Pelaku Industri Didorong Kembangkan Produk Makanan Bergizi
Sejak November 2019, panitia menerima 67 aplikasi dari seluruh Indonesia dan memilih 10 finalis. Mayoritas peserta merupakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Oleh
Sekar Gandhawangi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku industri makanan dan minuman didorong untuk mengembangkan produk yang bergizi tinggi serta terjangkau. Produk tersebut diharapkan menyajikan solusi terhadap isu malnutrisi dan anemia yang dialami masyarakat.
Produk dan inovasi para pelaku industri kemudian diadu dalam kompetisi bertajuk SUN Pitch Competition 2019. Kompetisi ini diselenggarakan oleh SUN Business Network (SBN) Indonesia dan Innovation Factory.
SBN Indonesia merupakan jaringan yang terdiri dari delapan perusahaan, yakni PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Kalbe Farma Tbk, PT Nutrifood Indonesia, PT Otsuka Indonesia, PT Tirta Investama, PT BASF Indonesia, PT Cargill Indonesia, dan PT East West Seed Indonesia.
”Ini adalah kompetisi tahunan yang diselenggarakan oleh SBN Indonesia. Tahun ini, kami mengambil tema ’Inovasi Desain Makanan dengan Fokus Mengatasi Anemia dan Malnutrisi’. Lomba ini terbuka untuk semua pelaku industri makanan dan minuman,” tutur Program Head of Innovation Factory Indonesia Agustiadi Lee di Jakarta, Selasa (17/12/2019).
Sejak November 2019, panitia menerima 67 aplikasi dari seluruh Indonesia dan memilih 10 finalis. Mayoritas peserta merupakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Direktur Eksekutif Indofood yang juga Co-Chair Global Advisory SBN Indonesia Axton Salim mengatakan, penting untuk segera mencari solusi atas masalah malnutrisi dan anemia. Keduanya menjadi hal yang disoroti oleh Kementerian Kesehatan.
”Tengkes dan malnutrisi adalah masalah kita semua. Kompetisi ini platform yang bagus untuk mencari ide dan solusi baru. Saya harap, para pelaku industri bisa bergabung dan bersama-sama mencari solusinya,” kata Axton.
Dari 10 finalis, dewan juri menetapkan tiga peserta sebagai pemenang. Juara pertama diraih oleh CV Rozano Bersaudara yang memproduksi bekatul dengan merek Bale Sehat. Produk makanan berbasis daun kelor, Morimom, meraih juara kedua dan produk olahan susu sapi dari Calty Farm meraih juara ketiga.
Potensi malnutrisi
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 Kementerian Kesehatan, angka prevalensi anak balita kurang gizi di Indonesia adalah 17,7 persen. Sementara itu, prevalensi anak balita kurus adalah 10,2 persen dan tengkes 30,8 persen.
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), tingginya angka tengkes membuat negara kehilangan potensi pendapatan berkisar Rp 250 triliun-Rp 300 triliun. Angka itu setara dengan 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) per tahun. Anak tersebut pun berisiko kehilangan pendapatan sebesar 20 persen ketika dewasa (Kompas, 4/7/2019).
Riskesdas 2013 menyatakan, satu dari lima perempuan Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami anemia. Perempuan hamil lebih rentan terkena anemia, tepatnya satu dari tiga orang. Hal ini akan berpengaruh terhadap risiko bayi lahir dengan berat badan rendah.
”Ibu hamil yang mengalami anemia berisiko mengalami pendarahan dan meninggal dunia. Dampak lain anemia adalah terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan janin,” kata Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Endang L Achadi.
Ia menambahkan, bayi pun rentan menderita anemia sejak dini, yakni pada usia 4-6 bulan. Bayi tersebut harus segera dibawa berobat. Jika tidak, anemia bisa membuat kecerdasan (IQ) bayi menurun sebesar 10-12 poin.
Beberapa penyebab utama tingginya angka penderita anemia di Indonesia adalah kurangnya asupan zat besi dan vitamin B12. Sementara itu, beberapa penyebab malnutrisi adalah kurangnya konsumsi protein dan mikronutrien, seperti zinc, vitamin A, vitamin C, dan kalsium.
”Gunakanlah bahan makanan yang mengandung protein hewani dan mikronutrien. Makanan yang baik adalah yang diolah seminimal mungkin dan sealami mungkin,” katanya.