Klub juara Eropa, Liverpool, harus ”membelah diri” demi menjalani Piala Dunia Antarklub. ”The Reds” ingin menggapai status juara dunia, hal yang belum pernah diraih sebelumnya.
Oleh
Yulvianus Harjono
·5 menit baca
DOHA, SELASA — Hal janggal sekaligus langka terjadi terlihat di Doha, Qatar, menjelang semifinal Piala Dunia Antarklub 2019. Manajer Juergen Klopp dan pasukannya bersiap untuk menyaksikan penampilan Liverpool, timnya sendiri, melalui layar kaca, Selasa (17/12/2019).
Malam itu, Liverpool bertandang ke markas Aston Villa pada perempat final Piala Liga Inggris. Anehnya, tidak ada Klopp dan juga barisan pemain utama ”The Reds”, seperti Virgil van Dijk, Mohamed Salah, dan Alisson Becker, baik di lapangan maupun bangku cadangan, pada laga di Villa Park, Birmingham, tersebut.
Klopp dan pasukan utamanya tengah berada di benua lain yang terpisah jarak 6.965 kilometer dari Birmingham, yaitu di Doha, Qatar.
”Setelah menonton laga semifinal (Piala Dunia Antarklub 2019) lainnya, kami akan duduk bersama melihat anak-anak (tim Liverpool di Birmingham) tampil melalui televisi di hotel. Ini akan sangat menarik,” ujar manajer asal Jerman itu.
Klopp dan timnya memang tengah dihadapkan pada situasi pelik dan aneh. Setelah meladeni Aston Villa di Birmingham, dalam jeda waktu kurang dari 24 jam, mereka harus kembali berlaga menghadapi Monterrey (klub juara Liga Champions Amerika Tengah dan Utara) di semifinal Piala Dunia Antarklub, Kamis (19/12/2019), pukul 00.30 WIB.
Jadwal yang sangat ketat, bahkan nyaris mustahil dijalani, itu membuat Klopp berang seusai undian Piala Liga Inggris, akhir Oktober lalu. Ia menyebut jadwal itu sebagai sebuah kegilaan dan sempat mengancam akan mundur dari Piala Liga. Padahal, mereka telah susah payah menyingkirkan Arsenal melalui adu penalti pada putaran keempat untuk lolos ke perempat final.
Ia kesal karena otoritas sepak bola di Inggris enggan mencari waktu ideal untuk laga perempat final Piala Liga itu. Padahal, di saat sama, Liverpool telah jauh-jauh hari diundang FIFA untuk mengikuti Piala Dunia Antarklub, turnamen yang diikuti klub juara berbagai konfederasi di dunia.
Selain Liverpool (juara Liga Champions Eropa), turnamen itu juga diikuti klub lainnya, seperti Flamengo (juara Copa Libertadores Amerika Selatan) dan Al-Hilal (juara Liga Champions Asia).
”Jika mereka tidak bisa mencari jadwal laga yang laik, kami tidak akan tampil (di semifinal). Biarkan saja lawan kami (Villa) yang menang otomatis atau Arsenal saja yang tampil mewakili. Kami tidak mau menjadi korban dari masalah (jadwal) ini,” ungkap Klopp dengan nada tinggi seperti dikutip The Guardian.
Solusi
Seiring waktu, Klopp akhirnya menemukan solusi mengatasi situasi pelik itu. Baginya, The Reds mau tidak mau harus ”membelah diri” untuk menjalani kedua laga itu sekaligus. Dia pun membagi timnya menjadi dua.
Tim yang terdiri atas pemain muda U-23 binaan Akademi Liverpool, seperti Harvey Elliott dan Ki-Jana Hoever, dipersiapkan melawan Villa.
Tim utama yang terdiri atas barisan pemain senior, seperti Salah, Van Dijk, dan Becker, diterbangkan ke Doha untuk memenuhi target juara dunia. Tim utama di Doha dipimpinnya sendiri, sedangkan tim Piala Liga ditangani Pelatih Tim U-23 Liverpool Neil Critchley.
Hal itu dilakukan karena Klopp ingin lebih fokus ke Piala Dunia Antarklub 2019.
Meskipun klubnya sering disebut sebagai yang terbaik di dunia dewasa ini, Liverpool secara resmi belum pernah sekali pun meraih status itu. Sepanjang sejarah 127 tahun berdirinya klub itu, Liverpool hanya pernah sekali tampil di turnamen itu sebelumnya, yaitu pada 2005. Ketika itu, The Reds asuhan Rafael Benitez bertemu wakil Amerika Selatan, Sao Paolo, pada babak final di Jepang.
Sayangnya, di partai puncak mereka kalah 0-1 lewat gol Carlos Mineioro, eks gelandang bertahan Sao Paolo yang kini telah pensiun.
Kekalahan itu menegaskan fenomena aneh lainnya, yaitu inferiornya tim-tim Inggris di Piala Dunia Antarklub, turnamen tahunan bentukan FIFA yang bergulir sejak 2000. Meskipun memiliki liga terhebat dan paling glamor sejagat, Inggris hanya sekali berjaya di turnamen itu.
Manchester United menjadi satu-satunya tim asal Inggris yang pernah menjuarai Piala Dunia Antarklub, yaitu pada 2008. Ketika itu, MU yang bertabur bintang, seperti Wayne Rooney, Cristiano Ronaldo, Carlos Tevez, Rio Ferdinand, dan Patrice Evra, membekap juara Copa Libertadores asal Ekuador, LDU Quito, 1-0. Satu-satunya gol MU dicetak Rooney.
Sejak itu, Inggris hanya sekali mengirimkan wakilnya di turnamen itu, yaitu Chelsea, pada 2012. Lagi-lagi, seperti halnya Liverpool di era Benitez, Chelsea saat itu kalah 0-1 dari klub Brasil, Corinthians, di final.
Menariknya, manajer Chelsea saat itu adalah Benitez. Untuk kedua kalinya, mantan manajer Liverpool itu gagal menjadi juara dunia.
Dicurangi wasit
Benitez bercerita, Piala Dunia Antarklub adalah turnamen yang sulit meskipun kalah populer dari kompetisi lainnya seperti Liga Champions Eropa. Faktor-faktor eksternal yang tidak terduga, seperti kondisi medan laga yang asing, kepemimpinan wasit, bahkan dampak jetlag ke para pemain, bisa memicu kekalahan tim.
”Kami dicurangi wasit,” ujar Benitez saat Liverpool dikalahkan Sao Paolo pada 2005, seperti dikutip BBC.
Klopp enggan bernasib serupa Benitez. Karena itu, ia sangat serius menyiapkan timnya agar tampil maksimal di Piala Dunia Antarklub 2019. Selain membawa pasukan terbaiknya—hanya minus gelandang bertahan Fabinho, dan dua bek tengah Dejan Lovren, dan Joel Matip yang cedera—Klopp mengajak timnya melihat langsung kekuatan calon-calon lawannya di final.
Sebelum menonton laga Liverpool di Piala Liga dari layar kaca, ia membawa timnya ke Stadion Intenational Khalifa di Doha untuk menyaksikan langsung laga Flamengo kontra Al-Hilal.
Jika Flamengo menang, Liverpool berpeluang menuntaskan dendamnya atas wakil Brasil di final. Syaratnya, The Reds harus lebih dulu melibas Monterrey, tim non-unggulan, pada laga semifinal, Kamis dini hari WIB.