Hutan Pinus di atas bukit Tondok Bakaru, Mamasa, Sulawesi Barat, kini disulap menjadi Kampung Natal. Jangan lewatkan untuk merayakan sukacita di tengah indahnya alam.
Oleh
·3 menit baca
Pengunjung mulai berdatangan menjelang senja, Sabtu (14/12/209). Hujan yang turun sore itu membuat sebagian jalan desa berlumpur. Namun, jalan setapak licin di pendakian menuju hutan itu tak menyurutkan niat orang berdatangan.
Apa yang membuatnya menarik pengunjung?
Hutan pinus di atas pendakian itu kini menjadi Kampung Natal. Disebut Kampung Natal karena di sana ada beragam jenis pohon natal nan indah. Umumnya terbuat dari bahan bekas, tetapi ada pula dari bahan alam seperti ranting kayu, hingga potongan bambu. Ada pula yang dibuat dari alang-alang akar pakis hingga dedaunan kering. Agar tampak cantik, pohon-pohon itu diselimuti lampu warna-warni
Area Kampung Natal dilengkapi pula dengan spot foto. Pengunjung dapat bergantian mengabadikan gambar.
Hutan pinus di atas pendakian itu kini menjadi Kampung Natal.
Dari lokasi ini tampak hamparan pegunungan dan sawah membentang luas. Bahkan, kita dapat menikmati momen tenggelamnya matahari hingga menghilang di balik gunung.
Di sekitar lokasi, pengunjung dapat menikmati beragam aktivitas seru. Namun, jika lelah, telah tersedia kursi-kursi untuk bersantai. Sebagian terbuat dari potongan bambu.
Tak jauh dari situ, sejumlah penjual aneka camilan, minuman, dan makanan siap menyambut. Mereka sediakan sarabba (wedang jahe), ubi, pisang goreng, kopi, teh, talas, hingga sejumlah jenis masakan.
Ada pula ayunan kayu di sana. Agar hutan tetap asri, karung-karung sampah disediakan pada sejumlah tempat.
Menyatu dengan alam
Hari mulai gelap saat ibadah Natal dimulai. Khotbah dan lagu-lagu rohani memecah hening di antara suara binatang malam. Suasana terasa khidmat saat paduan suara Mamasa Oikumene Singers tampil. Malam itu, ibadah ditutup dengan atraksi seni.
Bagi sebagian pengunjung dan warga Mamasa, melaksanakan ibadah di tengah alam terasa lebih istimewa. Hendrik Thomas (40), pemimpin sekaligus pendiri MOiS bernyanyi bersama 30 anggota paduan suara di tengah hutan pinus terasa lebih istimewa. Suara mereka membahana di seisi hutan. ”Ini pengalaman pertama kami bernyanyi di alam terbuka,” ujarnya.
Sejumlah pengunjung pun merasakan suasana nyaman. ”Saya bisa menunggu ibadah dimulai dengan menikmati keindahan alam dan kuliner,” kata Regina Rona (17).
Ibadahnya dapat, suasana santai bersama keluarga juga dapat.
Ide membuat Kampung Natal lahir dari para pemuda Desa Tondok Bakaru. Ide tersebut disambut Kepala Desa Mathews Daniel Dessaratu (34). ”Itu sesuatu yang kreatif. Natal jadi momen bagus karena banyak yang pulang (kampung). Dan orang butuh tempat wisata,” ujarnya.
Melihat peluang itu, mereka pun sepakat membuat Kampung Natal. ”Ibadahnya dapat, suasana santai bersama keluarga juga dapat,” lanjut
Mathews.
Modal awal untuk membuat Kampung Natal diperoleh melalui Badan Usaha Milik Desa berupa pinjaman Rp 20 juta. Pemuda mengelolanya dengan mengenakan tiket masuk sebesar Rp 10.000 per pengunjung serta melalui penyewaan lapak pedagang sebesar Rp 5.000 hingga Rp 7.500 per pedagang.
Kampung Natal digelar sejak Minggu (1/12/2019) dan akan berakhir pada Minggu (5/1/2020). ”Kami berharap akan lebih banyak orang yang datang berkunjung,” kata Andarias Sambo Karaeng (40), Ketua Panitia Kampung Natal yang juga Kepala Bumdes Tondok Bakaru.
Karena baru dirintis, para pemuda belum memasang target keuntungan. Yang penting, bisa semakin dikenal sebagai Kampung Natal.
Tondok Bakaru dapat dicapai dengan angkutan sewa baik dari Makassar maupun Mamuju, Ibu Kota Sulawesi Barat.
Setelah tiba di Mamasa, perjalanan berlanjut sejauh 3 kilometer menuju Tondok Bakaru. Pengunjung dapat menggunakan jasa antar motor dengan biaya Rp 10.000.
Potensi anggrek
Potensi wisata Tondok Bakaru diperlengkapi dengan lebih dari 400 jenis anggrek lokal. Pada sejumlah spot foto tampak latarnya tanaman anggrek. Itulah mengapa Kampung Natal tak lagi sebatas milik kaum Nasrani melainkan semua orang.
Tempat ini bahkan bisa menjadi wadah merekatkan kekerabatan dan juga membangun toleransi.