Perbaikan tata kelola keuangan dan administrasi yang dilakukan Kemenpora diharapkan bisa mencegah terputusnya pemusatan latihan nasional, karena 2020 adalah tahun Olimpiade, di mana atlet-atlet nasional berjuang lolos.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH & Denty Piawai Nastitie
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Prestasi olahraga Indonesia selama ini cenderung jalan di tempat, salah satunya karena pola pembinaan prestasi yang terputus-putus. Akar masalahnya adalah proses pencairan anggaran pemusatan latihan nasional yang lambat. Sejumlah cabang olahraga yang atlet-atletnya sedang mengejar tiket lolos ke Olimpiade Tokyo 2020 berharap masalah itu dituntaskan, sehingga pelatnas bisa bergulir sejak Januari 2020.
Belajar dari sebelumnya, terutama awal 2019, anggaran bantuan pelatnas dari pemerintah ke cabang-cabang olahraga selalu terlambat turun. Akibatnya, pelatnas berkelanjutan pun tidak bisa direalisasikan.
Hal itu pun menjadi kekhawatiran Ketua Pembinaan dan Prestasi PB ISSI Budi Saputra. Di sela konferensi pers Komitmen PGN Kembangkan Bola Voli dan Balap Sepeda Berbuah Emas di SEA Games 2019, Kamis (19/12/2019), Budi mengatakan, pelatnas balap sepeda harus segera dimulai dari awal tahun sebab para atlet sedang mengejar tiket ke Olimpiade.
Saat ini, ada dua nomor yang berpotensi lolos ke Olimpiade, yakni BMX dan trek. Namun, BMX punya peluang lebih besar karena saat ini menempati peringkat 16 dunia. Beberapa negara di atas Indonesia ada Jepang dan Rusia. Dengan status sebagai tuan rumah, jatah Jepang tidak dihitung dalam kualifikasi. Sedangkan Rusia disanksi larangan tampil di Olimpiade karena kasus doping.
Namun, posisi 16 besar itu belum aman. Sebab, tiga atlet BMX Indonesia tetap wajib mengikuti sejumlah kejuaraan internasional yang menjadi tempat pengumpulan poin. Kalau tidak tampil, poin Indonesia akan dikejar oleh negara-negara lain. Kejuaraan seperti itu ada lebih dari lima ajang dari awal hingga pertengahan 2020 atau batas akhir pengumpulan poin.
”Kalau pelatnas terputus, atlet-atlet bisa tidak siap ketika tampil di kejuaraan-kejuaraan itu. Untuk itu, anggaran pelatnas harus dikucurkan sejak awal tahun. Jangan lagi seperti tahun ini, yakni baru turun pada Juni. Saat itu, kami masuk cabang kluster dua,” ujar Budi.
Antisipasi
Ketua Pembinaan dan Prestasi PB PRSI Wisnu Wardhana menuturkan, pelatnas tidak putus juga merupakan kunci mencapai prestasi lebih baik. Hal itu yang dilakukan oleh Singapura dan Vietnam sehingga bisa menguasai medali emas renang pada SEA Games beberapa edisi terakhir. Pada SEA Games 2019, Singapura meraih 23 emas, 10 perak, 4 perunggu, sedangkan Vietnam meraih 10 emas, 6 perak, 9 perunggu.
Jika pelatnas sampai terputus seperti 2019 yang baru dimulai pada Mei, PB PRSI pun tidak bisa berjanji banyak untuk berprestasi lebih baik pada kualifikasi Olimpiade 2020 maupun SEA Games 2021 di Vietnam. Sebab, pembinaan renang itu ada periodesasi yang harus dilalui. Program itu berlangsung setahun penuh demi mencapai peningkatakan level.
”Kalau putus-putus, kami juga tidak sanggup menjalankan pelatnas. Akibatnya, atlet pun tidak menjalani latihan berkelanjutan dengan optimal. Praktis mereka akan melakukan latihan di daerah yang standarnya tentu berbeda dengan di pelatnas. Kalau kondisi ini tidak berubah, bukan tidak mungkin Indonesia tidak meraih emas renang pada SEA Games 2021 mendatang,” kata Wisnu.
