akal untuk melanjutkan dengan penyelidikan atas situasi di Palestina,” kata Fatou Bensouda, Kepala Jaksa ICC, dalam keterangan tertulis, Jumat (20/12/2019).
Bensouda menyatakan, ICC akan memulai penyelidikan secara penuh atas kasus tersebut setelah menetapkan yurisdiksi atau kewenangan mengadili dalam perkara itu. Ia mengungkapkan, dirinya telah mengajukan permohonan kepada para hakim untuk menetapkan yurisdiksi kasus tersebut terkait status legal teritorial Palestina.
”Secara khusus, saya telah meminta konfirmasi bahwa ’teritorial’ tempat pengadilan dapat menjalankan yurisdiksinya, dan tempat saya bisa menggelar penyelidikan, meliputi Tepi Barat, termasuk Jerusalem Timur, dan Gaza,” kata Bensouda. Meski demikian, ia mengatakan, ICC tidak membutuhkan otorisasi hakim untuk memulai penyelidikan perkara tersebut.
Hal ini karena sudah ada penyerahan perkara oleh Palestina, yang bergabung menjadi anggota ICC pada tahun 2015. Kasus kejahatan perang di wilayah pendudukan Palestina diadukan ke ICC oleh Palestina setelah Palestina bergabung dengan mahkamah itu pada awal Januari 2015. ICC adalah lembaga pengadilan tingkat dunia yang dibentuk tahun 2002 untuk menangani kasus-kasus kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Bensouda memulai pemeriksaan awal atas pengaduan Palestina itu pada Januari 2015. Pemeriksaan awal itu meneliti perang Gaza tahun 2014, yang menewaskan 2.251 orang Palestina dan 74 orang Israel, sebagian besar tentara Israel. Kekerasan di perbatasan Gaza-Israel pada 2018 juga diperiksa.
Penyelidikan penuh oleh ICC bisa berujung dakwaan terhadap para pejabat Israel ataupun Palestina.
Penyelidikan penuh oleh ICC bisa berujung dakwaan terhadap para pejabat Israel ataupun Palestina. Negara tidak bisa didakwa oleh ICC. Di tengah macetnya negosiasi damai Palestina-Israel sejak 2014, dalam beberapa tahun terakhir Palestina berusaha menjadikan Israel sebagai pihak yang bertanggung jawab atas berbagai pelanggaran internasional, termasuk perluasan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur.
Israel merebut wilayah itu serta Jalur Gaza dalam perang 1967 dan menganeksasinya. Masyarakat internasional tidak mengakui wilayah yang dicaplok Israel tersebut di bawah teritorial Israel.
Palestina gembira
Otoritas Palestina menyambut gembira langkah ICC untuk secara resmi memulai penyelidikan kasus kejahatan perang di wilayah Palestina. Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki mengatakan keputusan ICC itu sebagai hari yang gelap dalam sejarah Israel.
”Palestina menyambut langkah (ICC) ini sebagai langkah yang sudah lama ditunggu dalam proses menuju penyelidikan, setelah hampir lima tahun dan tahun-tahun yang sulit selama pemeriksaan awal,” kata Otoritas Palestina dalam keterangan tertulis. Sebaliknya, Israel berang dengan rencana ICC itu. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan, langkah ICC merupakan ”alat politik” terhadap Israel. Israel menolak pengadilan ICC dan tidak menjadi anggota ICC.
Penolakan juga disampaikan Amerika Serikat. Washington menilai tindakan itu sebagai sesuatu yang tidak adil bagi Israel. ”Kami dengan tegas menentang tindakan ini dan tindakan lain yang berupaya menargetkan Israel secara tidak adil,” ujar Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo di Washington.
”Kami tak percaya Palestina memenuhi syarat sebagai negara berdaulat dan karena itu mereka tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan keanggotaan penuh atau berpartisipasi sebagai negara dalam organisasi, entitas, atau konferensi internasional, termasuk ICC.”
Mantan penasihat keamanan nasional Gedung Putih, John Bolton, tahun lalu mengancam bakal menangkap hakim ICC jika mereka bergerak melawan Israel atau AS. Kedua negara itu menolak untuk menjadi anggota ICC.