Genap setahun pascabencana tsunami Selat Sunda di Kabupaten Lampung Selatan, Minggu (22/12/2019), ribuan penyintas menggelar doa bersama bagi para korban yang meninggal.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
KALIANDA, KOMPAS — Genap setahun pascabencana tsunami Selat Sunda di Kabupaten Lampung Selatan, Minggu (22/12/2019), ribuan penyintas menggelar doa bersama bagi para korban yang meninggal. Mereka juga memohon kekuatan agar dapat menata kembali kehidupan yang hancur pascabencana.
Bencana tsunami akibat erupsi Gunung Anak Krakatau menerjang Provinsi Banten dan Lampung, 22 Desember 2018 malam. Tsunami Selat Sunda itu mengakibatkan 431 orang tewas, 7.200 orang luka-luka, dan 46.646 warga mengungsi.
Doa bersama digelar di sejumlah lokasi untuk memperingati setahun pascabencana. Di Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, penyintas menggelar tahlilan dan zikir massal.
Di Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, ribuan orang juga larut dalam haru saat berdoa bersama di lapangan di pinggir laut. Meski digelar di tengah terik matahari, jemaah khusyuk melantunkan doa. Dalam acara itu turut hadir Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lampung Selatan M Darmawan.
Camat Rajabasa Sabtudin mengingatkan agar warga tak lelah untuk saling menguatkan. Warga juga harus ikhlas karena bencana itu merupakan ujian dari Tuhan.
Di Kecamatan Rajabasa ada tiga desa yang terdampak tsunami, yakni Desa Way Muli, Way Muli Timur, dan Kunjir. Tercatat ada 98 warga meninggal dan 6 warga lainnya hilang akibat tsunami. Hingga saat ini, 300 warga dari tiga desa masih menetap di hunian sementara (huntara).
Selain menggelar doa bersama, warga juga membangun monumen tsunami di desa. Nama-nama korban meninggal akibat tsunami dicantumkan dalam monumen untuk mengenang sanak keluarga.
Menanti huntap
Hingga saat ini, sebagian besar korban tsunami yang rumahnya rusak menempati huntara berukuran 4 meter x 6 meter. Di Desa Way Muli Timur, misalnya, dari 123 huntara yang dibangun, 104 huntara telah dihuni.
Ketua RT 001 Desa Way Muli Timur Suwono, yang juga tinggal di huntara, menuturkan, warga setempat menghuni huntara sejak Februari 2019. Namun, ada 19 keluarga yang tidak tinggal di huntara karena rumahnya telah direnovasi.
Saat ini, warga yang tinggal di huntara masih menerima bantuan listrik dan air bersih setiap bulan. Namun, mereka sudah tidak mendapat bantuan bahan pokok dari pemerintah. Warga berharap hunian tetap (huntap) bisa segera dibangun. ”Kami ingin tinggal di hunian tetap agar lebih nyaman karena luas bangunannya sekitar 36 meter persegi,” katanya.
Masjuki (50), nelayan yang menjadi korban tsunami, berharap pemerintah juga memberikan bantuan kapal. Selama setahun terakhir, dia berhenti melaut karena kapal ketinting miliknya hancur diterjang ombak saat tsunami. ”Saya beralih pekerjaan menjadi buruh bangunan. Sekarang ini sedang membantu membangun jalan desa,” ujarnya saat ditemui di huntara.
Saya beralih pekerjaan menjadi buruh bangunan. Sekarang ini sedang membantu membangun jalan desa.
Ketua Rukun Nelayan Beringin Jaya Umaryadi mengakui, masih ada 60 nelayan korban tsunami yang belum mendapatkan bantuan kapal. Selain dari pemerintah, bantuan kapal juga datang dari para donatur.
Dalam sambutannya, M Darmawan menegaskan, pemerintah daerah terus bekerja untuk pemulihan Lampung Selatan. Selain membangun kembali sejumlah infrastruktur, pemda juga tengah mengupayakan agar pembangunan hunian tetap untuk korban tsunami dapat segara dimulai. BPBD Lampung Selatan mencatat, ada 524 keluarga korban tsunami yang membutuhkan hunian tetap karena rumahnya hancur.
”Saat ini pemerintah sedang berusaha mencari lahan untuk hunian tetap di desa yang sama. Lahan sudah ada, tinggal menunggu persetujuan dari pemiliknya,” katanya.
Saat ini pemerintah sedang berusaha mencari lahan untuk hunian tetap di desa yang sama. Lahan sudah ada, tinggal menunggu persetujuan dari pemiliknya
Menurut dia, hunian tetap akan dibangun di desa yang sama atas permintaan warga yang tidak ingin dipindah ke desa lain. Selain ingin dekat dengan keluarga, mereka ingin tetap tinggal di desa itu karena dekat dengan tempat kerja. Untuk itu, pemerintah mencari lahan di desa yang sama dan aman dari bencana.
Pemerintah juga terus mengupayakan agar nelayan bisa mendapat bantuan kapal secara bertahap. Nelayan diminta bergabung dalam kelompok nelayan agar penyaluran bantuan bisa lebih mudah.