PDHI Kunjungi Peternak Babi yang Terpuruk Akibat ASF
PDHI mendorong Menteri Pertanian mendeklarasikan wabah ASF agar bisa melakukan penanganan yang lebih baik dengan dana yang memadai.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) mengunjungi peternak babi yang terpuruk akibat penyakit demam babi Afrika (African swine fever/ASF). PDHI terus mendorong Menteri Pertanian mendeklarasikan wabah ASF agar bisa melakukan penanganan yang lebih baik dengan dana yang memadai.
“Kami mengunjungi peternak babi di Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Kondisi perekonomiannya sangat terpuruk karena kematian babi yang cukup tinggi akibat ASF,” kata Ketua Umum Pengurus Besar PDHI Drh Muhammad Munawaroh MM, Selasa (17/12/2019).
Munawaroh mengatakan, mereka mengunjungi peternakan babi di Deli Serdang, Senin (16/12), karena melihat dampak ASF yang cukup besar terhadap peternakan babi di Sumatera Utara. Penyakit yang disebabkan virus ASF itu diperkirakan sudah masuk ke Sumut sejak Agustus 2019. Saat ini, sebanyak 16 kabupaten di Sumut pun sudah terjangkit virus tersebut dengan kematian lebih dari 27.000 ekor.
Munawaroh mengatakan, PDHI awalnya ingin memberikan bantuan desinfektan kepada para peternak babi. Namun, para peternak menyatakan tidak membutuhkan lagi karena ternaknya sebagian besar sudah mati dan yang tersisa juga diperkirakan sudah terjangkit. “Kondisi perekonomian mereka cukup terpuruk. Mereka malah meminta bantuan beras untuk kebutuhan pokok mereka,” kata Munawaroh.
Kondisi perekonomian mereka cukup terpuruk. Mereka malah meminta bantuan beras untuk kebutuhan pokok mereka
Munawaroh mengatakan, PDHI akan memberikan bantuan beras sebanyak 20 kilogram per keluarga. Bantuan itu akan diberikan pada awal Januari.
Selain mengunjungi peternak, PDHI juga berkunjung ke Balai Veteriner Medan Kementerian Pertanian dan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Pemprov Sumut. “Kami berdialog untuk mendorong agar penanganan ASF dilakukan dengan lebih baik,” katanya.
Munawaroh mengatakan, PDHI pun masih terus mendorong agar Menteri Pertanian mendeklarasikan ASF. Deklarasi itu penting agar penanganan ASF bisa maksimal. Sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, deklarasi kejadian wabah ASF akan diikuti dengan penutupan daerah tertular, pemberantasan penyakit, pengobatan hewan, pemusnahan hewan tertular, dan alokasi dana yang memadai. Pemerintah juga diwajibkan memberikan kompensasi kepada peternak.
Andri Siahaan (33), peternak babi di Desa Helvetia, mengatakan, ternak babinya yang tersisa pun akhirnya mati setelah bertahan dalam beberapa minggu ini. “Dalam satu bulan, total 30 ekor babi saya mati. Tidak satu pun babi saya yang selamat,” katanya.
Andri mengatakan, hingga kini belum ada sosialisasi apa pun dari pemerintah tentang wabah yang menyerang hampir seluruh peternakan di desanya. Mereka pun terpuruk karena peternakan babi merupakan mata pencarian utama mereka.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut Azhar Harahap mengatakan, deklarasi wabah merupakan wewenang Menteri Pertanian sepenuhnya. “Saat ini kami hanya mengimbau agar tidak ada pengiriman babi dari tempat-tempat tertular,” katanya.
Azhar mengatakan, mereka berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten dalam penanggulangan ASF. Mereka meminta agar dinas yang mengurus peternakan turun langsung ke lapangan untuk menangani ASF.
Saat ini kami hanya mengimbau agar tidak ada pengiriman babi dari tempat-tempat tertular
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karo Matehsa Purba mengatakan, mereka tidak bisa melakukan penanganan yang maksimal karena tidak adanya anggaran baik dari kabupaten, provinsi, maupun Kementerian Pertanian. Pengalihan anggaran dari pos lain juga sulit dilakukan karena sudah di penghujung tahun.
Matehsa mengatakan, mereka hanya melakukan sosialisasi kepada peternak untuk memperketat biosekuriti di kandang yang belum terjangkit.