Para pemimpin dan perwakilan negara Muslim diundang menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Kuala Lumpur 2019. Arab Saudi dan Pakistan tidak mengirim delegasi mereka.
Oleh
Nina Susilo dari Kuala Lumpur, Malaysia
·3 menit baca
KUALA LUMPUR, KOMPAS —Jamuan makam malam yang digelar Pemerintah Malaysia, Rabu (18/12/2019), menjadi acara pertama yang mengawali Konferensi Tingkat Tinggi Kuala Lumpur 2019. Sejumlah isu, seperti bangkitnya islamofobia dan migrasi massal umat Islam akibat perang sipil, akan menjadi topik pembicaraan dalam KTT.
Pihak panitia penyelenggara mengatakan, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan Presiden Iran Hassan Rouhani hadir dalam konferensi itu. Kantor berita Bernama melaporkan bahwa Erdogan dan Rouhani sudah berada di Kuala Lumpur, sementara Sheikh Tamim tiba Kamis ini.
KTT Kuala Lumpur digelar pertama kali pada November 2014. Menurut Ketua KTT Kuala Lumpur 2019, yaitu Perdana Menteri Mahathir Mohamad, sejak awal digelar, KTT Kuala Lumpur siap memimpin kebangkitan kembali peradaban Islam. ”KTT Kuala Lumpur yang mengumpulkan para pemimpin, intelektual, dan cendekiawan Muslim memiliki tujuan mulia untuk mengidentifikasi masalah yang menimpa dunia Muslim dan menemukan solusi bagi mereka,” kata Mahathir melalui laman resmi KTT itu.
Tidak hadir
Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, yang bersama Mahathir dan Erdogan telah menjadi penggerak utama di belakang KTT Kuala Lumpur, tidak hadir. Sejumlah sumber dari kalangan pejabat Pakistan mengungkapkan, penarikan diri Khan disebabkan tekanan Arab Saudi yang merupakan sekutu dekat Pakistan.
Kerajaan Arab Saudi juga tidak mengirimkan wakilnya ke KTT itu. Riyadh menyatakan, KTT itu adalah forum yang salah sekalipun membahas hal-hal yang terkait dan ditujukan bagi 1,75 miliar Muslim di dunia. Kantor berita Pemerintah Saudi, SPA, melaporkan, Raja Salman, Selasa lalu, telah menelepon Mahathir. Dalam kesempatan itu, Salman menegaskan kembali, masalah-masalah terkait dunia Muslim harus didiskusikan lewat Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Hingga Rabu malam, sejumlah pejabat Malaysia mengatakan, hanya sekitar 20 dari 56 negara OKI mengirim delegasi untuk hadir dalam KTT Kuala Lumpur. Kantor Mahathir melalui pernyataan resmi mengatakan, tidak ada niat untuk menciptakan ”blok baru”.
Pekan lalu, Mahathir menyatakan frustrasi dengan ketidakmampuan OKI membentuk front persatuan dan bertindak tegas terkait sejumlah isu. Dalam kesempatan itu, Mahathir mengatakan, isu Uighur bisa saja dibahas dalam KTT itu.
Indonesia
Dalam KTT Kuala Lumpur, Indonesia diwakili Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Menlu akan hadir dalam acara pembukaan, Kamis pagi, lalu kembali ke Jakarta.
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin dijadwalkan hadir, tetapi kemudian batal karena alasan kesehatan. Juru bicara Wapres, Masduki Baidlowi, mengatakan, atas saran dokter pribadi, Wapres diminta untuk beristirahat.
Dalam KTT itu, Indonesia, sebagaimana dalam pertemuan-pertemuan OKI, konsisten mendorong kerja sama dan kesatuan negara-negara Muslim. Kesatuan itu, menurut Retno, penting untuk memperjuangkan aneka misi, termasuk membantu bangsa Palestina memperjuangkan hak-haknya. ”Sangat penting bagi negara-negara Muslim untuk berjuang, bersatu, dan membantu Palestina,” ujarnya.
Indonesia juga berharap semua perbedaan diselesaikan melalui dialog. ”Isu inklusivitas menjadi isu yang sangat penting. Kita tidak ingin melihat eksklusivitas yang akhirnya justru tidak akan menyatukan umat, malah kemungkinan besar akan menjauhkan satu sama lain,” kata Retno kepada wartawan di Kuala Lumpur.
Indonesia juga menilai, OKI merupakan forum yang tepat untuk menjalin kerja sama inklusif antarnegara Muslim. Oleh karena itu, kerja sama anggota OKI perlu diperkuat. Indonesia, kata Retno, juga konsisten menjalani peran sebagai ”jembatan”, bukan ingin menjadi pemisah.
”Kita akan terus menjalankan peran sebagai jembatan dalam mengatasi berbagai macam perbedaan yang semakin ke sini semakin banyak,” ujarnya.