PB PRSI menyiasati potensi pelatnas yang terputus dengan mengembalikan atlet ke daerah masing-masing yang sedang bersiap menghadapi PON Papua 2020. Beberapa daerah akan mengirimkan atlet-atletnya berlatih ke luar negeri.
Pelatih renang Indonesia David Armandoni mengatakan, setelah Kejuaraan Akuatik Indonesia Terbuka 2019 sejumlah atlet dijadwalkan akan berlatih dan menjalani uji perlombaan di Paris, Perancis. ”Saya ingin mereka melanjutkan latihan dan menjaga motivasi berlomba. Setelah SEA Games 2019, latihan tidak boleh terputus,” katanya di Jakarta, kemarin.
Atlet-atlet yang akan berlatih di Perancis antara lain Aflah Fadlan Prawira, Anandia Treciel Vanessae Evato, Nurul Fajar Fitriyanti, dan Azzahra Permatahani. Program dilakukan dengan dukungan dari daerah masing-masing sebagai bagian persiapan PON Papua 2020.
”Sampai sekarang belum ada kejelasan kapan pelatnas dimulai, atau apa program-program pelatnas. Tetapi, menurut saya latihan atlet tidak boleh berhenti. Saya sudah berbicara dengan federasi dan mereka mendukung atlet berlatih di luar negeri selama program ini baik untuk atlet. Provinsi juga mau mendukung untuk pembiayaan atlet-atlet,” ujar David.
Menurut David, program training camp dan uji perlombaan di luar negeri dibutuhkan karena atlet-atlet elite seharusnya berkompetisi pada level yang lebih tinggi. Untuk bersaing di level nasional, atlet-atlet sudah mendominasi sehingga membuat catatan waktu atlet tidak terlalu berkembang.
”Dengan ikut kejuaraan, saya bisa melihat lawan seperti apa. Di luar negeri, atlet berenang lebih baik, persiapan lebih baik, jadi saya bisa belajar lebih banyak dari mereka,” ujar perenang putri Azzahra.
Komitmen
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto menjelaskan, ada banyak faktor yang membuat banyak anggaran terlambat beberapa tahun terakhir, terutama pada 2019. Itu turut disebabkan oleh Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap sejumlah pejabat Kemenpora dan KONI terkait kasus suap dana hibah dari Kemenpora ke KONI.
Pasca peristiwa itu, butuh waktu lama untuk mencari pejabat yang bersedia jadi perangkat administrasi guna melakukan nota kesepahaman (MoU) bantuan anggaran pelatnas dari Kemenpora ke induk cabang-cabang olahraga.
Kali ini, lanjut Gatot, Kemenpora membenahi tata kelola keuangan. Itu antara lain, segera menyelesaikan laporan keuangan, membuat perangkat aturan, dan perangkat administrasi untuk MoU sejak Desember ini. Paling lambat, semua itu selesai pada 5 Januari.
”Dengan demikian, MoU bisa langsung dilakukan dan anggaran bisa cepat cair, yakni antara Januari-Februari ditargetkan tuntas,” pungkas Gatot.
Fokus
Ketua Umum Asosiasi Olimpian Indonesia Yayuk Basuki menyampaikan, Indonesia harus fokus pada pembinaan cabang-cabang prioritas. Itu demi mengejar prestasi di Asian Games maupun Olimpiade. ”Kalau semua cabang dikasih duit, akhirnya anggaran cuma dibagi-bagi. Ujung-ujungnya tidak ada yang optimal,” tegas mantan petenis nasional itu.
Berdasarkan riset Bappenas, ada 10 cabang prioritas menuju Olimpiade, yakni bulu tangkis, angkat besi, panahan, atletik, senam, renang, panjat tebing, taekwondo, dayung, dan sepeda. Cabang-cabang itu layak menjadi prioritas karena sudah menunjukkan prestasi di level Olimpiade, kejuaraaan dunia, dan cabang induk menjadi lumbung medali di ajang multicabang.