Ketika Anak Muda di Lombok Peduli Sampah
Lewat kegiatan ”Gerebek Sampah”, anak-anak muda di Dusun Daman Baru, Desa Murbaya, Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah, secara sukarela bergerak menjaga lingkungan tempat tinggal mereka.
Kesadaran untuk ikut mengatasi soal sampah tidak hanya muncul di kota, tetapi juga tumbuh hingga desa-desa di Nusa Tenggara Barat. Salah satunya di Dusun Daman Baru, Desa Murbaya, Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah. Lewat kegiatan ”Gerebek Sampah”, anak-anak muda di sana secara sukarela bergerak menjaga lingkungan tempat tinggal mereka.
Jam menunjukkan pukul 08.00 Wita ketika belasan anak muda yang mengenakan kaus, celana panjang atau pendek, dan sandal berjalan beriringan melewati gang-gang kecil di antara rumah-rumah penduduk, Minggu (1/12/2019). Di salah satu persimpangan gang, mereka membagi diri dalam beberapa kelompok kecil.
Selanjutnya, kelompok-kelompok itu berpencar ke berbagai arah. Setiap kelompok membawa satu karung kosong. Mereka akan memeriksa karung-karung yang seminggu sebelumnya diletakkan di beberapa lokasi. Ada yang di halaman rumah, digantung di pohon, atau di lokasi yang mudah ditemukan warga.
Saat diperiksa, karung-karung itu rata-rata sudah penuh dengan sampah, baik sampah organik maupun non-organik. Tanpa membuang waktu, anak-anak muda itu langsung mengeluarkan dan memindahkan sampah itu ke karung yang mereka bawa. Mereka terlihat antusias dan tak jijik dengan apa yang dilakukan.
Begitu selesai, mereka berpindah ke lokasi lain. Sambil berjalan, selain menyapa pemilik rumah yang dilewati, anak-anak muda itu sesekali berhenti untuk memungut sampah yang ditemukan di jalan. Sampah di gang-gang atau jalan perkampungan yang berada sekitar 17 kilometer sebelah timur Mataram, ibu kota Nusa Tenggara Barat, itu memang tidak banyak sehingga rombongan itu fokus mengambil sampah di karung-karung.
Setiap menemukan sampah plastik, mereka memungut dan memasukkan ke karung.
Kegiatan berlangsung sekitar satu jam. Mereka kemudian bertemu di satu lokasi. Karung-karung berisi sampah dikumpulkan. Setelah diikat, karung diangkut dengan sepeda motor ke tempat pengolahan sampah di dusun itu. Alih-alih beristirahat, anak-anak muda itu kemudian menghidupkan motor. Dengan berboncengan, mereka berkendara ke Aik Nyet, Kecamatan Narmada, Lombok Barat, sekitar 17 kilometer utara Murbaya.
Setelah tiba di salah satu obyek wisata alam itu, mereka langsung berpencar. Seperti di Murbaya, mereka membawa karung kosong, berkeliling menyusuri jalan setapak, ke semak-semak, dan sebagainya. Setiap menemukan sampah plastik, mereka memungut dan memasukkan ke karung.
Di Aik Nyet, mereka membersihkan sampah selama hampir satu jam. Sampah-sampah yang dikumpulkan kemudian dibawa ke Murbaya. Kegiatan bersih-bersih sampah di Murbaya dan Aik Nyet merupakan bagian dari program Gerebek Sampah yang dilakukan oleh komunitas Bajang Peripih Doro, yang dalam bahasa Sasak (bahasa daerah suku Sasak Lombok) berarti ”Pemuda yang Merapikan Sampah”.
Menurut Ketua Komunitas Bajang Peripih Doro Amrul Ihsan (21), Gerebek Sampah dilakukan setiap minggu. Tidak hanya diikuti anggota, kelompok remaja di kampung tersebut juga ikut ambil bagian. Perlengkapan seperti karung disediakan langsung oleh komunitas.
Pengelola obyek wisata Aik Nyet, Ahyardiawan (30), mengatakan, kehadiran komunitas Bajang Peripih Doro yang secara sukarela membersihkan sampah di sana sangat membantu. Apalagi dengan Aik Nyet yang begitu luas, tidak akan bisa ditangani seluruhnya oleh tim kebersihan yang terbatas.
”Petugas kita hanya 12 orang. Akhir pekan, pengunjung bisa membeludak dan kadang kesadaran mereka masih minim sehingga membuang sampah sembarangan,” kata Ahyardiawan.
Berawal dari keresahan
Amrul yang saat ini masih berkuliah di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mataram menuturkan, Bajang Peripih Doro berdiri sejak awal 2017. Komunitas ini lahir dari keresahan akan kebiasaan masyarakat setempat membuang sampah sembarangan.
Dampaknya tidak hanya mengotori kampung, tetapi juga sungai dan sawah. Sampah juga menimbulkan genangan air di jalan ketika musim hujan. Sekali seminggu atau tiga kali seminggu, ketika produksi sampah meningkat, mereka berkeliling kampung. Mereka meletakkan karung-karung di tempat yang mudah dijangkau warga untuk membuat sampah, baik organik maupun non-organik.
