Pengurus Besar IDI bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan akan mengkaji dan menentukan kebutuhan dasar kesehatan yang dijamin dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan akan mengkaji dan menentukan kebutuhan dasar kesehatan yang dijamin dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat. Rekomendasi atas kajian ini diharapkan dapat mendukung keberlanjutan program tersebut.
Kebutuhan dasar kesehatan yang dimaksud sesuai dengan arahan yang diatur dalam UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pada Pasal 19 Ayat 2 berbunyi, jaminan kesehatan nasional diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
”Selama ini definisi kebutuhan dasar itu sendiri belum ada sehingga layanan kesehatan yang dijamin dalam program JKN (jaminan kesehatan nasional) tidak terbatas. Padahal, dana yang dimiliki terbatas,” ujar Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih seusai acara penandatanganan nota kesepahaman antara PB IDI dan BPJS Kesehatan terkait kerja sama riset kebutuhan dasar kesehatan dan inovasi pelayanan kesehatan di Jakarta, Selasa (17/12/2019).
Menurut dia, kebutuhan dasar kesehatan yang akan disusun merupakan kebutuhan yang dinilai esensial bagi masyarakat. Dengan begitu, layanan kesehatan yang diterima peserta JKN-KIS tetap terstandar tanpa mengurani mutu dan kualitas pelayanan yang diberikan. Hal ini mengacu pada kendali mutu dan kendali biaya dalam sistem jaminan kesehatan nasional.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menekankan, rekomendasi yang dihasilkan dalam kajian kebutuhan dasar kesehatan tidak akan mengurangi manfaat yang diterima oleh peserta JKN-KIS. Pelayanan yang dijamin sesuai dengan manfaat dan kebutunan peserta, tetapi tetap memperhatikan pembiayaan yang dimiliki.
”Kajian ini diharapkan bisa jadi solusi dalam perbaikan dan keberlanjutan program JKN-KIS, selain keputusan penyesuaian iuran yang sebelumnya telah diatur oleh pemerintah. Penjaminan manfaat sesuai kebutuhan dasar kesehatan artinya tidak ada manfaat yang diberikan secara berlebihan serta tidak ada pula manfaat yang kurang,” tuturnya.
Daeng mengatakan, rekomendasi atas kajian kebutuhan dasar kesehatan ditargetkan selesai pada Maret 2020. Setidaknya, prioritas kebutuhan dasar kesehatan yang disusun, yakni pada jenis penyakit yang banyak ditemui di masyarakat, penyakit yang berisiko tinggi, serta penyakit dengan biaya besar.
Jika merujuk pada biaya pelayanan kesehatan yang ditanggung BPJS Kesehatan pada 2018, penyakit jantung merupakan jenis penyakit dengan biaya paling tinggi, yakni Rp 10,5 triliun. Penyakit dengan biaya tinggi selanjutnya, yakni kanker (Rp 3,4 triliun), stroke (Rp 2,5 triliun), gagal ginjal (Rp 2,3 triliun), dan talasemia (Rp 490,0 miliar).
”Dalam penyusunan definisi kebutuhan dasar kesehatan, kami juga akan bekerjasama dengan perhimpunan setiap organisasi profesi yang terkait. Misalnya, untuk menentukan kebutuhan dasar dalam persalinan akan bekerja sama dengan perhimpunan bidan dan spesialis kandungan,” tuturnya.