”Kami memang tidak hanya ingin sekadar mengumpulkan dan mengelola, tetapi juga membangun kesadaran masyarakat agar peduli dengan sampah dan membuang sampah pada tempatnya. Selama ini, tantangan penanganan sampah memang kesadaran masyarakat,” kata Amrul.
Bermula dari hanya lima orang, Bajang Peripih Doro hingga saat ini memiliki anggota 20 orang. Setiap kegiatan, mereka bekerja sama dengan kelompok remaja di desa itu. ”Awalnya, tak mudah mengajak mereka (remaja desa) untuk terlibat. Apalagi yang diurus sampah. Belum lagi mereka punya kesibukan seperti sekolah dan kuliah. Tetapi, kami terus melakukan pendekatan.
Termasuk mendampingi mereka mengerjakan tugas sekolah dan lainnya,” tutur Mustaal (36), wakil Ketua Komunitas Bajang Peripih Doro. Selain itu, penyadaran akan bahaya dan manfaat pengelolaan sampah juga ditempuh dalam mengajak anak-anak muda di sana untuk bergabung sebagai anggota.
Mereka juga membuat kegiatan yang menarik, seperti Gerebek Sampah sambil berwisata. ”Itu kenapa ada kegiatan Gerebek Sampah tidak hanya di dusun, tetapi juga di lokasi wisata. Jadi, bersih-bersihnya menyenangkan karena sekalian jalan-jalan,” kata Fikri Gunawan (21), Ketua Remaja Dusun Dasan Baru.
Pertama
Bagi warga, kegiatan Gerebek Sampah sangat membantu mereka dalam mengelola sampah. Kebiasaan warga membuang sampah sembarangan pun mulai berubah.
”Dulu, saya terbiasa buang sampah sembarangan. Ke mana-mana sesuka hati saya. Jadi, lingkungan kotor karena tidak ada yang urus. Sekarang, sudah ada karung-karung yang disediakan dan seminggu sekali diambil,” kata Hamdi (29), salah seorang warga.
Dari Kelompok Bajang Peripih Doro, warga juga sadar bahwa sampah, baik organik maupun non-organik, bisa dikelola dan menjadi bermanfaat kembali.
Setelah terkumpul, sampah-sampah dari kegiatan Gerebek Sampah dibawa ke sebuah area pengelolaan.
Di sana, sampah-sampah non-organik, oleh salah satu warga, secara sederhana mulai dibuat menjadi paving block, bahan bakar, dan gemuk pelumas mesin. Sementara sampah organik menjadi pupuk cair dan padat. Tidak hanya dari masyarakat, kegiatan Gerebek Sampah Bajang Peripih Doro juga mendapat respons positif dari Pemerintah Kecamatan Pringgarata.
Ketua Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPID) Kecamatan Pringgarata Kurniawan mengatakan, Gerebek Sampah merupakan program yang menarik karena satu-satunya yang dikerjakan oleh pemuda di Kecamatan Pringgarata. ”Apalagi tidak hanya mengumpulkan, tetapi juga mengolahnya. Secara dampak ke lingkungan, Murbaya, terutama Dasan Baru juga beberapa tahun terakhir semakin bersih dari sebelum-sebelumnya.
Oleh karena itu, selain memublikasikannya, kami juga mendorong agar kegiatan ini bisa diadaptasi di tempat-tempat lain di Pringgarata,” kata Kurniawan yang juga warga Desa Murbaya. Inisiatif-inisiatif seperti Gerebek Sampah memang penting. Apalagi Pemerintah Provinsi NTB saat ini tengah menggalakkan program prioritas NTB Zero Waste atau NTB Bebas dari Sampah.
Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalillah dalam berbagai kesempatan mengatakan, persoalan sampah harus menjadi perhatian bersama. Saat ini, kata Rohmi, NTB memproduksi sekitar 3.900 ton sampah per hari. ”Ini (sampah) menjadi pekerjaan rumah besar kita. Sekarang, yang terjadi, kita tahu daerah kita luas, daerah kita indah, tetapi masih buang sampah sembarangan.
Sampai sungai, pantai, laut. Kadang kita tidak ada rasa berdosa akan itu, padahal efeknya luar biasa. Indonesia bahkan sebagai negara dengan produksi sampah terbesar kedua di dunia,” kata Rohmi. Di NTB, gerakan masyarakat yang peduli sampah memang terus tumbuh. Tidak hanya di Desa Murbaya, tetapi juga sejumlah tempat. Kegiatan mereka tidak hanya membersihkan permukiman, tetapi juga sungai hingga laut.
Lombok Ocean Care, misalnya, setiap minggu mengadakan kegiatan bersih kawasan pesisir. Komunitas para pencinta renang permukaan (snorkeling) itu bahkan sampai berenang di laut untuk mengambil sampah. Kegiatan itu melibatkan sejumlah komunitas peduli lingkungan di Lombok.
Semakin banyak komunitas yang peduli terhadap sampah, upaya mengatasi persoalan sampah diharapkan bisa berjalan lebih efektif.